Menurut salah satu sumber , Sunan Muria itu namanya aslinya adalah Raden Umar Syaid. Beliau adalah putra Sunan Kalijaga dengan Dewi Saroh. Sunan Muria dikenal sebagai seorang anggota Walisongo yang mempertahankan kesenian atau gamelan sebagai media da’wah paling ampuh untuk merangkul rakyat Jawa. Beliaulah pencipta Gending Sinom dan Kinanti. Sebagaimana ayahnya, Sunan Muria dalam Berda’wah menggunakan cara halus dan bijaksana. Ibarat mengambil ikan tidak sampai membuat airnya keruh. Daerah da’wahnya di sekitar Gunung Muria , pantai utara, daerah Jepara, Tayu, Pati, Juana dan Kudus.
1. SIKAP SUNAN MURIA TERHADAP ADAT DAN KESENIAN JAWA
1. SIKAP SUNAN MURIA TERHADAP ADAT DAN KESENIAN JAWA
A. Terhadap Adat Jawa
Hingga jaman sekarang masih banyak orang Jawa walaupun sudah masuk Islam yang menjalankan adat lama. Misalnya bila salah seorang anggota keluarga ada yang meninggal dunia, maka mereka akan mengadakan selamatan dan menyediakan sesajen untuk si mati. Di daerah Malang selatan hingga sekarang masih banyak orang yang melakukannya, demikian pula di daerah-daerah Jepara, Kudus, dan lain-lain. Selamatan tersebut sering disebut dengan istilah Kenduri atau Kenduren. Ada upacara selamatan yang dilaksanakan menjelang jenazah si mati diberangkatkan ke kuburan. Ada yang dilaksanakan seudah menguburkan mayat. Jaman dahulu ( Hindu-Biddha, Animisme dan Dinamisme ) kalau saja ada orang mati pihak keluarga di rumah akan menyediakan sesajen di kuburan. Ada istilah selamatan Ngesur Tanah (Kenduren setelah mengubur mayat). Ada istilah Nelung Dinani (Kenduren setelah tiga hari mengubur mayat). Ada istilah Pitung Dinani(Kenduren setelah tiga hari mengubur mayat). Ada istilah Matang Puluh, Nyatus Dino, Mendhak Pisan, Mendhak Pindo, dan istilah NYewu atu seribu harinya si mayat.
Adat istiadat tersebut sangat sukar dihilangkan begitu saja. Maka Sunan Muria memberinya warna Islam. Dengan demikian tidak terjadi kontradiksi di dalam masyarakat. Warna Islam yang dimaksud adalah upacara yang sekarang disebut Tahlil, yaitu niatnya bersedah untuk si mati dengan cara membacakan kalimat Tayyibah, serta ayat-ayat AlQur’an. Ini dimaksudkan untuk mengganti do’a mantra yang biasa diucapkan para pendeta. Sedang pahalanya diberikan kepada orang yang mati. Kalau acara selamatan itu lansung dihilangkan atau diberantas rakyat pasti akan marah karena masih belum mengerti dengan dalam syariat dan aqidah islam yang sesungguhnya. Maka selamatan boleh tetap diadakan namun upacara membakar kemenyan dan membuat sesajen dihilangkan. Diganti dengan bacaan dzikir dan ayat-ayat Al-Qur’an serta shalawat Nabi. Demikian pula adat selamatan bila si ibu mengandung maupun melahirkan bayi. Hal itu diberi warna Islam. Biasanya dengan cara membaca shalawat Nabi.
B.Terhadap Kesenian.
Terhadap kesenia Jawa, Sunan Kalijaga tidak merasa antipati demikian pula Sunan Muria. Beliau bahkan orang yang paling keras mempertahankan kesenian Jawa agar tetap berlangsung dan bahkan bisa diunakan sebagai media da’wah. Memang tidak semua kesenian Jawa bisa dikompromi atau diberi waran Islam. Tapi setidaknya ada tiga macam kesenian yang masih bisa dipertahankan untuk menyiarkan Islam itu sendiri. Kesenian yang dimaksud adalah Tembang, Gending dan Wayang Kulit. Di bidang kesenian Wayang kulit, para wali telah menciptakan lakon carangan atau karangan sendiri yang tidak bersumber kepada buku Mahabrata. Lakon-lakon itu adalah : Dewa Ruci, Jimat Kalisada, Petruk Dadi Raja, Pandu Pragola, semar Ambarang Jantur, Mustaka Weni, Sekutrem Yasa Pustaka, Begawan Ciptaning, Obong Bale Sigala-gala, Wahyu Widayat, Kresna Gugah dan sebagainya. Contoh lainnya adalah tindakan Sunan Kudus sewaktu hendak merangkul masyarakat Hindu. Beliau sengaja membangun Menara yang mirip Kuil Hindu, lalu disamping menara itu ditambahkan lembu. Menurut kepercayaan Hindu, Lembu adalah binatang suci yang dikeramatkan. Bagi Sunan Kudus hal itu hanya taktik atu strategi saja. Lembu ya tetap lembu. Dengan cara itu banyak orang Hindumenyangka Sunan Kudus itu menghormati Tuhannya orang Hindu. Mereka seringkali melihat Menara yang indah, juga sering mendengarkan Sunan Kudus menembangkan lagu Mijil, bila mereka sudah berkumpul Sunan Kudus memberikan selingan ceramah agama.
2. Dongeng Sunan Muria Dan Maling Kapa
Ki Ageng Ngerang adalah seorang tokoh masyarakat yang sangat dihormati. Ilmunya tinggi, kesaktiannya luar biasa. Anak turunya menjadi Pahlawan yaitu Nyai Ageng Ngerang. Murid-murid Ki Ageng Ngerang banyak sekali, diantaranya termasuk Sunan Kudus, Sunan Muria, Adipati Pathak warak, Kapa dan adiknya Gentiri Pada suatu hari Ki Ageng Ngerang merayakan keselamatan anaknya yang bernama Dewi Roroyono yang genap usia dua puluh tahun. Malam itu rumah ki ageng ngerang penuh dengan tamu baik tetangga. Sunan muria adalah ahli ilmu agama yang ulung. Tak diragukan dari dalamnya pengetahaun agama beliau. Disamping beliau adalah seorang yang ahli ilmu kanuragan atau kesaktian. Sehingga banyak murid-murid dari jauh datang berguru kepada beliau. Salah seoarang muridnya yang terkenal cerdas adalah raden bagus rinangku putra salah seorang pangeran dari semarang.
Raden bagus rinangku disamping cerdas juga mempunyai wajah yang tampan sehingga putrid sunan muria yang yang bernama raden ayu nawangsih terpikat dan tergila-gila. Kedua muda-mudi itu itu saling berjanji akan mengarungi hidup bahagia bersama-sama. Apa saja yang terjadi keduanya tidak peduli,mereka akan tetap bersatu. Tekad kedua insan yang mabuk asmara itu diketahui sunan muria. Tentu saja sunan muria menjadi ramah, karena raden ayu nawangsih akan dijodohkan dengan muridnya yang bernama kyai cebolek. Dari sini terlihat kejanggalan. Sunan muria itu hidup di abad 15 masehi sedang kyai cobelek atau haji ahmad mutamakin itu hidup dijaman paku buwono (1727-1749 atau sekitar pertenahan abad delapan belas). Karena sudah jatuh hati kepada raden bagus rinangku maka raden ayu nawangsih tidak mau dijodohkan dengan kyai cobelek. Sunan muria tidak kekurangan akal. Untuk memisahkan kedua sejoli itu raden raden bagus rinangku di beri tuas yang berat-berat.
Diantaranya membasmi kawanan perampok yang sering mengganggu kawasan gunung muria. Kawanan perampok itu sering mengganggu penduduk bahkan banyak penduduk yang dibunuh secara sadis. Kalau raden bagus rinangku tidak hati-hati bisa saja dia mati dikeroyok oleh para perampok itu. Tapi pemuda itu dapat mengalahkan para perampok bahkan membuat insyaf kawanan rampok yang bernama Mashudi, orang tersebut bahkan menjadi alim. Dengan demikian sunan muria gagal menjatuhkan kedua sejoli yang di mabuk asmara. Untuk memisahkan lagi, bagus rinagku ditugaskan untuk menjaga burung (tungguk manuk).di sawah yang terletak di daerah masin. Pemuda itu melaksanakan tugasnya dengan senang hati.
Pada suatu hari sunan muria mengecek ke daerah masin. Apa benar raden bagus rinangku melaksanakan tugasnya dengan baik. Ternyata pemuda itu melalaikan tugasnya. Burung-burung dibiarkan makan padidi sawah yang menguning. Bukan hanya itu saja, raden bagus rinangku malah bermain asmara dengan raden ayu nawangsih di tengah sawah. Tentu saja sunan muria jadi marah. “Murid kurang ajar disuruh tungguk manuk malah bermain gila di tengah sawah !” hardik sunan muria. Apakah saya salah kanjeng sunan. Bukankah kanjeng sunan memerintah saya untuk menunggui burung ? bukan untuk menunggui sawah?” kilah pemuda itu dengan nakalnya. Sunan muria makin marah, dia yakin kalau muridnya sudah tahu maksudnya dan sengaja mempermainkan kata alias sengaja berdalih untuk mendebatnya.
Melihat kemarahan gurunya pemuda itu merasa takut. Lalu mohon maaf dan berjanji akan mengembalikan padi yang sudah habis dimakan burung. Sesaat dia berdo’ah dan ajaib padi yang telah habis dimakan burung kembali seperti semula. Sunan muria bukannya malah senang melihat kesaktian muridnya itu. Bagus rinangku justru dianggap telah sengaja pamer kesaktian dan sengaja menantangnya. “Bocah kurang ajar !” geram sunan muria dengan hati kesal. Kemudian beliau menarik panahnya. Diarahkan kepada bagus rinangku dengan tujuan hanya untuk menakuti nakuti saja. Tapi diluar dugaan panah itu terlepas tepat mengenahi dada bagus rinangku tembus ke punggungnya. Tewaslah anak muda yang kurang ajar itu. Melihat kekasuhnya mati raden ayu nawangsih ikut bela pati. Dia menubruk punggung kekasihnya dan anak panah yang mencuat itupun menembus perut raden ayu nawangsih. Saat itu pula matilah raden ayu nawangsih dihadapan ayahnya sendiri. Orang orang yang mengetahui kematian dua sejoli itu merasa kasihan. Hingga upacara penguburan jenazah selesai mereka masih berdiri di atas kuburan dengn isak tangis. Sunan muria kesal melihat kelakuan penduduk masin tersebut lalu berkatalah beliau, “kalian semua berdiri terpaku bagaikan pohon jati saja !”
Seketika orang-orang itu berubah menjadi pohon jati itu masih ada dan di keramatkan penduduk setempat. Demikianlah kisah yang menghina sunan muria itu. Jelas kisah atau dongeng itu hanya ciptaan kaum pembohong yang sengaja mendikreditan sunan muria selaku salah satu walisongo.
Ya Allah, curahkan dan limpahkanlah keridhoan atasnya dan anugerahilah kami dengan rahasia-rahasia yang Engkau simpan padanya, Amin
1 comment:
Sunan Muria memang sosok Waliyullah yg mendapat karamah2 dari Allah SWT, Bravo Bintang Sufi
Post a Comment