6/29/2009

TAREQAT CHISYTIYYAH


Sheikh Mu’inuddin Hasan Sanjari Chisyti

(Tareqat Chisytiyyah)

Kelahiran

Chisytiyyah Pernah Bertemu Syekh Abdul Qodir Jaelani,India juga melahirkan tarekat hisytiyyah. Imam tarekat Chisytiyyah ini adalah Khwaja Mu’inuddin Hasan Sanjari Chisyti, ia juga dijuluki Nabi al-Hind (Nabi India), Gharib Nawaz (penyantun orang-orang miskin), Khwaja-I-khwajagan (imam segala imam), Khwaja-I-Buzurg (Imam Agung), Atha’ al Rasul (Pemberian Nabi), dan Khwaja-I-Ajmeri (wali dari Ajmer). Chisyti lahir pada 1142 M atau sebagian ahli tarekat menyebutkan tahun 1136 M di Sanjar, sebuah kota di Sistan, pinggiran Khurasan, dan masa mudanya dihabiskan di Sanjar, India. Ia murid dari dan pengganti Khwaja Utsman Haruni.

Sesudah berbaiat, selama 20 tahun Chisyti hidup bersama Syeikh Najmuddin Kubro, Syekh Awhaduddin Kirmani, Syeikh Syihabuddin Suhrawardi, dan Khwaja Yusuf Hamadani. Pertemuannya dengan Syekh Abdul Qodir Jaelani yang dibuktikan dengan berbagai catatan sejarah. Ia wafat pada hari Jumat, bulan Rajab 632 H/1235 M dan dimakamkan di Ajmer, India.
Dalam tarekat Chisytiyyah sebelum Syekh memberikan perintah labih jauh kepada murid, ia menyuruhnya untuk berpuasa sehari, terutama pada hari Kamis. Kemudian Syekh menyuruhnya untuk mengucapkan istighfar dan durud sepuluh kali serta membaca ayat al-Quran; Annisa: 103: “…Maka ingatlah Allah di waktu kamu berdiri, duduk, dan berbaring,…”
Para Syekh tarekat Chisytiyyah menganjurkan metode zikir berikut ini: Murid mesti duduk bersila, dan menghadap kiblat. Ia tidak harus berwudhu lebih dahulu, namun akan lebih sempurna jika ia berwudhu. Duduk dengan tegak, menutup kedua matanya, dan meletakkan kedua tangannya di atas lututnya. Jika ia duduk bersila, ia harus menahan kima atau nadi kaki kirinya dengan jari kaki kanannya. Posisi ini bisa membuat hati merasa hangat mampu menghilangkan bisikan-bisikan was-was. Dengan duduk seperti itu murid mulai melakukan zikir jali (keras) atau khafi (diam).

Dalam tarekat Chisytiyyah, Dzikr-I-Haddadi juga diamalkan sebagaimana dalam tarekat Qodiriyah. Seperti dituturkan Imam Abu Hafsh Haddad. Metode pengamalannya adalah: sang Dzakir (orang yang berdzikir) mesti duduk dengan melipat kedua kakinya sedemikian rupa sehingga kedua pahanya berada dalam keadaan istirahat di tanah. Kemudian ia mesti membentangkan kedua tangannya tinggi-tinggi ke atas. Dan ketika mengucapkan Laailaaha, ia berdiri di atas kedua lututnya dan kemudian kembali ke posisi semula. Lalu meletakkan kedua
tangannya di antara kedua pahanya yang terlipat dan sambil mengucapkan illallaah-dengan memukul dadanya dengan kata-kata yang sarat (penuh) dengan makna keagungan dan
kebesaran Allah swt. Sebagian orang mengucapkan Laailaaha dari hati dan membawanya ke bahu kanan, serta mengetukkan kalimat illallaah. Sebagian lagi mengetukkan kalimat hu (Dia
Yang Maha Esa) pada dada.
Sang Dzakir antara lain diperintahkan melakukan zikir tiga ketukan: zikr-I-she-paaya. Ada tiga rukun dalam zikir ini: yaitu nama Allah, perenungan atas sifat-sifat-Nya (Maha Melihat, Maha Mendengar, Maha Mengetahui, dan sebagainya), serta adanya perantara. Sang Dzakir dengan memahami maknanya-mengucapkan Allaahu ‘alimun, Allaahu bashirun, Allaahu sami’un. Ini disebut nuzul atau tangga turun. Gerakan ganda ini disebut sebuah dawr atau sirkulasi yakni sebuah zikir yang terdiri atas ‘uruj dan nuzul. Rahasia ‘uruj dan nuzul adalah bahwa jangkauan pendengaran lebih terbatas dibandingkan dengan jangkauan penglihatan, dan jangkauan penglihatan lebih terbatas dibandingkan dengan jangkauan pengetahuan.
Karena menurut Chisytiyyah dalam tahap awalnya, sang hamba terbelenggu oleh akalnya dan apa yang diamatinya, yang lebih sempit ketimbang semua tahap lainnya. Karena itu, ia menempatkan sami’ lebih dahulu dan ketika sesudah mengalami kemajuan, ia sampai pada tahap kegaiban yang luas, ia pun menempatkan bashir lebih dahulu. Ketika sesudah mengalami
kemajuan, ia sampai pada tahap “kegaiban dalam kegaiban” yang bahkan lebih luas lagi, ia pun memikirkan ‘alim, dan kemudian ia kembali.
Dalam zikir tiga ketukan ini sang dzakir mesti menahan napasnya sedemikian rupa sehingga secara berangsur-angsur, dari dua hingga tiga kali, zikir ini bisa diulangi sebanyak 40 kali sampai 50 kali. Ini bisa membantu menghangatkan hati, agar lemak dalam hati tempat penghasut yang melahirkan berbagai perasaan kemunafikan dalam hati, bisa terbakar, dan sehingga sang dzakir diliputi oleh cinta Allah dan keadaan fana (kesementaraan) diri bisa dikembangkan.Selain itu jamaah tarekat Chisytiyyah mengamalkan dzikir pas-I-anfas atau zikir menjaga napas sebagai berikut: Orang yang berzikir mengucapkan Laailaaha dalam napas yang dihembuskan, dan illallaah dalam napas yang dihirup, dengan lidah hati. Artinya, penafian (Laailaaha) dilakukan ketika napas keluar, dan penegasan dilakukan ketika napas masuk.
Selama keluar-masuknya napas ini pandangan diarahkan kepada pusar. Zikir ini mesti sering diulang-ulang agar pernapasan itu sendiri menjadi dzakir, baik di waktu sang dzakir itu tidur maupun terbangun.Bahkan zikir di bawah ini sangat efektif untuk mengobati berbagai penyakit: yaitu sang dzakir memukul sisi sebelah dada kiri dengan Ya Ahad (Wahai Yang Mahaesa), pada sisi sebelah kanan dengan Ya Shamad (Wahai zat tempat meminta), dan Ya Witr (Wahai Yang Mahaganjil) pada hati.

Para sufi terkemuka berpandangan bahwa ketika diri manusia terlepas dari segenap kesenangan duniawi, dan wujud bathiniyahnya makin bertambah kuat dengan mengingat Allah, maka terjalinlan sebuah hubungan antara dirinya dengan alam ruhani. Disebabkan hubungan ini hati manusia pun tercerahkan dan ia pun melihat zat Allah serta mengetahui perintah-perintah dan keridhaan Allah. Kini cahaya pun terpantul dari pandangan batin pada mata lahir dan ia pun mulai melihat dengan indera-indera lahiriah berbagai alam spiritual batiniah. Pada tahap ini, ia sudah terlepas dari alam lahiriah dan batiniah.

Kontemplasi yang ditetapkan Sufi Chisytiyyah

Kontemplasi atas nama diri Allah; Sang penempuh jalan spiritual pergi ke suatu tempat terpencil dan merenungkan bahwa kata Allah tertulis dengan tinta emas di hatinya bahwa ia tengah membaca dengan penuh gairah dan semangat, dan berada di hadapan Allah. Ia merasa asyik dengan itu sehingga kehilangan kesadaran tentang dirinya sendiri.Kontemplasi Allahu hadir; Allah Maha Melihat dan Allah bersamaku. Sang penempuh jalan spiritual mestilah berpandangan bahwa Allah senantiasa bersama dirinya dan bahwa mustahil Allah berpisah darinya. Dilakukan dengan menutup matanya dan memusatkan perhatian pada hatinya dan berpandangan bahwa Allah bersamanya dan melihatnya.Kontemplasi Nashirah; sang penempuh jalan spiritual membuka matanya dan mengarahkan pandangannya pada ujung hidungnya. Ini dilakukan sampai bagian hitam matanya sama sekali hilang (tidak terlihat), dan yang tinggal hanya bagian putihnya. Dan saat melakukan ini ia memikirkan bahwa Allah hadir dan melihat dirinya. Berbagai perasaan munafik bisa dihilangkan dengan kontemplasi ini serta kedamaian bias diraihnya.
Kontemplasi Mahmudah; dengan membuka matanya dan mengarahkan pandangannya ke tengah-tengah alis mata serta merenungkan kebesaran dan keesaan Allah.Kontemplasi Aku tidak ada, yang ada hanya Allah; dilakukan dengan dia dan merenungkan hanya untuk Allah.
Kontemplasi Mi’raj al-Arifin (kenaikan kaum arif). Di sini mesti menyadari bahwa segenap wujud yang bersifat mungkin bagaikan cermin. Dan segenap capaian mereka yang bersifat
material maupun spiritual di dalamnya tidak lain kecuali cerminan dari nama-nama dan sifat-sifat Allah swt. Seseorang mesti membayangkan seluruh alam semesta ini sebagai cermin dan melihat Allah di dalamnya dengan segenap nama dan sifat-Nya, agar ia bisa dimasukkan ke dalam orang-orang yang telah menyaksikan Allah (ahl al-musyahadah).
Kontemplasi Pendekatan (Muqarabah), Penyaksian (Musyahadah), Pengawasan (Mu’ayanah); seseorang duduk seperti salat, bersama syekhnya, merenungkan alim, sami’, bashir (Maha Mengetahui, Maha Mendengar, Maha Melihat). Kemudian mengarahkan pandangannya ke hati, lalu menutupnya. Dan lalu melihat hatinya dengan mata batin dan berpikir bahwa ia tengah menyaksikan Allah. Kemudian menengadahkan tangannya ke langit dan tetap membuka tangannya. Lalu ia membayangkan bahwa ruhnya telah meninggalkan tubuhnya dan, sambil menembus langit ia menyaksikan Allah secara bertatap-muka.
Kontemplasi atas Ayat al-Quran: “Tidakkah engkau lihat Tuhanmu?… (Al-Furqan; 45). Sesudah merenungkan ayat ini, seseorang yang sedang mengalami ekstase (puncak spiritual) mengungkapkan keadaan mentalnya dalam-bait syair: Engkaulah yang kucari, wahai kekasihku!Ke manapun kuedarkan pandangan, yang kucari hanya diri-Mu!Mataku bermaksud mencar-iMu semata,Doa ungkapkan Diri-Mu kepadaku, siapapun yang kulihat!Seribu jendela terbuka untuk melihat-Mu,Jendela mana saja yang kubuka, tujuanku hanya Diri-Mu!Kematianlah jika aku tak melihat-Mu,Jauh lebih baik aku memandang-Mu daripada mati.

Kaum sufi dalam tarekat Chisytiyyah juga merenungkan ayat-ayat al-Quran ini untuk mengosongkan sirr dan mencapai kehadiran abadi bersama Allah:…ke mana pun engkau menghadapkan wajahmu, di situ ada wajah Allah,…(Albaqarah: 115).
…Kami lebih dekat kepadanya dari urat lehernya (Qaf;:16).
Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada kamu, tetapi kamu tidak melihat (Al-Waqi’ah: 85).
…Dia bersamamu di mana pun kamu berada… (Al-Hadid: 4).
Dan juga dalam dirimu, apakah tidak kamu perhatikan? (Adzdzaariyat:21). Dan lain sebagainya.

Wafatnya

Syekh Kalimullah adalah seorang syekh berkedudukan tinggi dalam tarekat Chisytiyyah. Ia adalah khalihah dan murid syekh Yahya Madani Chisyti dan meninggal pada 1142 H/1720 M.

Ya Allah, curahkan dan limpahkanlah keridhoan atasnya dan anugerahilah kami dengan rahasia-rahasia yang Engkau simpan padanya, Amin

TAREQAT KHALWATIYAH


Syeikh Muhammad Al-Khalwati

(Tarekat Khalwatiyah)


Khalwatiyah diambil dari kata “khalwat”, yang artinya menyendiri untuk merenung. Diambilnya nama ini dikarenakan seringnya Syekh Muhammad Al-Khalwati (w. 717 H), pendiri Tarekat Khalwatiyah, melakukan khalwat di tempat-tempat sepi. Secara “nasabiyah”, Tarekat Khalwatiyah merupakan cabang dari Tarekat Az-Zahidiyah, cabang dari Al-Abhariyah, dan cabang dari As-Suhrawardiyah, yang didirikan oleh Syekh Syihabuddin Abi Hafs Umar as-Suhrawardi al-Baghdadi (539-632 H).
Tarekat Khalwatiyah berkembang secara luas di Mesir. Ia dibawa oleh Musthafa al-Bakri (lengkapnya Musthafa bin Kamaluddin bin Ali al-Bakri as-Shiddiqi), seorang penyair sufi asal Damaskus, Syiria. Ia mengambil tarekat tersebut dari gurunya yang bernama Syekh Abdul Latif bin Syekh Husamuddin al-Halabi. Karena pesatnya perkembangan tarekat ini di Mesir, tak heran jika Musthafa al-Bakri dianggap sebagai pemikir Khalwatiyah oleh para pengikutnya. Karena selain aktif menyebarkan ajaran Khalwatiyah ia juga banyak melahirkan karya sastra sufistik. Di antara karyanya yang paling terkenal adalah Tasliyat Al-Ahzan (Pelipur Duka).
Musthafa al-Bakri sejak kecil dikenal sebagai seorang zahid yang cerdas. Menurut salah satu bukunya, al-Bakri menceritakan, bahwa dirinya pernah mengalami hidup sebatang kara. Pada waktu kecil, tepatnya ketika berumur dua tahun, Ayah dan ibunya sempat bercerai. Ia kemudian tinggal bersama ayahnya setelah ibunya kawin lagi dengan lelaki lain. Al-Bakri juga menyatakan, secara geneologis, ayahnya masih memiliki nasab sampai kepada Khalifah Abu Bakar r.a. Sedangkan dari sisi ibunya, nasabnya sampai cucu Rasulullah SAW, al-Husein, putra Khalifah Sayyidina Ali bin Abi Thalib.
Hidup al-Bakri suka sekali berkeliling, terutama ke negeri-negeri yang ada di kawasan Timur Tengah. Hal itu dilakukannya tak lain guna menambah wawasan dan pengetahuan, dan belajar pada guru-guru yang dianggapnya memiliki ilmu tinggi. Dari Damaskus, kampung halamannya, ia pergi ke kota Quds di Palestina, kemudian ke Tripoli (Libanon Utara), ke kota Akka dan kemudian singgah di kota Sidon atau Shaida. Setelah menikah dengan sepupunya tahun 1141 H, ia melanjutnya perjalanannya ke Mekkah Al-Mukarramah sambil menunaikan ibadah haji. Di sana, ia banyak melakukan kontemplasi untuk memperdalam pengalaman batinnya.
Setelah tinggal beberapa lama di Mekkah, ia melanjutkan perjalannya ke Mesir. Kemudian kembali ke Quds dan Irak (Baghdad dan Basrah). Tak lama, ia kembali pergi ke Mekkah untuk berhaji yang terakhir kalinya. Tahun 1161 H, ia pergi ke Mesir dan menetap di sana hingga akhir hayatnya (1162 H).
Di Mesir inilah, ia banyak berdakwah melalui Tarekat Khalwatiyah yang diambil dari gurunya, Syekh Abdul Latif bin Husamuddin al-Halabi. Tarekat Khalwatiyah nampaknya telah banyak memberi pengaruh pada pemikiran maupun amaliyah al-Bakri sehari-hari. Sehingga dari sekitar 200 karya al-Bakri, sebagian di antaranya banyak berupa amaliyah praktis.
Ajaran dan Dzikir Tarekat KhalwatiyahDalam Tarekat Khalwatiyah dikenal adanya sebuah amalan yang disebut Al-Asma’ As-Sab’ah (tujuh nama). Yakni tujuh macam dzikir atau tujuh tingkatan jiwa yang harus dibaca oleh setiap salik.
A. Dzikir pertama adalah La ilaaha illallah (pengakuan bahwa tiada Tuhan selain Allah). Dzikir pada tingkatan jiwa pertama ini disebut an-Naf al-Ammarah (nafsu yang menuruh pada keburukan, amarah). Jiwa ini dianggap sebagai jiwa yang paling terkotor dan selalu menyuruh pemiliknya untuk melakukan perbuatan dosa dan maksiat atau buruk, seperti mencuri, bezina, membunuh, dan lain-lain.

B. Kedua, Allah (Allah). Pada tingkatan jiwa kedua ini disebut an-Nafs al-Lawwamah (jiwa yang menegur). Jiwa ini dianggap sebagai jiwa yang sudah bersih dan selalu menyuruh kebaikan-kebaikan pada pemiliknya dan menegurnya jika ada keinginan untuk melakukan perbuatan-perbuatan buruk.

C. Ketiga, Huwa (Dia). Dzikir pada tingkatan ketiga ini disebut an-Nafs al-Mulhamah (jiwa yang terilhami). Jiwa ini dianggap yang terbersih dan telah diilhami oleh Allah SWT, sehingga bisa memilih mana yang baik dan mana yang buruk.

D. Keempat, Haq (Maha Benar). Tingkatan jiwa ini disebut an-Nafs al-Muthmainnah (jiwa yang tenang). Jiwa ini selain bersih juga dianggap tenang dalam menghadapi segala problema hidup maupun guncangan jiwa lainnya.
E. Kelima, Hay (Maha Hidup). Disebut juga dzikir an-Nafs ar-Radliyah (jiwa yang ridla). Jiwa ini semakin bersih, tenang dan ridla (rela) terhadap apa yang menimpa pemiliknya, karena semua berasal dari pemberian Allah.
F. Keenam, Qayyum (Maha Jaga). Tingkatan jiwa ini disebut juga an-Nafs Mardliyah (jiwa yang diridlai). Selain jiwa ini semakin bersih, tenang, ridla terhadap semua pemberian Allah juga mendapatkan keridlaan-Nya.
G. Ketujuh, Qahhar (Maha Perkasa). Jiwa ini disebut juga an-Nafs al-Kamilah (jiwa yang sempurna). Dan inilah jiwa terakhir atau puncak jiwa yang paling sempurna dan akan terus mengalami kesempurnaan selama hidup dari pemiliknya.
Ketujuh tingkatan (dzikir) jiwa ini intinya didasarkan kepada ayat al-Qur’an. Tingkatan pertama didasarkan pada surat Yusuf ayat 53: “Sesunguhnya jiwa itu selalu menyuruh kepada keburukan”. Tingkatan kedua dari surat al-Qiyamah ayat 2: “Dan Aku tidak bersumpah dengan jiwa yang menegur”.
Tingkatan ketiga dari surat as-Syams ayat 7 dan 8: “Demi jiwa dan Yang menyempurnakannya. Allah mengilhami jiwa tersebut kejahatan dan ketakwaannya”.
Tingkatan keempat dari surat al-Fajr ayat 27: “Wahai jiwa yang tenang”.
Tingkatan kelima dan keenam dari surat al-Fajr ayat 28: “Kembalilah kepada Tuhanmu dengan keridlaan dan diridlai”.
Sementara untuk tingkatan ketujuh yang sudah sempurna, atau yang berada di atas semua jiwa, secara eksplisit tidak ada dalam al-Qur’an, karena al-Qur’an seluruhnya merupakan kesempurnaan dari semua dzikir dan jiwa pemiliknya.

Ya Allah, curahkan dan limpahkanlah keridhoan atasnya dan anugerahilah kami dengan rahasia-rahasia yang Engkau simpan padanya, Amin

TAREQAT AT-TIJANIYAH


Abul Abbas Ahmad bin Muhammad At-Tijani

(Tareqat At Tijaniyah)

Kelahiran

Abul Abbas Ahmad bin Muhammad bin al-Mukhtar at-Tijani (1737-1815 M), At-Tijani dilahirkan pada tahun 1150 H/1737 M di 'Ain Madi, bagian selatan Aljazair. Sejak umur tujuh tahun dia sudah dapat menghafal al-Quran dan giat mempelajari ilmu-ilmu keislaman lain, sehingga pada usianya yang masih muda dia sudah menjadi guru. Dia mulai bergaul dengan para sufi pada usia 21 tahun. Pada tahun 1176, dia melanjutkan belajar ke Abyad untuk beberapa tahun. Setelah itu, dia kembali ke tanah kelahirannya. Pada tahun 1181, dia meneruskan pengembaraan intelektualnya ke Tilimsan selama lima tahun.salah seorang tokoh dari gerakan "Neosufisme". Ciri dari gerakan ini ialah karena penolakannya terhadap sisi eksatik dan metafisis sufisme dan lebih menyukai pengalaman secara ketat ketentuan-ketentuan syari'at dan berupaya sekuat tenaga untuk menyatu dengan ruh Nabi Muhammad SAW sebagai ganti untuk menyatu dengan Tuhan.
Pada tahun 1186 (1772 - 1773), dia menuju Hijaz untuk menunaikan ibadah haji, dan meneruskan belajar di Makkah dan Madinah. Di dua kota Haramain ini, dia lebih banyak memfokuskan diri untuk berguru kepada banyak tokoh tarekat sufi dan mengamalkan ajarannya. Di antara tarekat yang dipelajarinya, misalnya Tarekat Qadiriyah, Thaibiyah, Khalwatiyah, dan Sammaniyah. Di Madinah dia belajar langsung kepada seorang tokoh sufi, Syekh Muhammad bin Abdul Karim as-Samman, pendiri tarekat Sammaniyah, yang mengajarinya ilmu-ilmu rahasia batin. Kemudian dari Makkah dan Madinah, dia menuju Kairo dan menetap untuk beberapa lama di sana. Pada tahun 1196 (1781 - 1782), atas saran dari seorang syekh sufi yang baru dikenalinya, dia kembali ke Tilimsan untuk mendirikan tarekat sendiri yang independen. Di sana at-Tijani mengadakan khalwat khusus, yakni memutuskan kontak dengan masyarakat sampai mendapatkan ilham (fath/kasyf).
Dalam fath yang diterimanya, dia mengaku bahwa hal itu terjadi dalam keadaan terjaga. Ketika itu, Nabi SAW mendatanginya dan memberitahukan bahwa dirinya tidaklah berhutang budi pada syekh tarekat mana pun. Karena menurut dia, Nabi sendiri-lah yang selama ini menjadi pembimbingnya dalam bertarekat. Selanjutnya, Nabi SAW menyuruh dia untuk meninggalkan segala sesuatu yang telah dipelajari sebelumnya berkenaan dengan tarekat. Bahkan dia juga diberi izin untuk mendirikan tarekat sendiri disertai wirid yang mesti diajarkan kepada masyarakat, yaitu istighfar dan shalawat yang diucapkan masing-masing sebanyak 100 kali.
Setelah kejadian itu, ia kembali ber'uzlah di padang pasir dan berdiam di oase Bu Samghun. At-Tijani tampaknya menghadapi tekanan dari kaum otorita Turki. Di tempat inilah ia menerima ilham yang terakhir (1200/1786).
Dalam fath ini Nabi SAW memberikan tambahan wirid, yaitu tahlil yang harus diucapkan sebanyak 100 kali. Nabi SAW juga mengatakan bahwa at-Tijani adalah penunggu yang akan menyelamatkan hamba Allah yang durhaka. Pada tahun 1213/1798, dia meninggalkan 'uzlahnya dari padang pasir dan pindah ke Maroko untuk memulai menjalankan misi yang lebih luas lagi, dari kota Fes.
Meskipun dia banyak bertarekat dan menjadi muqaddam khalwatiyah (at-Tijani mempunyai silsilah Khalwatiyah), tetapi pada perkembangan selanjutnya, yakni setelah menjalani hidup sufistik secara ketat dan keras, dia kemudian mendirikan tarekat yang independen, yang diyakini atas izin Nabi SAW.
Tarekat yang didirikan at-Tijani ini agak unik dan sedikit banyak berbeda dengan tarekat-tarekat lain terutama soal silsilahnya. Misalnya dari Syekh Ahmad, sang pendiri, langsung kepada Nabi SAW, melintas jarak waktu 12 abad. Begitu juga anggota tarekat ini bukan hanya tidak dibenarkan untuk memberikan bait 'ahd kepada syekh mana pun, tetapi juga melakukan dzikir untuk wali lain dan dirinya serta wali-wali dari tarekatnya. Menurut at-Tijani, Tuhan tidak menciptakan dua hati dalam hati manusia, dan oleh karenanya tak seorang pun dapat melayani dua orang mursyid sekaligus.
Lagi pula, bagaimana mungkin seorang salik akan bisa sempurna menempuh suatu jalan, sedangkan pada waktu bersamaan ia juga sedang menampuh (mengambil) jalan lain?Sejak tinggal di kota Fes ini, at-Tijani lebih berkonsentrasi pada pengembangan tarekatnya sendiri. Sebagai seorang syekh tarekat yang berpengaruh dia berkali-kali diajak oleh penguasa negeri itu untuk bergabung dalam urusan politik. Namun, dia tetap menolak. Sikapnya inilah yang membuat dia semakin disegani, dicintai, dan dihormati, baik oleh penguasa setempat maupun oleh masyarakat sekitarnya. Lebih dari itu, pihak penguasa Maulay Sulaiman, meski permintaannya ditolak, tetap memberikan berbagai hak istimewa kepadanya.
Semula tarekat yang dipimpin at-Tijani ini mendapatkan pengikut di Maghribi karena kecamannya terhadap ziarah ke makam para wali dan mawsin yang populer pada waktu itu. Namun karena perekrutan untuk menjadi muqaddam yang ditetapkan oleh at-Tijani agak longgar, misalnya dengan menunjuk sebagai muqaddam-muqaddam siapa pun yang melakukan bai'at, tanpa mengharuskan latihan selain dalam hukum dan aturan-aturan ritual, dengan tekanan utama pada ditinggalkannya semua ikatan dengan syekh-syekh lama kecuali dirinya. Sehingga setelah at-Tijani wafat, agen-agen tadi telah tersebar luas dan dengan sebuah sistem yang mendukungnya membuat dia mempunyai kekuatan penuh. Tarekat ini dengan segera menyebar luas dari Maghribi hingga Afika Barat, Mesir dan Sudan.
Aktivistas gerakan Tarekat Tijaniyah terbukti sangat positif dan militan. Seperti halnya para pengikut tarekat Qadariyah dan Syadziliyah, para murid tarekat ini berjasa menyebarluaskan Islam ke berbagai kawasan Afrika.
Menurut Coppolani, mereka menyiarkan Islam di kalangan pemeluk animisme dengan persaudaraan-persaudaraan sufi lainnya dan berada di garis terdepan dalam melakukan perlawanan terhadap ekspansi kolonialisme. Dari at-Tijani lalu diwakili oleh tokoh lainnya seperti al-Hajj Umar di Sudan Barat. Di Republik Turki, sebuah kelompok kecil penganut Tarekat Tijaniyah, adalah orang-orang muslim pertama yang secara terbuka menetang rezim sekulerisme sekitar tahun 1950.

Tarekat ini mulai masuk ke Indonesia sekitar tahun 1920-an, setelah disebarkan di Jawa Barat oleh seorang ulama pengembara kelahiran Makkah, Ali bin Abdullah at-Tayyib al-Azhari, yang telah menerima ijazah untuk mengajarkan tarekat ini dari dua orang syekh yang berbeda. Dan, pada tahun-tahun berikutnya, beberapa orang Indonesia yang belajar di Makkah menerima bai'at untuk menjadi pengikut Tarekat Tijaniyah dan mendapat ijazah untuk mengajar dari para guru yang masih aktif di sana. Ini terjadi setelah serbuan Wahabi kedua terhadap Makkah pada tahun 1824, dan kebanyakan tarekat lain tidak dapat lagi menyebarkan ajaran pengkultusan terhadap para wali, tampaknya masih dapat ditolelir.

Di Indonesia, Tijaniyah ditentang keras oleh tarekat-tarekat lain. Gugatan keras dari kalangan ulama tarekat itu dipicu oleh pernyataan bahwa para pengikut Tarekat Tijaniyah beserta keturunannya sampai tujuh generasi akan memperlakukan secara khusus pada hari kiamat, dan bahwa pahala yang diperoleh dari pembacaan Shalawat Fatih, sama dengan membaca seluruh al-Quran sebanyak 1000 kali. Lebih dari itu, para pengikut Tarekat Tijaniyah diminta untuk melepaskan afiliasinya dengan para guru tarekat lain, yang dalam pandangan syekh pesaingnya dianggap sebagai praktik bisnis yang culas. Meski demikian, tarekat ini terus berkembang, utamanya di Cirebon dan Garut (Jawa Barat), Madura dan ujung Timur pulau Jawa sebagai pusat peredarannya. Penentangan ini baru mereda ketika Jam'iyyah Ahlith-Thariqah An-Nahdliyyah menetapkan keputusan setelah memeriksa wirid dan wadzifah tarekat ini. Dan tanpa memberikan pernyataan-pernyataan ekstremnya tarekat ini bukanlah tarekat sesat, karena amalan-amalannya sesuai ajaran Islam.
Sepanjang tahun 80-an tarekat ini ngalami perkembangan yang sangat pesat, terutama di Jawa Timur. Respons terhadap perkembangan yang dicapai tarekat ini menyebabkan pecahnya kembali konflik dengan para guru dari tarekat lain. Akar konflik ini lebih tertuju kepada persaingan keras untuk mendapatkan murid dan perasaan sakit hati di kalangan sebagian guru yang kehilangan banyak murid berpindah ke Tarekat Tijaniyah.
Kepindahan murid-murid dari tarekat lain ke Tarekat Tijaniyah ini berarti hilang pula murid-murid dari tarekat lain. Karena Tarekat Tijaniyah sama sekali tidak membolehkan para pengikutinya untuk berafiliasi lagi kepada syekh tarekat yang dianut sebelumnya.*** Salahuddin
Ajaran dan Dzikir Tarekat TijaniyahSejauh ini at-Tijani tidak meninggalkan karya tulis tasawuf yang diajarkan dalam tarekatnya. Ajaran-ajaran tarekat ini hanya dapat dirujuk dalam bentuk buku-buku karya murid-muridnya, misalnya Jawahir al-Ma'ani wa Biligh al-Amani fi-Faidhi as-Syekh at-Tijani, Kasyf al-Hijab Amman Talaqqa Ma'a at-Tijani min al-Ahzab, dan As-Sirr al-Abhar fi-Aurad Ahmad at-Tijani. Dua kitab yang disebut pertama ditulis langsung oleh murid at-Tijani sendiri, dan dipakai sebagai panduan para muqaddam dalam persyaratan masuk ke dalam Tarekat Tijaniyah pada abad ke-19.
Meskipun at-Tijani menentang keras pemujaan terhadap wali pada upacara peringatan haii tertentu dan bersimpati kepada gerakan reformis kaum Wahabi, tetapi dia sendiri tidak menafikan perlunya wali (perantara) tersebut. At-Tijani sangat menekankan perlunya perantara (wali) antara Tuhan dan manusia, yang berperan sebagai wali zaman. Oleh karena itu, buku panduan Tijani kalimatnya dimulai dengan, "Segala puji bagi Allah yang telah memberikan sarana kepada segala sesuatu dan menjadikan sang Syekh perantara sarana untuk manunggal dengan Allah". Dalam hal ini, perantara itu tak lain adalah dia sendiri dan penerusnya. Dan sebagaimana tarekat-tarekat lain, tarekat ini juga menganjurkan agar anggota-anggotanya mengamalkan ajaran dengan menggambarkan wajah syekh tersebut dalam ingatan mereka, dan mengikuti seluruh nasehat syekh dengan tenang.

Tarekat Tijaniyah mempunyai wirid yang sangat sederhana dan wadhifah yang sangat mudah. Wiridnya terdiri dari Istighfar, Shalawat dan Tahlil yang masing-masing dibaca sebanyak 100 kali. Boleh dilakukan dua kali dalam sehari, setelah shalat Shubuh dan Ashar. Wadhifahnya terdiri dari Istghfar (astaghfirullah al-adzim alladzi laa ilaha illa hua al hayyu al-qayyum) sebanyak 30 kali, Shalawat Fatih (Allahumma shalli 'ala sayyidina Muhammad al-fatih lima ughliqa wa al-khatim lima sabaqa, nasir al-haqq bi al-haqq wa al-hadi ila shirat al-mustaqim wa'ala alihi haqqaqadruhu wa miqdaruh al-adzim) sebanyak 50 kali, Tahlil (La ilaaha illallah) sebanyak 100 kali, dan ditutup dengan doa Jauharatul Kamal sebanyak 12 kali.
Pembacaan wadhifah ini juga paling sedikit dua kali sehari semalam, yaitu pada sore dan malam hari, tetapi lebih afdlal dilakukan pada malam hari. Selain itu, setiap hari Jum'at membaca Hayhalah, yang terdiri dari dzikir tahlil dan Allah, Allah, setelah shalat Ashar sampai matahari terbenam. Dalam hal dzikir ini at-Tijani menekankan dzikir cepat secara berjamaah. Beberapa syarat yang ditekankan tarekat ini untuk prosesi pembacaan wirid dan wadhifah: berwudlu, bersih badan, pakaian dan tempat, menutup aurat, tidak boleh berbicara, berniat yang tegas, serta menghadap kiblat.

Satu hal yang penting dicatat dari dzikir Tarekat Tijaniyah yang membedakannya dengan tarekat-tarekat lain -- adalah bahwa tujuan dzikir dalam tarekat ini, sebagaimana dalam Tarekat Idrisiyyah, lebih menitikberatkan pada kesatuan dengan ruh Nabi SAW, bukan kemanunggalan dengan Tuhan, hal mana merupakan perubahan yang mempengaruhi landasan kehidupan mistik. Oleh karena itu, anggota tarekat ini juga menyebut tarekat mereka dengan sebutan At-Thariqah Al-Muhammadiyyah atau At-Thariqah al-Ahmadiyyah, termanya merujuk langsung kepada nama Nabi SAW. Akibatnya, jelas tarekat ini telah memunculkan implikasi yang ditandai dengan perubahan-perubahan mendadak terhadap asketisme dan lebih menekankan pada aktivitas-aktivitas praktis. Hal ini tampak sekali dalam praktik mereka yang tidak terlalu menekankan pada bimbingan yang ketat, dan penolakan atas ajaran esoterik, terutama ekstatikdan metafisis sufi.
Berikut petikan dari kitab As-sirr al-Abhar Ahmad at-Tijani yang menyangkut berbagai tata tertib, aturan dan dzikir dalam tarekat ini:
"Anda haruslah seorang muslim dewasa untuk melaksanakan awrad, sebab hal (awrad) itu adalah karya Tuhannya manusia. Anda harus meminta izin kepada orang tua sebelum mengambil thariqah, sebab ini adalah salah satu sarana untuk wushul kepada Allah. Anda harus mencari seseorang yang telah memiliki izin murni untuk mentasbihkan Anda ke dalam awrad, supaya Anda dapat behubungan baik dengan Allah.
Anda sebaiknya terhindar sepenuhnya dari awrad lain manapun selain awrad dari Syekh Anda, sebab Tuhan tidak menciptakan dua hati di dalam diri Anda. Jangan mengunjungi wali manapun, yang masih hidup maupun yang sudah meninggal, sebab tidak seorang pun dapat melayani dua mursyid sekaligus. Anda harus disiplin dan menjalankan shalat lima waktu dalam jamaah dan disiplin dalam menjalankan ketentuan-ketentuan syari'at, sebab semua itu telah ditetapkan oleh makhluk terbaik (Nabi SAW). Anda harus mencintai Syekh dan khalifahnya selama hidup Anda, sebab bagi makhluk biasa cinta semacam itu adalah sarana untuk kemanunggalan: dan jangan berfikir bahwa Anda mampu menjaga diri Anda sendiri dari Kreativitas Tuhan Semesta, sebab ini adalah salah satu ciri dari kegagalan. Anda dilarang untuk memfitnah, atau menimbulkan permusuhan terhadap Syekh Anda, sebab hal itu akan membawa kerusakan pada diri Anda. Anda dilarang berhenti untuk melantunkan awrad selama hidup Anda, sebab awrad itu mengandung misteri-misteri Sang Pencipta. Anda harus yakin bahwa Syekh mengatakan kepada Anda tentang kebijakan-kebijakan, sebab itu semua termasuk ucapan-ucapan Tuhan Yang Awal dan Yang Akhir.
Anda dilarang mengkritik segala sesuatu yang tampak aneh dalam thariqah ini, atau Penguasa Yang Adil akan mencabut Anda dari kebijak-kebijakan.
Jangan melantunkan wirid Syekh kecuali sesudah mendapat izin dan menjalani pentasbihan (talqin) yang selayaknya, sebab itu keluar dalam bentuk ujaran yang lugu. Berkumpullah bersama untuk wadhifah dan dzikir Jum'at dengan persaudaraan, sebab itu adalah penjagaan terhadap muslihat syetan. Anda dilarang membaca Jauharat al-Kamal kecuali dalam keadaan suci dari hadats, sebab Nabi SAW akan hadir dalam pembacaan ketujuh.
Jangan menginterupsi (pelantunan yang dilakukan oleh) siapa pun, khususnya oleh sesama sufi, sebab interupsi semacam itu adalah cara-cara syetan. Jangan kendur dalam wirid Anda, dan jangan pula menundanya dengan dalih apa pun atau yang lain, sebab hukuman akan jatuh kepada orang yang mengambil wirid lantas meninggalkan sama sekali atau melupakannya, dan dia akan menjadi hancur. Jangan pergi dan mengalihkan awrad tanpa izin yang layak untuk malakukan itu, sebab orang yang melakukan hal itu dan tidak bertaubat niscaya akan sampai kepada kejahatan dan kesengsaraan akan menimpanya. Anda dilarang memberitahukan wirid kepada orang lain kecuali saudara Anda dalam thariqah, sebab itu adalah salah satu pokok etika sains spiritual".

Setiap tarekat memiliki satu atau lebih doa kekuatan khusus, misalnya Hizb al-Bahr milik Tarekat Syadziliyah, Subhan ad-Daim Isawiyah, Wirid as-Sattar milik Khalwatiyah, Awrad Fathiyyah milik Hamadaniyyah, dan lain-lain. Ciri khusu dari dzikir dan wirid yang menjadi andalan milik penuh tarekat ini adalah Shalawat Fatih dan Jauharat al-Kamal. Mengenai Shalawat Fatih, at-Tijani mengatakan bahwa dirinya telah memperintahkan untuk mengucapkan doa-doa ini oleh Nabi SAW sendiri. Meskipun pendek, doa itu dianggap mengandung kebaikan dalam delapan jenis: orang yang membaca sekali, dijamin akan menerima kebahagiaan dari dua dunia; juga membaca sekali akan dapat menghapus semua dosa dan setara dengan 6000 kali semua doa untuk memuji kemuliaan Tuhan, semua dzikir dan doa, yang pendek maupun yang panjang, yang pernah dibaca di alam raya. Orang yang membacanya 10 kali, akan memperoleh pahala yang lebih besar dibanding yang patut diterima oleh sang wali yang hidup selama 10 ribu tahun tetapi tidak pernah mengucapkannya. Mengucapkannya sekali setara dengan doa seluruh malaikat, manusia, jin sejak awal penciptaan mereka sampai masa ketika doa tersebut diucapkan, dan mengucapkannya untuk yang kedua kali adalah sama dengannya (yaitu setara dengan pahala dari yang pertama) ditambah dengan pahala dari yang pertama dan yang kedua, dan seterusnya.
Tentang Jauharat al-Kamal, yang juga diajarkan oleh Nabi SAW sendiri kepada at-Tijani, para anggota tarekat ini meyakini bahwa selama pembacaan ketujuh Jauharat al-Kamal, asalkan ritual telah dilakukan sebagaimana mestinya, Nabi SAW beserta keempat sahabat atau khalifah Islam hadir memberikan kesaksian pembacaan itu. Wafatnya Nabi SAW tidaklah menjadi tirai yang menghalangi untuk selalu hadir dan dekat kepada mereka. Bagi at-Tijani dan anggota tarekatnya, tidak ada yang aneh dalam hal kedekatan ini. Sebab wafatnya Nabi SAW hanya mengandung arti bahwa dia tidak lagi dapat dilihat oleh semua manusia, meskipun dia tetap mempertahankan penampilannya sebelum dia wafat dan tetap ada di mana-mana: dan dia muncul dalam impian atau di siang hari di hadapan orang yang disukainya.
Akan tetapi kaum muslim ortodoks membantah penyataan Ahmad Tijani dan para pengikutnya yang menyangkut pengajaran Nabi SAW ini kepadanya. Sebab jika Nabi SAW secara pribadi mengajari at-Tijani rumusan-rumusan doa tertentu maka itu berarti bahwa Muhammad telah "wafat" tanpa menyampaikan secara sempurna pesan kenabiannya, dan mempercayai hal ini sama dengan tindak kekafiran, kufr.
Tentu saja, alasan kaum muslim ortodoks ini masih bisa diperdebatkan, misalnya tanpa bermaksud membela tarekat ini dengan mempertanyakan kembali, apakah betul pengajaran Nabi SAW melalui mimpi itu berarti mengurangi kesempurnaan kenabiannya? Bukankah substansi dari pengajaran itu lebih tertuju kepada perintah bershalawat yang masih dalam bingkai pesan kenabian (syari'at), dan bukan merupakan hal yang baru? Bukankah Nabi SAW pernah bersabda bahwa mimpi seorang mukmin seperempat puluh enam dari kenabian? Menyangkut pahala pembacaannya, bukankah rahmat dan anugerah Allah yang tak terhingga akan tercurahkan kepada umat Islam yang senantiasa mewiridkan shalawat kepada sang hamba paripurna, kekasih dan pujaan-Nya, Muhammad Rasulullah SAW?.
Wafatnya
Sheikh At-Tijani di kota Fes dia diterima baik oleh penguasa Maulay Sulaiman dan tetap tinggal di sana sampai wafatnya pada 22 September 1815 M, dalam usia 80 tahun.

Ya Allah, curahkan dan limpahkanlah keridhoan atasnya dan anugerahilah kami dengan rahasia-rahasia yang Engkau simpan padanya, Amin

TAREQAT ALAWIYAH - HADDADIYAH



Imam Ahmad bin Isa al-Muhajir


(Tareqat Alawiyah-Haddadiyah)


Kelahiran

Nama lengkapnya Imam Alawi bin Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir , seorang tokoh sufi terkemuka asal Hadhramat pada abad ke-17 M. Namun dalam perkembangannya kemudian, Tarekat Alawiyyah dikenal juga dengan Tarekat Haddadiyah, yang dinisbatkan kepada Sayyid Abdullah bin Alwi al-Haddad, selaku generasi penerusnya. Sementara nama “Alawiyyah” berasal dari Imam Alawi bin Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir.
Silsilah Imam Ahmad bin Isa al-MuhajirImam Ahmad bin Isa al-Muhajir (selanjutnya Imam Ahmad) adalah keturunan Nabi Muhammad SAW melalui garis Husein bin Sayyidina Ali bin Abi Thalib atau Fathimah Azzahra binti Rasulullah SAW. Ia lahir di Basrah, Irak, pada tahun 260 H. Ayahnya, Isa bin Muhammad, sudah lama dikenal sebagai orang yang memiliki disiplin tinggi dalam beribadah dan berpengetahuan luas. Mula-mula keluarga Isa bin Muhammad tinggal di Madinah, namun karena berbagai pergolakan politik, ia kemudian hijrah ke Basrah dan Hadhramaut. Sejak kecil hingga dewasanya Imam Ahmad sendiri lebih banyak ditempa oleh ayahnya dalam soal spiritual. Sehingga kelak ia terkenal sebagai tokoh sufi. Bahkan oleh kebanyakan para ulama pada masanya, Imam Ahmad dinyatakan sebagai tokoh yang tinggi hal-nya (keadaan ruhaniah seorang sufi selama melakukan proses perjalanan menuju Allah—red).
Selain itu, Imam Ahmad juga dikenal sebagai seorang saudagar kaya di Irak. Tapi semua harta kekayaan yang dimilikinya tak pernah membuat Imam Ahmad berhenti untuk beribadah, berdakwah, dan berbuat amal shaleh. Sebaliknya, semakin ia kaya semakin intens pula aktivitas keruhanian dan sosialnya.

Selama di Basrah, Imam Ahmad sering sekali dihadapkan pada kehidupan yang tak menentu. Misalnya oleh berbagai pertikaian politik dan munculnya badai kedhaliman dan khurafat. Sadar bahwa kehidupan dan gerak dakwahnya tak kondusif di Basrah, pada tahun 317 H Imam Ahmad lalu memutuskan diri untuk berhijrah ke kota Hijaz. Dalam perjalanan hijrahnya ini, Imam Ahmad ditemani oleh istrinya, Syarifah Zainab binti Abdullah bin al-Hasan bin Ali al-Uraidhi, dan putra terkecilnya, Abdullah. Dan setelah itu ia kemudian hijrah ke Hadhramaut dan menetap di sana sampai akhir hayatnya.

Tapi dalam sebuah riwayat lain disebutkan, sewaktu Imam Ahmad tinggal di Madinah Al-Munawarrah, ia pernah menghadapi pergolakan politik yang tak kalah hebat dengan yang terjadi di kota Basrah. Pada saat itu, tepatnya tahun 317 H, Mekkah mendapat serangan sengit dari kaum Qaramithah yang mengakibatkan diambilnya Hajar Aswad dari sisi Ka’bah. Sehingga pada tahun 318 H, tatkala Imam Ahmad menunaikan ibadah haji, ia sama sekali tidak mencium Hajar Aswad kecuali hanya mengusap tempatnya saja dengan tangan. Barulah setelah itu, ia pergi menuju Hadhramaut.

Tarekat Alawiyyah berbeda dengan tarekat sufi lain pada umumnya. Perbedaan itu, misalnya, terletak dari praktiknya yang tidak menekankan segi-segi riyadlah (olah ruhani) dan kezuhudan, melainkan lebih menekankan pada amal, akhlak, dan beberapa wirid serta dzikir ringan.
Sehingga wirid dan dzikir ini dapat dengan mudah dipraktikkan oleh siapa saja meski tanpa dibimbing oleh seorang mursyid. Ada dua wirid yang diajarkannya, yakni Wirid Al-Lathif dan Ratib Al-Haddad. Juga dapat dikatakan, bahwa tarekat ini merupakan jalan tengah antara Tarekat Syadziliyah [yang menekankan riyadlah qulub (olah hati) dan batiniah] dan Tarekat Al-Ghazaliyah.
Tarekat Alawiyyah merupakan salah satu tarekat mu’tabarah dari 41 tarekat yang ada di dunia. Tarekat ini berasal dari Hadhramaut, Yaman Selatan dan tersebar hingga ke berbagai negara, seperti Afrika, India, dan Asia Tenggara (termasuk Indonesia). Tarekat Alawiyyah, secara umum, adalah tarekat yang dikaitkan dengan kaum Alawiyyin atau lebih dikenal sebagai saadah atau kaum sayyid – keturunan Nabi Muhammad SAW – yang merupakan lapisan paling atas dalam strata masyarakat Hadhrami. Karena itu, pada masa-masa awal tarekat ini didirikan, pengikut Tarekat Alawiyyah kebanyakan dari kaum sayyid (kaum Hadhrami), atau kaum Ba Alawi, dan setelah itu diikuti oleh berbagai lapisan masyarakat muslim lain dari non-Hadhrami.
Tarekat Alawiyyah juga boleh dikatakan memiliki kekhasan tersendiri dalam pengamalan wirid dan dzikir bagi para pengikutnya. Yakni tidak adanya keharusan bagi para murid untuk terlebih dahulu diba’iat atau ditalqin atau mendapatkan khirqah jika ingin mengamalkan tarekat ini. Dengan kata lain ajaran Tarekat Alawiyyah boleh diikuti oleh siapa saja tanpa harus berguru sekalipun kepada mursyidnya. Demikian pula, dalam pengamalan ajaran dzikir dan wiridnya, Tarekat Alawiyyah termasuk cukup ringan, karena tarekat ini hanya menekankan segi-segi amaliah dan akhlak (tasawuf ‘amali, akhlaqi). Sementara dalam tarekat lain, biasanya cenderung melibatkankan riyadlah-riyadlah secara fisik dan kezuhudan ketat.
Oleh karena itu dalam perkembangan lebih lanjut, terutama semasa Syekh Abdullah al-Haddad – Tarekat Alawiyyah yang diperbaharui – tarekat ini memiliki jumlah pengikut yang cukup banyak seperti di Indonesia. Bahkan dari waktu ke waktu jumlah pengikutnya terus bertambah seiring dengan perkembangan zaman. Tarekat Alawiyyah memiliki dua cabang besar dengan jumlah pengikut yang juga sama banyak, yakni Tarekat ‘Aidarusiyyah dan Tarekat ‘Aththahisiyyah.
Awal Perkembangan Tarekat AlawiyyahTonggak perkembangan Tarekat Alawiyyah dimulai pada masa Muhammad bin Ali, atau yang akrab dikenal dengan panggilan Al-Faqih al-Muqaddam (seorang ahli agama yang terpandang) pada abad ke-6 dan ke-7 H. Pada masanya, kota Hadhramaut kemudian lebih dikenal dan mengalami puncak kemasyhurannya. Muhammad bin Ali adalah seorang ulama besar yang memiliki kelebihan pengetahuan bidang agama secara mumpuni, di antaranya soal fiqih dan tasawuf. Di samping itu, konon ia pun memiliki pengalaman spiritual tinggi hingga ke Maqam al-Quthbiyyah (puncak maqam kaum sufi) maupun khirqah shufiyyah (legalitas kesufian).
Mengenai keadaan spiritual Muhammad bin Ali ini, al-Khatib pernah menggambarkan sebagai berikut: (“Pada suatu hari, Al-Faqih al-Muqaddam tenggelam dalam lautan Asma, Sifat dan Dzat Yang Suci”). Pada hikayat ke-24, para syekh meriwayatkan bahwa syekh syuyukh kita, Al-Faqih al-Muqaddam, pada akhirnya hidupnya tidak makan dan tidak minum. Semua yang ada di hadapannya sirna dan yang ada hanya Allah. Dalam keadaan fana’ seperti ini datang Khidir dan lainnya mengatakan kepadanya: “Segala sesuatu yang mempunyai nafs (ruh) akan merasakan mati .” Dia mengatakan, “Aku tidak mempunyai nafs.” Dikatakan lagi, “Semua yang berada di atasnya (dunia) akan musnah.” Dia menjawab, “Aku tidak berada di atasnya.” Dia mengatakan lagi, “Segala sesuatu akan hancur kecuali wajah-Nya (Dia).” Dia menjawab, “Aku bagian dari cahaya wajah-Nya.” Setelah keadaan fana’-nya berlangsung lama, lalu para putranya memintanya untuk makan walaupun sesuap. Menjelang akhir hayatnya, Al- mereka memaksakan untuk memasukkan makanan ke dalam perutnya. Dan setelah makanan tersebut masuk mereka mendengar suara (hatif). “Kalian telah bosan kepadanya, sedang kami menerimanya. Seandainya kalian biarkan dia tidak makan, maka dia akan tetap bersama kalian.”

Setelah wafatnya Muhammad bin Ali, perjalanan Tarekat Alawiyyah lalu dikembangkan oleh para syekh. Di antaranya ada empat syekh yang cukup terkenal, yaitu Syekh Abd al-Rahman al-Saqqaf (739), Syekh Umar al-Muhdhar bin Abd al-Rahman al-Saqqaf (833 H), Syekh Abdullah al-‘Aidarus bin Abu Bakar bin Abd al-Rahman al-Saqqaf (880 H), dan Syekh Abu Bakar al-Sakran (821 H). Selama masa para syekh ini, dalam sejarah Ba Alawi, di kemudian hari ternyata telah banyak mewarnai terhadap perkembangan tarekat itu sendiri. Dan secara umum, hal ini bisa dilihat dari ciri-ciri melalui para tokoh maupun berbagai ajarannya dari masa para imam hingga masa syekh di Hadhramaut.

Yaitu adanya suatu tradisi pemikiran yang berlangsung dengan tetap mempertahankan beberapa ajaran para salaf mereka dari kalangan tokoh Alawi, seperti Al-Quthbaniyyah, dan sebutan Imam Ali sebagai Al-Washiy, atau keterikatan daur sejarah Alawi dan Ba Alawi. Termasuk masalah wasiat dari Rasulullah untuk Imam Ali sebagai pengganti Nabi Muhammad SAW.Kedua, adanya sikap elastis terhadap pemikiran yang berkembang yang mempermudah kelompok ini untuk membaur dengan masyarakatnya, serta mendapatkan status sosial yang terhormat hingga mudah mempengaruhi warna pemikiran masyarakat.Ketiga, berkembangnya tradisi para sufi kalangan khawwash (elite), seperti al-jam’u, al-farq, al-fana’ bahkan al-wahdah, sebagaimana yang dialami oleh Muhammad bin Ali (Al-Faqih al-Muqaddam) dan Syekh Abd al-Rahman al-Saqqaf.Keempat, dalam Tarekat Alawiyyah, berkembang suatu usaha pembaharuan dalam mengembalikan tradisi tarekat sebagai Thariqah (suatu madzhab kesufian yang dilakukan oleh seorang tokoh sufi) hingga mampu menghilangkan formalitas yang kaku dalam tradisi tokoh para sufi.Kelima, bila pada para tokoh sufi, seperti Hasan al-Bashri dengan zuhd-nya, Rabi’ah al-Adawiyah dengan mahabbah dan al-isyq al-Ilahi-nya, Abu Yazid al-Busthami dengan fana’-nya, al-Hallaj dengan wahdah al-wujud-nya, maka para tokoh Tarekat Alawiyyah, selain memiliki kelebihan-kelebihan itu, juga dikenal dengan al-khumul dan al-faqru-nya. Al-khumul berarti membebaskan seseorang dari sikap riya’ dan ‘ujub, yang juga merupakan bagian dari zuhud. Adapun al-faqru adalah suatu sikap yang secara vertikal penempatan diri seseorang sebagai hamba di hadapan Khaliq (Allah) sebagai zat yang Ghani (Maha Kaya) dan makhluk sebagai hamba-hamba yang fuqara, yang selalu membutuhkan nikmat-Nya. Secara horizontal, sikap tersebut dipahami dalam pengertian komunal bahwa rahmat Tuhan akan diberikan bila seseorang mempunyai kepedulian terhadap kaum fakir miskin.
Penghayatan ajaran tauhid seperti ini menjadukan kehidupan mereka tidak bisa dilepaskan dari kaum kelas bawah maupun kaum tertindas (mustadl’afin). Syekh Abd al-Rahman al-Saqqaf misalnya, selama itu dikenal dengan kaum fuqara-nya, sedangkan istri Muhammad bin Ali terkenal dengan dengan ummul fuqara-nya.
Syekh Abdullah al-Haddad dan Tarekat AlawiyyahNama lengkapnya Syekh Abdullah bin Alwi al-Haddad atau Syekh Abdullah al-Haddad. Dalam sejarah Tarekat Alawiyyah, nama al-Haddad ini tidak bisa dipisahkan, karena dialah yang banyak memberikan pemikiran baru tentang pengembangan ajaran tarekat ini di masa-masa mendatang. Ia lahir di Tarim, Hadhramaut pada 5 Safar 1044 H. Ayahnya, Sayyid Alwi bin Muhammad al-Haddad, dikenal sebagai seorang yang saleh. Al-Haddad sendiri lahir dan besar di kota Tarim dan lebih banyak diasuh oleh ibunya, Syarifah Salma, seorang ahli ma’rifah dan wilayah (kewalian).
Peranan al-Haddad dalam mempopulerkan Tarekat Alawiyyah ke seluruh penjuru dunia memang tidak kecil, sehingga kelak tarekat ini dikenal juga dengan nama Tarekat Haddadiyyah. Peran al-Haddad itu misalnya, ia di antaranya telah memberikan dasar-dasar pengertian Tarekat Alawiyyah. Ia mengatakan, bahwa Tarekat Alawiyyah adalah Thariqah Ashhab al-Yamin, atau tarekatnya orang-orang yang menghabiskan waktunya untuk ingat dan selalu taat pada Allah dan menjaganya dengan hal-hal baik yang bersifat ukhrawi. Dalam hal suluk, al-Haddad membaginya ke dalam dua bagian.
Pertama, kelompok khashshah (khusus), yaitu bagi mereka yang sudah sampai pada tingkat muhajadah, mengosongkan diri baik lahir maupun batin dari selain Allah di samping membersihkan diri dari segala perangai tak terpuji hingga sekecil-kecilnya dan menghiasi diri dengan perbuatan-perbuatan terpuji. Kedua, kelompok ‘ammah (umum), yakni mereka yang baru memulai perjalanannya dengan mengamalkan serangkaian perintah-perintah as-Sunnah. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa Tarekat Alawiyyah adalah tarekat ‘ammah, atau sebagai jembatan awal menuju tarekat khashshah.
Karena itu, semua ajaran salaf Ba Alawi menekankan adanya hubungan seorang syekh (musryid), perhatian seksama dengan ajarannya, dan membina batin dengan ibadah. Amal shaleh dalam ajaran tarekat ini juga sangat ditekankan, dan untuk itu diperlukan suatu tarekat yang ajarannya mudah dipahami oleh masyarakat awam.
Al-Haddad juga mengajarkan bahwa hidup itu adalah safar (sebuah perjalanan menuju Tuhan). Safar adalah siyahah ruhaniyyah (perjalanan rekreatif yang bersifat ruhani), perjalanan yang dilakukan untuk melawan hawa nafsu dan sebagai media pendidikan moral. Oleh karena itu, di dalam safar ini, para musafir setidaknya membutuhkan empat hal. Pertama, ilmu yang akan membantu untuk membuat strategi, kedua, sikap wara’ yang dapat mencegahnya dari perbuatan haram. Ketiga, semangat yang menopangnya. Keempat, moralitas yang baik yang menjaganya.

Ya Allah, curahkan dan limpahkanlah keridhoan atasnya dan anugerahilah kami dengan rahasia-rahasia yang Engkau simpan padanya, Amin

ABU HASAN AL ASY'ARI


Abu Hasan Al-Asy‘ari
The Real Theology Adventurer

Dengan wajah sayu, lelaki paruh baya itu melangkah gontai ke masjid jamik Basrah ‘tuk menghadiri Salat Jumat. Wajahnya tidak dapat menyembunyikan gejolak batin yang sedang menderanya. Lima belas hari sudah ia menyendiri di rumahnya yang sederhana. Usai pelaksanaan salat, dengan langkah tegap penuh keyakinan, ia menaiki mimbar masjid. Ia pandangi seluruh penjuru masjid, lalu dengan lantang ia berkata, “aku bertobat atas apa yang telah aku yakini selama ini. Dan, aku nyatakan keluar dari Mu‘tazilah seperti halnya aku lepas baju ini!” serentak ia mencopot baju yang ia kenakan. Kontan seluruh hadirin kaget. Betapa tidak, lelaki yang berdiri di depan mereka itulah yang digadang-gadang menjadi salah satu generasi emas kelompok Mu‘tazilah (Rasionalis) kala itu. Tak pelak, keputusan mengejutkan ini menjadi topik hangat setiap pembicaraan di seluruh sudut kota Basrah. Penduduk Basrah pun mulai mencoba mereka-reka alasan lelaki itu hengkang dari kelompok ini. Mereka semua mafhum kalau sejak kecil, ia memang dipersiapkan untuk membentengi kelompok rasionalis ini. Tak ada yang mengira kalau lelaki hebat ini kelak justru menyerang dan membleteti ajaran-ajaran kelompok yang membesarkannya.

Keturunan Abu Musa al-Asy‘ari

Lelaki yang bernama lengkap Ali bin Ismail bin Ishaq bin Salim bin Ismail bin Abdillah bin Musa bin Bilal bin Abi Burdah bin Abi Musa al-Asy‘ari ini dilahirkan di Basrah pada tahun 260 H.
Namanya dinisbatkan pada Abu Musa al-Asy‘ari, seorang Sahabat Nabi yang juga salah satu juru runding kubu Ali bin Abi Thalib dalam perundingan Ali-Muawiyah usai perang Shiffin.
Sejak kecil, ia memang dikenal cerdas dan terampil. Pada awalnya, ia adalah pengikut setia aliran Mu‘tazilah. Ia berguru pada Abu Ali al-Jubba’i, seorang pemimpin Mu‘tazilah di Basrah. Ia mempelajari aliran ini hingga mencapai tingkatan atas dalam mengkaji ajarannya. Hingga tak jarang ia menggantikan guru-gurunya untuk memberi ceramah dan menghadiri perdebatan-perdebatan ilmiah. Pada masa itu ia banyak mengarang kitab yang membela dan mem-back-up ajaran Mu‘tazilah. Aktifitas itu ia lakukan hingga umur 40 tahun.
Untuk membekali ilmu agamanya, ia belajar fikh pada Abu Ishaq al-Marwazi. Yang kelak gurunya ini belajar Ilmu Kalam kepadanya.
Spekulasi Perpindahan dari Mu‘tazilah

Setelah 40 tahun menganut aliran Mu‘tazilah, ia akhirnya hengkang dari kelompok itu. Banyak kalangan yang mulai menebak-nebak alasan al-Asy‘ari. Ada beberapa opini publik yang mengemuka kala itu tentang alasan al-Asy‘ari menarik diri dari Mu‘tazilah. Di antaranya, 1) beliau bermimpi bertemu Nabi Muhammad saw. Dalam mimpinya Nabi memerintahkannya untuk kembali ke aliran yang sesuai dengan sunnah Nabi; 2) al-Asy‘ari tidak puas terhadap jawaban dan penjelasan gurunya, al-Jubba’i, dalam berbagai perdebatan tentang masalah keagamaan; 3) dia menilai bahwa ajaran Mu‘tazilah tidak dapat diterima oleh mayoritas umat Islam yang cenderung memilih sederhana dalam pemikiran; 4) al-Asy‘ari kalah bersaing dengan Abu Hasyim (putra al-Jubba’i) untuk menggantikan posisi al-Jubba’i sebagai tokoh Mu‘tazilah di Basrah.

Keilmuannya Setelah Beralih Madzhab

Setelah mengubah jalur akidahnya, ia mulai mengajar di masjid jamik Basrah. Tak hanya mengajar, ia juga menjawab semua permasalahan akidah yang datang dari berbagai pelosok daerah. Ia juga kembali menulis beberapa kitab. Sebanyak 55 judul kitab yang sudah ia karang. Semua karangannya ia kupas tuntas dalam kitabnya, al-Amd. Ia juga membantah teori-teori Aristoteles dalam kitabnya al-Samâ’ wa al-‘Âlam.
Lewat beberapa kitabnya, ia menentang tokoh-tokoh Mu‘tazilah seperti al-Jubba’i, al-Balkhi, al-Iskafi, Abi al-Hazil, Abi Hasyim, Wara’, dan lainnya. Bahkan ia mengarang kitab yang mengkritik dirinya sendiri ketika masih beraliran Mu‘tazilah.
Selain itu, Ia juga dikenal sebagai seorang sejarawan tentang perkembangan akidah Islam. Kemampuannya dalam mengurai sejarah bisa dilihat dalam kitabnya, Maqâlât al-Islâmîyîn. Yang cukup mengagumkan, ia juga seorang yang punya kemampuan di bidang fikih. Karya fikihnya antara lain, al-Qiyâs dan al-Ijtihâd. Ia juga meluangkan waktunya untuk mengarang tafsir yang konon ia karang ketika masih beraliran Mu‘tazilah. Dia sering berdebat melawan ulama-ulama Mu‘tazilah mengenai teori-teori Mu‘tazilah. Dalam berdebat, ia menggunakan senjata yang digunakan Mu‘tazilah, yaitu akal (rasio). Satu pendekatan ilmiah yang tidak disukai madzhab Hanbali. Jika melihat arah pemikirannya, sejatinya ia mengambil jalan moderat antara dua sisi ekstrem; Mu‘tazilah dan pengikut Ahmad bin Hanbal.
Bahkan dalam satu kesempatan, ia mengaku sebagai pengikut setia Ibnu Hanbal. Dalam salah satu tulisannya, ia berkata, “Ucapan kami yang terucapkan dan agama yang kami anut berpegang teguh pada Kitabullah, sunnah Nabi-Nya, riwayat Sahabat, Tabi’in, dan ahli Hadis. Kami sangat memegang teguh hal-hal tersebut, serta apa yang disampaikan Ibnu Hanbal. Orang-orang yang menentang pendapatnya menjauh, karena dia adalah imam yang memiliki kelebihan, kesempurnaan, dan diberi kebenaran oleh Allah ketika muncul kesesatan”

Pokok-Pokok Pemikiran Al-Asy‘ari

1.Membenarkan teori Mu‘tazilah tentang berbagai istilah dalam al-Quran seperti Yadul-lâh dan Wajhul-lâh yang menurutnya tidak harus digambarkan bahwa Allah memiliki tangan dan wajah.
2.Menentang Mu‘tazilah yang berpendapat bahwa al-Quran adalah makhluk. Al-Asy‘ari sendiri dengan lantang menegaskan kalau kalamullah itu qadîm. Dengan menyodorkan dalil naqlî dan ‘aqlî dalam kitabnya, al-Luma‘ fî al-Radd ‘alâ Ahl al-Ziyâgh wa al-bida‘ dan al-Ibânah ‘an Ushûl al-Diyânah.
3.Menentang Mu‘tazilah yang berpandangan bahwa manusia bebas melakukan perbuatan yang diinginkannya (Jabariah/Fatalisme). Sedangkan menurutnya, semua perbuatan baik dan buruk bergantung kepada kehendak Allah yang menciptakan semua perbuatan hamba-Nya.
4.Menentang Mu‘tazilah yang berpendapat bahwa orang Islam yang melakukan dosa besar tidak lagi mukmin dan juga bukan orang kafir. Menurut al-Asy‘ari, ia berada di tengah-tengah antara keduanya. Artinya, Ia tetap muslim tapi diancam dengan siksa neraka.
5.Dalam pandangan al-Asy‘ari, akal tidak memiliki kedudukan seperti yang diyakini Mu‘tazilah. Kelompok ini berpendapat bahwa kekuatan akal sanggup membedakan antara hal yang baik dan yang buruk. Sedangkan menurutnya, wahyu adalah satu-satunya perangkat untuk mengetahui Allah dan syariat-Nya. Akal hanya berguna untuk mengetahui saja, tidak lebih.

Penganut Ajarannya

Pemikiran-pemikiran al-Asy‘ari banyak diterima oleh semua lapisan umat Islam, karena sederhana dan tidak terpengaruh filsafat. Perkembangan alirannya sangat pesat. Hal itu disebabkan dukungan dari pemerintah dinasti Abbasyiah. Terutama pada masa kekuasaan al-Mutawakkil. Kemampuan al-Asy‘ari dalam mempertahankan pendapatnya dari serangan lawan juga membantu penyebaran ajarannya.
Pengikut al-Asy‘ari (lebih dikenal dengan sebutan al-Asyâ‘irah) mengalami tekanan keras pada zaman Buwayhi yang menganut Mu‘tazilah dan Syi‘ah. Namun, dengan kedatangan Bani Saljuk, komunitas ini kembali mendapat dukungan kuat dari pemerintah. Salah satunya dukungan dari menteri yang terkenal kala itu, Nizham al-Mulk (1063-1092). Pendapat-pendapat al-Asy‘ari banyak mendapat dukungan dari tokoh-tokoh besar Islam semisal, al-Ghazali, Abu Bakar Muhammad al-Baqillani, al-Isfirayaini, al-Qusyairi, al-Juwaini, dan as-Sanusi. Bahkan, dalam Ihya’, al-Ghazali menulis, “Jika anda mendapati kata ahlussunnah wal Jamaah, maka yang dimaksud adalah pengikut al-Asy‘ari dan al-Maturidi.”

Wafat

Setelah berjuang keras mempertahankan pendapat-pendapatnya, akhirnya pada tahun 324 H, ia meninggal dunia dan dimakamkan di Baghdad. Pusaranya berdekatan dengan pusara Imam Ahmad. Setelah meninggal, banyak yang memperdebatkan perihal mazhab fikihnya. Tapi dalam kitab al-Thabaqât ditegaskan bahwa al-Asy‘ari adalah bermadzhab Syafii.

Ya Allah, curahkan dan limpahkanlah keridhoan atasnya dan anugerahilah kami dengan rahasia-rahasia yang Engkau simpan padanya, Amin

6/13/2009

ROBI'ATUL ADAWIYAH - HOLY WOMAN FROM IRAQ.


ROBIATUL ADAWIYAH
THE WOMEN SUFI

Born

She was born between 95 and 99 Hijri in Basra, Iraq. Much of her early life is narrated by Farid al-Din Attar. Farid al-Din Attar, a later Sufi saint and poet, used earlier sources. Rabia herself did not leave any written works.She was the fourth daughter of her family and therefore named Rabia, meaning "fourth". She was born free in a poor but respected family.According to Farid al-Din Attar, Rabia's parents were so poor that there was no oil in house to light a lamp, nor a cloth even to wrap her with. Her mother asked her husband to borrow some oil from a neighbor, but he had resolved in his life never to ask for anything from anyone except the Creator. He pretended to go to the neighbor's door and returned home empty-handed.

In the night Prophet Muhammad appeared to him in a dream and told him, "Your newly born daughter is a favorite of the Lord, and shall lead many Muslims to the right path. You should approach the Amir of Basra and present him with a letter in which should be written this message: 'You offer Durood to the Holy Prophet one hundred times every night and four hundred times every Thursday night. However, since you failed to observe the rule last Thursday, as a penalty you must pay the bearer four hundred dinars '.

Rabia's father got up and went straight to the Amir with tears of joy rolling down his cheeks. The Amir was delighted on receiving the message, knowing that he was in the eyes of Prophet. He distributed 1000 dinars to the poor and joyously paid 400 dinars to Rabia's father. The Amir then asked Rabia's father to come to him whenever he required anything, as the Amir would benefit very much by the visit of such a soul dear to the Lord.After the death of her father a famine overtook Basra and Rabia parted from her sisters. Legend has it that she was accompanying a caravan, which fell into the hands of robbers. The chief of the robbers took Rabia captive, and sold her in the market as a slave. The new master of Rabia used to take hard service from her.She would pass the whole night in prayer, after she had finished her household jobs. She spent many of her days observing fast.

Once the master of the house got up in the middle of the night, and was attracted by the pathetic voice in which Rabia was praying to her Lord. She was entreating in these terms: "Lord! You know well that my keen desire is to carry out Your commandments and to serve Thee with all my heart, O light of my eyes. If I were free I would pass the whole day and night in prayers. But what should I do when you have made me a slave of a human being?"
At once the master felt that it was sacrilegious to keep such a saint in his service. He decided to serve her instead. In the morning he called her and told her his decision; he would serve her and she should dwell there as the mistress of the house. If she insisted on leaving the house he was willing to free her from bondage.She told him that she was willing to leave the house to carry on her worship in solitude. This the master granted and she left the house.

1. On the night Hadhrat Rabiah (rahmatullah alayha) was born, the house was in complete darkness. Her father was unable to buy even oil for the lamp on account of his poverty. There was no garments to wrap the new born babe. She was the fourth daughter hence was named Rabiah (i.e. the fourth). Her mother asked her father (Rabiah's father) to go to a neighbour for some oil. Rabiah's father had vowed never to ask anything from anyone. However, to satisfy his wife, he went to the neighbour's house, knocked on the door and came away before anyone opened it. On his return, he told his wife that the door was not opened. Grief-stricken he fell asleep. In a dream he saw Rasulullah telling him: "Do not grieve, this girl born to you is exceptionally fortunate and holy. By her intercession 70,000 people of my Ummah will be forgiven. Go to the governor of Basrah and convey to him this message written on a page:"Every night you recite 100 Durood on me and on Friday night 400 times. Last Friday night you forget to recite the Durood. As a compensation for this omission give this person 400 dinars."Rabiah's father woke up crying. He wrote out the message and went to meet the governor. He handed the letter to a guard. When the governor read the letter he was moved by the fact that Rasulullah had remembered him. He ordered 10,000 dirhams to be given to the poor as a token of gratitude. He went out to meet Rabiah's father. After presenting him with the 400 dinars, he said: "In future whatever your needs are, come to me without any hesitation."
2. After she came of age, her parents passed away. There was a great famine in Basrah. The sisters were separated. A cruel man abducted her. He enslaved her and finally sold her cheaply. All day long she worked for her master and spend the night in ibaadat. One night her master woke up and heard her supplicating. When he went to investigate he saw a lamp miraculously hanging in mid-air above her lighting up the entire room. She was saying: "O Allah! You know that my heart's desire is to serve You, and the light of my eyes is in Your service. Since You have subjected me to be in the service of people, I am late for Your service."Rabiah's master resolved to set her free. In the morning, he emancipated her and said: "You are free to go. If you choose to stay here, you are welcome. However, then I shall serve you." Taking permission she departed to spend her time in the ibaadat of Allah Ta'ala.
3. Once while she was in the service of her master she was sent on an errand. Along the way a man accosted her. In fright she fled, slipped and broke her hand. Praying to Allah Ta'ala she cried: "O Allah! I am forlorn, without mother and father. Now my hand too is broken. But I do not care for these calamities if You are pleased with me. Are You pleased or displeased with me?"A voice called to her: "On the Day of Qiyaamah even the Muqarrab (very close) Angels will envy your rank."
4. Daily she performed a thousand raka'ts Nafl Salaat.
5. When she went for Hajj she took along an emaciated donkey on which was loaded her few belongings. The ass died along the journey. The people accompanying her offered to carry her belongings, but she refused, saying: "Proceed! I did not come relying on you." The caravan continued, leaving her behind. With her perfect trust in Allah Ta'ala she supplicated for His aid. Even before completing her dua, the donkey came to life. Rabiah continued her journey and reached Makkah Muazzamah.
6. Rabiah in her yearning for Allah, prayed to be shown His Vision. A Voice said to her:"If you desire Me, I shall reveal a manifestation (Tajalli) of Myself and in a moment you will be reduced to ash."Rabiah said: "O Allah! I lack the power for Your Tajalli. I wish for the rank of Faqr (i.e. an extremely lofty spiritual status of divine proximity)."
The Voice said: "O Rabiah! Faqr is the famine of My Wrath. We have reserved it exclusively for those Men (Auliyaa) who have completely reached Us. There remains not even the distance of a hair between them and Us. At that juncture, We rebuff them and distance them from Our Proximity. In spite of his, they do not lose hope in Us. They again commence their journey towards Us. While this is their condition, you are still wrapped in the veils of time. As long as you are with the folds of these veils and have not entered into Our Path with a true heart, it is improper for you to even mention Faqr."The Voice then commanded Rabiah to lift her gaze towards the heaven. As she complied, she observed a vast rolling ocean of blood suspended in space. The Voice said:"This is the ocean of blood of tears of My Lovers who are lost in My Absorption. This is their first stage (in their journey to reach Allah)."
7. Once, Rabiah overcome with tiredness, fell asleep. A thief entered and took her shawl, but he was unable to find his way out. When he replaced the shawl, he saw the exit. Again he took the shawl and lost the way. He replaced the shawl and saw the way out. He repeated this process several times. Then he heard someone saying:"Why bring a calamity on yourself? She whose shawl this is, has handed herself over to another Being. Even Shaitaan cannot approach her. A thief is not able to steal her shawl. Leave it and depart."
8. Once when Rabiah was on a mountain, the wild beasts of the jungle gathered around her and stared at her in wonder. Coincidentally, Hadhrat Hasan Basri appeared on the scene. All the animals scattered and disappeared into the jungle. In surprise he said: "The animals fled when they saw me. Why did they stay with you?" Rabiah asked: "What did you eat today?" Hasan Basri: "Meat and bread." Rabiah: "When you have eaten meat, why should they not flee?"
9. It was said to Rabiah: "Hadhrat Hasan says that if on the Day of Qiyaamah he is deprived of Allah's Vision for even a moment, he will lament so much that the inmates of Jannat will take pity on him." Rabiah said: "True, but this claim is appropriate for only a person who does not forget Allah Ta'ala here on earth for a single moment."
10. People asked: "Why do you not take a husband?"Rabiah responded: "I am saddled with three concerns. If you remove these worries from me, I shall take a husband. One: Tell me, will I die with Imaan? Two: On the Day of Qiyaamah will my Record of Deeds be given in my right or left hand? Three: On the Day of Qiyaamah will I be among the people of the right side or the left side?" The people said that they were unable to give her assurances regarding these issues. She said: "A woman who has these fears has no desire for a husband."
11. She was asked: "From whence have you come and whither are you going?" Rabiah said: "I came from that world and I am returning to that world." The People asked: "What are you doing in this world?" Rabiah let out a cry of lament. They asked: "Why are you lamenting?" Rabiah said: "I obtain my rizq from that world while I am doing the work of this world."
12. When asked for the cause of her constant crying, Rabiah said: "I fear separation from Allah Ta'ala. I fear that at the time of maut I may be rebuffed and it be announced: "You do not deserve to be in Our Presence."
13. She was asked: "When is Allah pleased with a person?" Rabiah replied: "When he expresses gratitude for the effort (on His Path) just as he expresses gratitude for bounties."
14. Rabiah said: "As long as Allah Ta'ala does not grant the taufeeq, a person will not be able to repent for sins. (Thus, sincere repentance indicates acceptance of the taubah.)
15. "As long as man's heart is not alert, his other limbs cannot find the path of Allah. An alert heart is a heart lost in divine absorption. Such a heart is not in need of the aid of other limbs. This stage is called Fana (annihilation)."
16. "Only verbal istighfaar is the act of liars. When a vain person makes taubah, he should again make taubah (for the sin of vanity)."
17. Once Rabiah kept seven fasts and spent the entire night in Ibaadat. On the seventh day someone presented her a bowl of milk. When she went to fetch the lamp, a cat came and drank the milk. She decided to break fast with water. When she brought a cup of water, the lamp was extinguished. As she lifted the cup, it slipped and broke. She drew a sigh and said: "O Allah! What are You doing to me?" A Voice said: "O Rabiah! If you desire the bounties of the world, We shall bestow it to you, but then We shall remove Our love from your heart. Our love and worldly bounties cannot coexist in one heart." Henceforth, Rabiah severed all her worldly hopes and her attitude was like that of a person in his death throes. Each morning she supplicated: "O Allah! Keep me engrossed in You and do not allow the people of the world to divert me."
18. Once when Hadhrat Hasan Basri went to visit Hadhrat Rabiah, he found one of the wealthy and prominent citizens of Basrah standing with a bag of money, weeping at her door. On enquiring, he said: "I have brought this gift for Rabiah. I know she will refuse it, hence, I am crying. Do intercede for me. Perhaps she will accept it." Hasan Basri went inside and delivered the message. Rabiah said: "Since I have recognized Allah, I have renounced the world. I am not aware of its source–whether halaal or haraam?"
19. Maalik Bin Dinaar went to visit Rabiah. He found in her home only a partly broken jug which she used for wudhu and drinking water; a very old straw-mat on which she slept and a brick which she used as a pillow. Maalik Bin Dinaar said: "I have many affluent friends. Shall I ask them to bring some items for you?"Rabiah said: "O Maalik! Is my Provider, your Provider and the provider of the wealthy not the same Being?" Maalik said: "Yes." Rabiah: "What, has He forgotten about the needs of the poor on account of their poverty while he remembers the needs of the wealthy?" Maalik Bin Dinaar: "It is not so." Rabiah: "When He never forgets anyone, why should we remind Him? He has wished this condition for me and I am pleased with it because it is His pleasure."
20. Rabiah supplicated: "O Allah! My duty and my desire on earth are Your remembrance and in the Aakhirah, Your Vision. You are the Master." "O Allah! Maintain the presence (i.e. concentration) of my heart or accept my ibaadat devoid of concentration."
21. When her time to depart from earth was near, the illustrious Mashaa-ikh gathered by her. She said: "Go away and leave place for the Angels." They all went out and closed the door. While they were waiting outside, they heard from within a voice reciting:"O Soul at Rest! Return to your Rabb."For a long while thereafter there was silence. When they went inside they discovered that Rabiah's soul had taken flight from this world and had reached Allah.
22. In a dream someone asked her: "What transpired when Munkar and Nakier came to You?" Rabiah said: "When they asked me: "Who is your Rabb?", I said: "Go back! Say to Allah: When You had never forgotten this weak woman despite Your remembrance of entire creation, how can she forget You when on earth You were her only remembrance? Why do you send Angels to question her?"
23. Muhammad Aslam Toosi and Nu'maa Tartoosi (rahmatullah alayhima) stood at her grave side. One of them said:"O Rabiah! During your lifetime you made bold and audacious claims of having renounced the world. Tell us, what has transpired now with you?" From inside the grave, Hadhrat Rabiah (rahmatullah alayha) spoke:"May Allah grant me barkat in what I have seen and am seeing (i.e. of the wonders of the spiritual realm)."

Rabia went into the desert to pray and became an ascetic. Her murshid was Hazrat Hassan Basri.Throughout her life, her Love of God, poverty and self-denial did not waver. They were her constant companions. She did not possess much other than a broken jug, a rush mat and a brick, which she used as a pillow. She spent all night in prayer and contemplation, chiding herself if she slept because it took her away from her active Love of God.As her fame grew she had many disciples. She also had discussions with many of the renowned religious people of her time. Though she had many offers of marriage, and (tradition has it) one even from the Amir of Basra, she refused them as she had no time in her life for anything other than God.More interesting than her absolute asceticism, however, is the actual concept of Divine Love that Rabia introduced. She was the first to introduce the idea that God should be loved for God's own sake, not out of fear—as earlier Sufis had done.She taught that repentance was a gift from God because no one could repent unless God had already accepted him and given him this gift of repentance. She taught that sinners must fear the punishment they deserved for their sins, but she also offered such sinners far more hope of Paradise than most other ascetics did. For herself, she held to a higher ideal, worshipping God neither from fear of Hell nor from hope of Paradise, for she saw such self-interest as unworthy of God's servants; emotions like fear and hope were like veils—i.e. hindrances to the vision of God Himself.She prayed: "O Allah! If I worship You for fear of Hell, burn me in Hell,and if I worship You in hope of Paradise, exclude me from Paradise.But if I worship You for Your Own sake,grudge me not Your everlasting Beauty.”
Rabia was in her early to mid eighties when she died, having followed the mystic Way to the end. She believed she was continually united with her Beloved. As she told her Sufi friends, "My Beloved is always with me" She died in Jerusalem in 185 AH. See Zirkali, al-A`lam, vol. 3, p 10, col 1, who quotes ibn Khalikan as his source.
She was the one who first set forth the doctrine of Divine Love[citation needed] and who is widely considered to be the most important of the early Sufi poets[citation needed]. The definitive work on her life and writing was a small treatise (written as a Master's Thesis) over 50 years ago by Margaret Smith.Much of the poetry that is attributed to her is of unknown origin. After a life of hardship she spontaneously achieved a state of self-realization. When asked by Sheikh Hasan al-Basri how she discovered the secret, she responded by stating:"You know of the how, but I know of the how-less." One of the many myths that swirl around her life is that she was freed from slavery because her master saw her praying while surrounded by light, realized that she was a saint and feared for his life if he continued to keep her as a slave.While she apparently received many marriage offers (including a proposal from Hasan al-Basri himself), she remained celibate and died of old age, an ascetic, her only care from the disciples who followed her. She was the first in a long line of female Sufi mystics.

One day, she was seen running through the streets of Basra carrying a torch in one hand and a bucket of water in the other. When asked what she was doing, she said: "I want to put out the fires of Hell, and burn down the rewards of Paradise. They block the way to God. I do not want to worship from fear of punishment or for the promise of reward, but simply for the love of God."At one occasion she was asked if she hated Satan. Hazrat Rabia replied: "My love to God has so possessed me that no place remains for loving or hating any save Him." When Hazrat Rabia Basri would not come to attend the sermons of Hazrat Hasan Basri, he would deliver no discourse that day. People in the audience asked him why he did that. He replied: "The syrup that is held by the vessels meant for the elephants cannot be contained in the vessels meant for the ants." Once Hazrat Rabia was on her way to Makka, and when half-way there she saw the Ka'ba coming to meet her. She said, "It is the Lord of the house whom I need, what have I to do with the house? I need to meet with Him Who said, 'Who approaches Me by a span's length I will approach him by the length of a cubit.' The Ka'ba which I see has no power over me; what joy does the beauty of the Ka'ba bring to me?".At the same time the great Sufi Saint Hazrat Ibrahim bin Adham arrived at the Ka'ba, but he did not see it. He had spent fourteen years making his way to the Ka'ba, because in every place of prayer he performed two rakats. Hazrat Ibrahim bin Adham said, "Alas! What has happened? It maybe that some injury has overtaken my eyes." An unseen voice said to him, "No harm has befallen your eyes, but the Ka'ba has gone to meet a woman, who is approaching this place." Ibrahim Adham responded, "O indeed, who is this?" He ran and saw Rabia arriving, and that the Ka'ba was back in its own place. When Ibrahim saw that, he said, "O Rabia, what is this disturbance and trouble and burden which you have brought into the world?" She replied, "I have not brought disturbance into the world. It is you who have disturbed the world, because you delayed fourteen years in arriving at the Ka'ba." He said, "Yes I have spent fourteen years in crossing the desert (because I was engaged) in prayer." Rabia said, "You traversed it in ritual prayer (Salat) but with personal supplication." Then, having performed the pilgrimage, she returned to Basra and occupied herself with works of devotion. One day Hazrat Hasan Basri saw Hazrat Rabia near a lake. He threw his prayer rug on top of the water and said, "Rabia come! Let us pray two rakats here." She replied, "Hasan, when you are showing off your spiritual goods in the worldly market, it should be things which your fellow men cannot display." Then she threw her prayer rug into the air and flew up onto it by saying, "Come up here, Hasan, where people can see us." Then she said, "Hasan, what you did fishes can do, and what I did flies can do. But the real business is outside these tricks. One must apply oneself to the real business."
Pass away the of Robi'Atul Adawiyah.
Hit to pass away there is two opinion that is year 135 H / 752M or year 185 H / 801 M. expecting him to strength have religious service, Robi'Ah ever place the winding sheet its unlimbering wait side his when he sholat. When it is the time for Robi’Ah have to leave the transient world of this,She sign by hand to be previous people out,people await, nowadays one after another let the that robi’ah alone.And than, they hear the voice from within room;chamber of robi'ah,“Yaa nafsul muthmainnah. Irji’i Ila robbika” A few moments later;then no more voice heard from room;chamber robi’ah. They then open that room's door and get the Robi’Ah have come home.It is said afterwards there is dreaming to see the Robi'Ah, To it asked,“How thou face the Munkar and Nakir, hi Robi'Ah ?” Robi’Ah reply, “ that angel come to me and your asked,”Who The infinite?”. I said,”Go to your The infinite and tell the Him,”amongbetween thousands of existing creature, thou Don'T forget a weak old woman. I only own Thou in a world of wide, have never forgotten to Mu, but whether Thou deliver the courier of simply asking “ your Who The infinite” to me.

BIRTH OF A BIG AULIYA FROM LAND TABARISTAN


Sheikh Abdul Qodir r.a


Birth.


Asy Sheikh Abdul Qodir r.a borne in Jilan in cloistered town of Tabaristan in the year 471 masehi. Its baby hood is he milk do not want to in day time of month;moon Romadhon, as conservancy of Allah SWT for nya. He is Abu Syaikh Muhyiddin Abu Muhammad Abdul Qodir bin of Saleh Jank Dausat bin Abi Abdillah bi Yahya Az Zahid bin Muhammad bin of David of bin of Mozes of bin Abdulah Al-Mahd bin Hasan Al Mutsanna Ibnul Hasan of As Sibth bin Ali bin Abi Tholib of husband of Siti Fatimah Binti Muhammad Rasululloh SAW Syaikh sufi Syaikh Sihabuddin Umar As-Sahrawardi in buku ‘ Awarif Al-Ma’Arif chapter 21 history, “ Among all moslem scholar there is asking to Syaikh Abdul Qadir ‘ Why thou marry the ?’. Beliau reply, ‘ I do not own the intention to marry until Rasulullah SAW say to me, “ Marrying thou”. from Syaikh Abdul Qadir that beliau have said, “ I have wanted the just wife at one time only I do not wish to marry because partying to to pass the time. Finally I bear with till Allah bestow 4 wife to me matching with my desire”. Ibnu Najjar in buku of tarikhnya history that he have heard the Syaikh Abdul Qadir say the, “ My kids there is 49 people, 27 among other things is man and other of woman.” Al-Jaba’i History, Syaikh Abdul Qadir say, “ If anakku born, I raise a hand the mengendongnya as great as saying, “ this is mayit”. Later;Then I release it from my heart. Until of if he die hence the mentioned do not influence me “. Al-Jaba’i History also that its child is goodness of man and also woman there is dying at the time of He is teaching, and he do not discontinue the schedule instruction. Beliau remain to climb for its chair and teach, whereas worker bath the dead body is bathing its child. After finishing dead body the child brought to majlisnya and beliau descend later;then shalat. Abu Al-Hafid of Izza Abdul Mughist bin Harb Al-Baghdadi and the other say ” We ordinary attend [in] ceremony of Syeh Abdul Qodir in his ribath in Baghdad.
Generally attending ceremony beliau [is] all Syaikh Iraq among other things ; Syaikh Alibin Hiti, Baqa Bin Bathu’, Dusty [of] Sa’Id Al-Qailawi, Mozes of Bin Mahin , Abu Najibassahrawardi, Abu Umar, Utsman Al Qursyi, Makarim Al-Akbar, Mathar, Jaakir, Khalifah, Shidqah, Yahya Murtasyi, Ad-Diya Ibrahim al-Juwaini, Abu Abdulah Muhammad al-Qazwaini, and still a lot of again hereinafter click [in] siniAbu Ustman, Umar Ak-Batiahi, Qadib Al- Baan, Abul Abas Ahmad Al-Yamani, Abu Abas Ahmad Al-Qazwaini therewith its pupil is David which always execute the Shalat fardhu in Makkah, Abu Abdulah Muhammad Al-Khas, Abu Umar, Ustman Al-Iraqi As-Syauki, what it is said represent the one or the other of Rijal Ghaib …. and others. In a condition Spiritual of[is the Syaikh say “ This my feet back of each;every Sponsor”. So hear the of direct Syeh Ali ASL-HITI awaken and place the feet of Syeh Abdul Qodir Al-Jailani in its shoulder. So also with other;dissimilar, them have dragged out its shoulder to execute the mentioned. Syaikh Abdullah Al-Ashbahani Al-Qamari Al-Jabali say, “ One night enlightened [by] my month;moon get all dweller of Lebanon mountain [is] gathering [is] later;then flown to Iraq group for the shake of group. I'am also enquire to my friend representing one or the other from them about its cause, he/she reply the, “ Khidir Ace”, Commanding us to visit upon the Baghdad and face a Quthb.” “ the Whom Quthb ?” “ Syaikh Abdul Qadir ra.”, its reply. Later;Then I request to it to be permitted to [by] follow with [it]. Shahabatku grant my application and akupun go with [his/its] cut away on the air. A few moment later we arrive at the Baghdad and akupun see all the dweller Jabal have marched before the Syaikh. Its Leader call the the Syaikh with the title Tuanku. Beliau give the comand to them later;then order the them to return. Hence merekapun flown to place from the beginning. I say to my friend, “ and quickly it[him] all of you execute what commanded [by] beliau have never confessed to see before this”. “ You my,” reply my friend. “ How us [do] not execute that comand to one who say, “ this kakiku [in] back [of] each;every Allah sponsor”. We have been commanded in honour of and adhere [it]’”. Karamah of The Syaikh. All moslem scholar and all syaikh praise and idolize [it] and also very taking care of [of] manner [of] when residing in majlisnya.Pupil of Syaikh Abdul Qadir [is] not counted [by] to the number of, them [is] happy people who [in] world and [in] eternity. [Do] not seorangpun from them passing away except in a state of ask apology and 7 generation from first pupil of incoming nya of heaven. Al-Jaba’I say that Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani also say to it, “ sleep and develop;build the ku have been arranged”. At one time, in dadaku arise the strong desire to converse. So its strength until I feel choked otherwise converse. And when conversing, I cannot discontinue [it]. At that moment there [is] two or three one who listen my word. Later;Then they inform what I say to people, and merekapun berduyun-duyun visit upon me [in] mosque of Chapter Al-Halbah. Because [do] not enable again, I [is] carried over [by] a down town and encircled with the lamp. People remain to come between two lights and hence wax;candle and torch and fulfill the the place. Later;Then I [is] brought [by] a town exit and placed [in] a mushalla. But people remain to come to me, by riding horse, camel even ass and take possession of the place [of] around ku. That moment attend about 70 people [of] all sponsor of Radhiallahu anhum. Moment there [is] enquiring to beliau Syeh Abdul Qodir Al-Jailani RA ” When thou know that the dirimu [is] Allah sponsor” hence beliau reply “ I have age [to] 10 year [of] when seeing all angel walk beside my moment go to the school/ madrasah. And at arrival over there all the angel say “ Give the road;street for Allah Sponsor” until I sit. Have one day somebody pass before and he/she hear all angel tell the [the] mentioned .
He enquire to one or the other the angel “ there [is] what with this Moppet ?” The Angel say “ This have been destined from Baitul Asyrof ( house most mulia-Arsy). Beliau Bekata “ This Child will become the the big noise . He/She have been given [by] the award which cannot refuse of, opened [by] hijabnya, and have been drawn near”. Fourty year later;then newly I know that the the people [is] one or the other [of] Abdal at that moment. History from Syaikh Abdullah An-Najjar bahwasanya Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani have said the moment knocked over [by] various heavy temptation, “ If a lot of temptation befalling myself, I lie down above land (of) and say, ‘ In fact hereafter adversity there [is] amenity. Real hereafter adversity there [is] victory’. And when I develop;build various mentioned burden have gone dariku”. moment Beliau know that to claim the science [is] law [is] obliged to its, and represent the drug for ill soul, beliau intend to master [it]. Hence beliau go to all imam and all Syaikh sufi to learn the ushul and furu’ until beliau master all that. [Among/Between] its teachers in the field of ushul and furu’ fiqhiyah [is] Ash Wafa’ Ali Bin ‘ Aqiil Al Hambali, Dusty [of] Khitab Makfudz Al-Kalwadzaani Al-Hambali, Abu Hasan Muhammad bin Qadhi [of] Ya’La Muhammad bin Al-Husain bin Muhamad ibnu Fara’ Al-Hambali, Al-Qadhi Abi Sa’Id- Al Mubaarok Al-Machzuumi Al Hambali. Later;Then beliau learn civil ( sastra) from Zakariyah Yahya bin Ali At-Tabrizi. Syaikh Abdullah Al-Jaba’I history that Syaikh Abdul Qadir tell a story to it, “ at one time arise the strong desire at heart to go out from Baghdad [of] because its fertility [is] libel which grow the. Akupun take the catatankku and drape [it] [in] my shoulder later;then [go] to the Chapter Al-Halbah to leave the Baghdad [go] to the desert. Sudden I hear a voice say to me, “ will to manakah thou ?”. And a motivation making me fallen down. Later;Then voice that return to say, “ return the, people will get the benefit from your existence “. “ [is] care the ku with the creature of[is other;dissimilar , I go out for the shake of my religion safety” my reply. The voice return to say the, “ kembaliilah and thou will get the your religion safety”‘. Abu Abbas Al-Khidir Al-Huasini Al-Moushuli tell a story, “ at one particular my day witness the Dusty khalifah Al-Mustanjid Billah [of] Dusty Mudzafar Yusuf bin of Abdullah Muhammad Al-Abbasi visit upon the Syaikh Abdul Qadir”.: “ I wish something from karamah”. his hope to the Syaikh “ What thou wish ?”. Ask him. : “ I wish a incoming apple from nature ghaib.” While at that moment is not apple season. Syaikh Abdul Qadir raise a hand [his/its] into the air and sudden in [his] arms there are two apple. One of the second [of] the apple passed to [by] khalifah. Later;Then beliau split the apple [of] exist in tangnnya hence see the aromatic and fresh white kernel. The khalifah also [do/conduct] the same thing to apple passed to, in the reality [is] secretory the than the kernel [is] worm and stink.: “ What its intention this?” Ask khalifah.: “ Apple of exist in your hand [is] holded by hand one who brutal therefore as which thou witness, secretory [is] worm. While [is] this one holded by secretory sponsor hand so that [is] good”. Abu Su’Ud Al-Harimi history at one particular day in year 521 Abu Mudzafar Al-Hasan bin Na’Im of a merchant come faceing the Syaikh Hammad Ad-Dabbas and say, “ I have prepared a caravan bringing merchandise for the price of 700 diner to go to the Syam.” “ If thou leave in this year hence thou of terbunah and all your estae will be hijacked”. Word of[is the Syaikh.The merchant itupun come home with the sorrowful feeling. in the middle of transportation;journey he meet the Syaikh Abdul Qadir – what at the time its age still be young- and narrate what told [by] Syaikh Hammad to it. Syaikh Abdul Qadir say to it, “ Leave in this year thou will go and come home safely and get the big advantage. Akulah becoming its guarantee”. The merchant even also go to Syam.
Over there its goods is saleable at the price of 1000 diner. When will come home, he go to toilet ( will throw away the intention) in place [common/ public] bath. He place its money [is] above toilet and forget to bring [it] return. A few moment later, he [is] attacked to [by] feel the sleepness and fallen asleep. In its sleep [is] he see impressing he [is] residing in in caravan entourage. Sudden come the robber groan the the caravan and kill every person who is [in] in that caravan. He/She see the x'self cutting sword [in] desert. Moment [of] that's he [is] develop;builded with the breath panted and get the blood secondhand and feel the pain of effect [of] of tebasan sword [in] its neck. He/She later;then remember its money [is] which [is] [is] left behind [in] toilet. Hence return he there and discover its money still be intact stay put. After taking the money [is] he return to Baghdad. In liver he say, “ If I face the Syaikh Hammad beforehand, hence older beliau. If me of real menghdap Syaikh Abdul Qadir [of] real correct word beliaulah.” He set mind on to meet the Syaikh Hammad beforehand. Sesampai [in] market Sulthan, he come in contact with the Syaikh Hammad Ad-Dabbas and direct Syaikh Hammad say to it, “ Meet The Syaikh Abdul Qadir beforehand. He/She [is] people loved [by] the Allah. 17 times he/she pray the dirimu request to Allah so that Allah make killing of thou [is] only changed in a state of dream, and loss of your estae [is] which is because of your error also [is] only happened in dream”. Later;Then he visit upon the Syaikh Abdul Qadir. Before he say something, Syaikh Abdul Qadir say to it beforehand, “ Syaikh Hammad have said to you that I request the thou to Allah of[is seven of compassion multiply. For the shake of Allah supremacy, real [is] I request the thou to Allah seven compassion multiply, later;then seven compassion multiply, later;then seven compassion multiply, until altogether amount to seventy times so that Allah make all that [is] destined [by] Him happened [by] for dirimu [in] real nature, ( killed and estae loss) – [is] only happened in dream.

Tausiyah I.

With reference to fiqh Syaikh Abdul Qadir say the, “ tafaqquh ( become a which is the expert in religious problem), newly berkontemplasi / khalwat / uzlah. who did Goods have [is] religious service [to] to Allah without religion knowledge hence damage for him[s [is] bigger than [at] kemaslahatan. Ambilah of your Lamp syari’at The infinite in [doing/conducting] what thou know hence He/She will bequeath to the science and something that [of] thou [do] not know deciding the cause of. Cut loose from people and from sleep, hence He/She will award the kezuhudan at heart. People will see your husk and adabmu . become one who decide everything except He cutting loose from other and causality, because partying to to extinguish the your lamp nya. kontemplation ( uzlah) 40 day for the The infinite of your hence source hikmah in kalbumu will shine from your tongue. Moment [of] that's he will see the fire of Al-Haq SWT, as Mozes see [it]. He/She will see the fire from its liver tree say to their/his self, to its passion atmosphere, devil, its character, and causality and also eksistensinya, “ yours tinggalah here, in fact I see the fire .. ( Thaha : 10). whispering in liver, I [is] your The infinite, curtsey I. Thou don't demean to besides Me. Thou don't drape the x'self [of] besides I. Recognize I and take care other. My Gapailah and break with besides I. Ask to Ku and take care other. Come to My science to near by -Ku, My sultanate and empire”. After the meeting have, happen what ought to be happened [by] that is He/She SWT have berfirman to His slave, “ Hijab have been disclosed, kekeruhan have been eliminated, soul have been made calm and Iust have weak”. Later;Then come a comand, “ Go to Fir’Aun. Wahai Kalbu, return the thou to atmosphere Iust and last devil guide the them to -Ku, their tunjuki walke to -Ku. Tell to them, “ Follow I, I will show to all of you real correct road;street”. He/She will always stay in the condition jointed ( wushul), [is] later;then broken, jointed again and re-broken, newly [is] later;then non-stoped to joint ( wushul). With reference to Ismullah Al-A’Dham beliau Syaikh Abdul Qadir say the, “ Ismullah Al- A’Dham [is] ( word / lafadz) Allah. Just only the word will generate the effect [of] if thou tell [it] with the empty liver from everything besides Allah. secretory Word Bismilah from all ‘ equivalent wisdom with the word kun ( jadilah) from Allah. This Word ( Lafadz Allah) eliminating sorrow, removing grief, eliminating painfulness, this word light embosom the. Allah SWT excel the anything, looking miracle, His strength [is] immense high. Allah represent the supervisor [of] all slave, liver watcher, All Powerful and The Most Force The ( Qaahir Jabaarah) What The most Megetahui of den defect and also visible forceps, nothing that [is] occult the than -Nya. who did Goods deliver its life for the Allah of SWT hence he stay in the Allah custody. who did Goods love the Allah, hence only visible Allah in the eyes of [his/its]. who did Goods walk the Allah road;street hence he will until to Allah, and whosoever which can reach the Allah hence he will live in the Allah upbringing ( Kanfillah) . who did Goods long the Allah will be non-stoped with Allah. who did Goods leave the bustle, passing the time [his/its] with Allah hence he [is] knocking at Allah door, searching protection to Allah and bertawakal to Allah. Allah said, “ Wahai [of] all manipulator, return to Allah. All this ( result of them) paying attention to namaKu [in] transient daarul’ ( dunia) , and surely waiting [in] daarul baqa’ ( akhirat) . If all this happened [in] daarul mihnah ( place of[is full (of) temptation) and surely waiting [in] daarul ni’mah ( place which is full (of) ni’mat). This [is] namaKu and thou have reached the My door front, how if my hijab disclose for the mu of. This only namaKu and thou have been called. How if shown before those who stay in the condition musyahadah ( penyaksian) and go out to sea the meeting shown before them.” A pecinta as a bird. He/She will not sleep [in] tree but hum loved, exhaled [by] contiguity in their chest so that homesick them [of] Their God. Remember I ( ALLAH) with the surrenderness and x'self delivery hence I will remember all of you with the best choice. Its clarification [is] who did firman Allah,”Barang [is] bertawakal to Allah undoubtedly He/She will perform [a] for him[s way out”. Remember I am with the longing and love hence I will remember all of you incircuit ( al-washl) and contiguity ( al-qurbah) . Remember I fully gratitude and praise hence I will remember all of you with the reciprocation and reward. Remember I pleadingly ampunan hence I will remember all of you by ampunan. Remember I by do’a ( permohonan) hence I will remember all of you with the gift ( award). Remember I am with the request hence I will remember all of you with the grant. Remember I am without have forgotten hence I of mengningat all of you without breaking. Remember I am with the sorrow hence I will remember all of you with the dignity. Remember I intentionally hence I will remember all of you with the benefit. Remember I by tanashul hence I will remember all of you by tafadhul. Remember I candidly hence I will remember all of you with the safety ( khalas). Remember I am with the liver hence I will remember all of you by removing sorrow. Remember I am with the tongue hence I will remember all of you with the security. Remember I am with the x'self delivery hence I will remember all of you with the amenity. Remember I pleadingly forgiveness hence I will remember all of you with the blessing and ampunan. Remember I am with the belief hence I will remember all of you with the heaven. Remember I am with the Islam hence I will remember all of you with the dignity. Remember I am with the liver hence I will remember all of you with the screen disclosure / hijab. Remember me.

Tausiyah II.

With reference to human being, Syaikh Abdul Qadir say, “ how amazing human being, and how respecting hikmah of is The Creator. If he do not follow the its passion atmosphere hence he will govern with the mind. If not because of its character complication hence he will be inundated [by] various meaning. He is storage money-box of place save of various mystery secret, he also represent the light basin at one blow fearful darkness. He/She which soul in it screen formed ofly various inscrutable source is which is the beauty of in each;every its element is shown ahead of angel”. Said of Allah Ta’Ala, “ We Have glorify the Adam offspring ( in the ceremony .. and We regard . special the them with mind”. This represent the signal that human being come from Allah, The The most Know visible and den defect. Each;Every Godlike rock residing in for boat Al-Ilm bring the late pearl from reality ocean to complete the radiation of Nuur AL-YAQIN. The Ship sail with the puff of soul wind to contention field. The Sultan ( akal) which is there are in it awaken, each other look out on and each other attack with the Atmosphere sultan [in] its chest field. At that moment Iust to represent the special army for sultan of atmosphere and soul [is] army of elite of mind Sultan. [Is] later;then heard [by] rallying call, “ Wahai of Allah Horse run and army of Allah munculah, and also go forward here wahai of atmosphere sultan.” All wishing its party victory and all wishing its opponent drubbing”. At that moment taufiq ( good view [of] Allah) with the His observation Eye to all sponsor- saying to both parties on behalf of Allah, “ who did Goods [is] I support, hence victory for him[s. And who did goods [is] I help, hence bliss [in] world and eternity for him[s. Later;Then I will not leave taking with my any person who consort until he sit [in] chair Ash-Shidq “. Your contradiction to x'self lust represent the dissociation form/ tajrid, even pengesaan Allah. The Deed transmit the His longing ray into liver [of] each;every ‘ wisdom till the liver [shall] no longger be permeable [of] enjoyment [of] besides. The deed also non-stoped inflame the liver till to His love dale. And walke to Allah will not can be gone through [by] except additionally [is] seriousness. Togetherness with the -Nya will not be reachable except by breaking estae and avoid the human being for the shake of eternity. Will not reach the the condition except overbearingly world and its contents. A His view to you have enough [so that/ to be] thou leave all that there [is]. A His leering look to you have meaned a lot of [so that/ to be] thou leave the world. Wahai Fulan [of] if hatimu have bersih , thou will execute the Allah comand. If thou see into fikiran [of] all ‘ wise, hence thou will find the its Creator light shine from their sirr. Know, all equivalent sponsor with the special faction all sulthan, people ‘ wise as belief people [of] all King. And hereafter a sponsor experience of its beloved [is] testimonial, hence he have [is] entitled to experience of its[his] bitter [is] condition budala’ ( transofrmasi). Wahai Anakku, special people eye will not look into the world and will not be got taken by its shimmer. They comprehend the firman of[is The Lover, “ And this world Life none other than deceptive easiness”. Anakku, devil will come into the liver [of] [through/ passing] recuring [it] delicacy and will defect to chest [of] [through/ passing] self-satisfy by illed temperament [of] lust later;then he will deceive the slave by pursuing world. those who [is] conscious the than falling asleep of mind, making clear condition spiritualnya by pursuing contiguity with its The infinite, and by civilized go to The The most [Count/Calculate], and berlomba-lomba walk to [go] to the eternity and also introspect what ought to ditingalkan in x'self. Because sesunguhnya world [is] sojourn place [of] whereas, and kiyamat closer. Later;Then Syaikh Abdul Qadir say : When we assure disclosed for us curtain, And if not because of downright word, Will not be upraised [of] hijab. Syaikh Abdul Wahab history, “ at one time ayahku ( Syaikh Abdul Qadir) suffering pain which hard very. We have gathered [in] around, weeping. That moment [is] beliau [is] awaking x'self. Later;Then conscious beliau and say, “ Don'T weep because me will not die because Yahya there (be) still [in] backbone and I have to [release] [it] to world”, At that time we estimate its utterance because of illness. Some times later;then beliau heal and marry a later Habsyi bear the Yahya ( youngest child [of] beliau). And newly pass away the llama after the occurence”. : “ Luruhlah from creature with the Allah law, from your passion atmosphere by order of Allah and from your desire with the Allah deed. That Moment [is] thou have come to the basin for ‘ ilm Allah”. Later;Then indication keluruhanmu from creature [is] breaking thou nya from them and desist to hope by what [in] their hand. While indication keluruhanmu from dirimu and atmosphere nafusmu [is] ketidak depend [by] mu to cause in getting benefit and refuse the danger. All that is [is] on motion less dirimu [of] olehmu , [do] not lean on what thou own and yield to your passion but delivering all that to better Allah to arrange [it]. sign Keluruhanmu from ambition [is] only Allah which thou wish. Even Allah deed emit a stream of in dirimu of organ moment kept quiet immobile, calm rohmu, spacious dadamu, and ketidak-butuhanmu to everything. Thou shuffled through by destiny hand, called by oral [of] Al-Azal..(Keabadian), taught by experienced all God. He/She [is] weared to dirimu from His light, the awarding of thou domicile all former science expert. Hence thou will always melt, [there] no ambition in dirimu [of] except will;desire ( iradah) Allah. Moment [of] that's thou attached to you creation and ke-supranatural-an, so that [in] level lahiriah [of] all that seen to come from dirimu, though its reality ( in your knowledge) [the] mentioned come from Allah deed. This [is] other start. And thou moment find the iradah in big dirimu progressively, hence thou have reached the kebersamaan(wushul) with Godlike.
Do’A – prayer of Shaikh Abdul Qodir. Syaikh Abdul Wahab and Syaikh Abd Rahman have story, “ ordinary word [of] beliau utilize in majlisnya [is], ‘ Alhambulillahir Robbil Aalamiin, Alhamdulullahi Rabbil Aalamiin, Alhamdulillahi Rabbil Alamiin as much His creation and as heavy as ‘ arsyNya, as heavy as His keridhaan x'self, as much kalamNya and culminate His knowledge and all that Thou desire. I testify that tdak there [is] God is besides Allah, owner of empire and praise owner, animating and killing. He/She The most Live and have never died. [In] His hand all benefaction and He/She in command for everything. [There] no assistant, [there] no minister, [there] no benefactor. Single the most He/She are childless and also whelped, [do] not own the physical form which can be beautified, [there] no esensi which can be beautified, [do] not also own the ‘ ardh, so that perfect ketidak earn the dinisbatkan to Nya. He/She [do] not own the minister and [do] not also own the ally which equivalent ke-Agungannya with the Nya or follow to participate to what creating of. Nothing that [is] of equal with the Nya and He/She The most Hear. And I testify that Muhammad [is] His courier, His lover selected [by] Him from His creature, and delegated the Rasulnya by bringing guide ( real correct Al-Qur’an) religion And to winning of for all religion, although people musyrik frown upon. Yes Allah Overflow the ridhoMu to Dusty Imam Burn the Ash-Shidiq which its pennon flag high, sturdy with the reality, placed [in] position khalifah of[is the Enamoured, coming from respectable family, what its name join by the name of beliau SAW as well as to Imam of Abi Haffash Umar bin Khatab which is a few/little fancying a lot of doing a good deed, ignore to fear, what its decision [is] agreed by Al-Qur’An and Sunah. And to Dusty Imam Dzun-Nurain [of] Amru Utsman bin Affan and also to Warrior and holy maiden husband, cousin of Rasulullah SAW, the unsheathed Allah sword, pendobrak of door and soldier destroyer, imam And moslem scholar religion, judge syar’i shown [by] miracle from nya of imam of Abi Hasanain Ali bin Abi Thalib, also to second [of] Glorious Syahid [of] Hasan And Husain, and also to second [of] uncle of excellency of Hamzah and Abas and to all muhajir and anshar and also all tabi’in and tabi’i-tabi’in till day qiyamat yes experienced All God. Later;Then beliau lift second [his] arms parallel till with its face and say, “ No God [of] besides Allah, what He desire to become, and what He [Do] not desire will not be existed. Allah, [there] no energy and strength kecuai from Allah Which is High The most again Glorious The most. Yes Allah don't animate the us in negligence and thou Don'T assume the ketidak intend the us. Allah [do] not encumber the somebody but as according to its readyness. He get the reward from kindliness [done/conducted] and he get the torture from badness [done/conducted]. They pray : Yes our God [is] our Law thou don't if we forget or we make a mistake. Yes our God, thou Don'T burden the heavy burden us as Thou charge upon the people who [of] before us. Yes our God, thou Don'T shoulder the us [of] what [do] not we ready to shoulder. Give the maafMu to we, forgive the us, and our rahmatilah. our Benefactor thou, hence help the us to clan which infidel”.


Tausiyah III.

Syaikh Abdul Qadir say about charitable shaleh, “ who did Goods do something for the Sir of its with the seriousness, soul perity and godfearing hence he/she will take care besides He/She. Hi people, take a care all of you to ask what inappropriate [to] to all of you. Bertauhid-Lah all of you and don't ally the Allah. Take a care [is] all of you incured [by] arrow taqdir killing all of you, not merely hurting. who did Goods look away because Allah hence Allah will take care of rear”. : “ One and all, know that all of you not yet been told to emit a stream of with taqdir [of] except if all of you have accepted the ruination. And in fact He/She [do] not only chosen the liver but also nafs-nya. And make doggish [it] ashabul kahfi which sit to observe in the face of cave. Later;Then He/She call, “ hi calm soul return to your The infinite with the satisfied liver again diridhai-Nya”. Moment [of] that's liver step into the Allah presence and become the ka’bah for the view of Allah. He/She its sibakkan empire supremacy, He/She [release] all title then deliver and endow all that to the liver. That moment [is] the liver will listen a exclamation from the High The most “ Hi my slave, all my slave. my Property thou and I yours”. If the friendship take place the llama hence he will become the mattress for the King, manjadi khalifah for its people and His secret bursar. He will delegate [it] to sea to save which sink and delegate [it] to land to just show promise whom which being lost. If he/she melewati dead body, he will animate [it]. If he melewati of somebody pendosa, he will remind [it] ( sin which will have diperbuatnya). or Melewati [of] a which far hence he will draw near [it], or if he homesick melewati somebody ( to Allah) hence he/she will make happy [it]. A sponsor [is] steward of[is The Badal. And Somebody Abdal [is] steward [of] all Prophet. And all Prophet [is] steward [of] all Rasul SAW. A sponsor [of] well wisher [of] all King which always accompanies the the King becoming bed mate for the King between two lights and always reside in the near by Nya day time. My doughter Story – Byword Story. Dusty Al-Hafidz [of] Zar’Ah Dzahir bin Dzahir AL Maqdisy ad-Daari have story, “ I have attended the majlis Syaikh Abdul Qadir and beliau say, “ My word [is] addressed to people who come from returning mount Qaf. Those who its foot/feet tread on the air and their liver before Al-Quds. Entwise Sorban and close their head will will be burnted [by] because feeling homesick to their God”. At that moment putra beliau Syaikh Abdur Razaq also in the majlis and sit [in front/ahead] of its father foot/feet. its Kamudian Beliau menegadahkan head to sky. A few moments later;then its beliau menekurkan head ( [is] insensible_ and sorban [of] taken as its head [cover/conclusion] [is] burnted. The Syaikh alight from its chair and extinguishe the the fire as great as saying, “ And thou of Abdur Razaq [is] one or the other from them”. Afterwards I enquire to Syaikh Abdur Razaq whereof causing he faint the, beliau tell, “ when upturned me stare at into the air, I see the people with fire [in] their clothes fulfill the horizon and [is] listening beliau. Among them there [is] which sit on the air some of other sit [in] land;ground listen the beliau and flown [by] other [of] menyambar-nyambar in place”. Ash Burn the Al-Kaimi in its buku [is] history that Dusty Syaikh Burn the Al-Amri Ad-Daqaq tell a story, “ Its beginning [is] I [is] a camel cabman for the route of Makkah. At one time I squire the somebody from Jailan to give or obtain cash for the religious service haji. Moment feel its doom have near by, he say to me, ‘ this ambilah chasuble, in it there [is] 10 diner. Take also this clothes and deliver to Syaikh Abdul Qadir Al-Jilli. Request to it to request the blessing to me.’ Afterwards he pass away. At arrival [in] Baghdad, emerge the virulent intention at heart, to master all that [is] entrusted to me. Cause, besides Allah nothing that know [among/between] me and people from the Jailan. During a few moments afterwards I only walk – road;street [in] town Baghdad, till at one particular my day come in contact with the Syaikh Abdul Qadir. I immediately say the greeting and shake hand the beliau. Beliau hold my hand hardly as great as saying, “ Pauper, just because 10 thou diner betray the Allah and trust given [by] a the foreigner to you and rob me”. At once I keel. And when conciousness, the syaikh have elapsed the dariku. I immediately come home and take the gold and also the clothes and later;then go to meet the the Syaikh.” Dusty Syaikh [of] Umar And Utsman say, “ In my dream see the water of Jesus river turn into the blood and matter. Irrigate the the blood non-stoped high and I run for from nya. At arrival at home, somebody throw the fan as great as saying to me, “ Hold strong”. “ This appliance will not be strong arrest;detain the my body weight” my reply. That people say the, “ Imanmu to guarantee the your body weight, now hold its both sides.” When I hold its both sides, I discover the myself reside in for bad with beliau. “ By God your siapakah ?” ask the ku. Beliau reply, ‘ I [is] Nabimu SAW’. Kharismanya make me tremble. Later;Then I request to beliau “ Yes Rasulallah, pray the me [of] [so that/ to be] dying in buku and sunah”. “ Yes” reply the Rasulullah. Later;Then beliau say, “ And syaikh-mu [is] Syaikh Abdul Qadir”. Twice afterwards I say the same request and twice also beliau reply with the same answer. Afterwards I develop;build and narrate what I lay eyes on ayahku. Ayahku later;then bring me to Syaikh Abdul Qadir, our sesampai [in] ribath, beliau [is] deliver a lectureing. And because to the number of our people can only sit [in] last line, far from beliau. Sudden beliau desist and call the us. Kamipun [of] near by to Beliau, split the crowd large group [of] people till to chair Beliau. Beliau say the, “ You, thou will not visit upon the us gratuitously”. Then beliau pair the clothes and cap which beliau wear to me. Because clothes which beliau pair to me highness, ayahku wish to correct [it]. That moment [is] beliau say, “ bear with until everybody go”. After altogether disband, and the Syaikh alight from its chair, ayahku return to wish to correct the bajuku but ayahku discover the the clothes have [is] snugly attached [in] my body. Insensible Ayahku at once and [the] mentioned make a splash a lot of. “ Bringing he/she here” Govern the the Syaikh. Kamipun face the Syaikh Abdul Qadir which [is] residing in dome [of] all sponsor. Named that way because to the number of all sponsor and rijal-al ghaib- incoming to the dome. Beliau later;then say to ayahku, “ How one who its theorem [is] Rasulullah SAW and Syaikhnya Syaikh Abdul Qadir [do] not own the karamah. “ Now this karamah for the mu of”. Beliau then take the paper and write down that beliau have weared the chasuble sufi ( bai’at) to us. Ash of Ridho of one or the other [of] steward of[is the Syaikh tell a story the, “ Syaikh Abdul Qadir [do/conduct] three kontemplasi ( khalwat). When exit from kontemplasi thirdly, I enquire to beliau whereof which beliau see in kontemplasinya. Beliau look into me angrily then bounce a idyl : [Is] shown to me the The Lover without hijab. And akupun witness the visible other matters because His comand [is] His Face ray illuminate the whole horizon. Kharisma-Nya make I reluctant reply the Him with my love. Hence I call He/She under breath to idolize His matter And wrong for fear of, have never confessed to ask to see the Him I call He/She fully seriousness. To start dead liver. [Is] attached to me, whose [is] thou and what your intention. Your meaning [in] your mataku mind and [in] in kalbuku. Insensible Akupun. After conciousness beliau embrace me and say, “ If permitted [by] I will converse about various miracle [of] however tongue and hatiku kelu and also frost, cannot depict [it]”. Syarif Al-Baghdadi say, Next Door [of] Syaikh Abdul Qadir [of] there are a so called man [of] Abdullah Bin Nuqtah which [is] gambleing. Because he/she suffer the big drubbing, all that owning of changing hands. Later;Then he say, “ Going on game, I install my hand” and he/she still fail also. “ Raise a hand the” its opponents word. When he see the knife to be used to cut [his] arms, he/she refuse to do so. They say, “ if so tell !“ I fail”. He/She also refuse the the request. Sudden Syaikh Abdul Qadir Come to its house and say the, “ Abdullah, take this sajadah and don't tell to them “ I fail”. Later;Then beliau return to its pupils with the tear berlinang. Moment [of] all pupil say to it, beliau only say “ All of you will see [it] wait”. The Abdullah take the the sajadah later;then return to play at and finally get all that mentioned taken away from [his/its]. Afterwards he face the Syaikh Abdul Qadir and bertaubat [of] before beliau. He/She also deliver entire/all its estae. He/She [is] which Syaikh Abdul Qadir told, “ Ibnu Nuqtah come after altogether come and quickest;fastest until”. Beliau [is] one or the other [of] khawash of[is the Syaikh. Dusty Syaikh [of] Muhammad Al-Jauni say, “ At one time I face the Syaikh Abdul Qadir in a state of impecunious. And my family [is] three-day have [do] not eat. I enter and say the greeting for the beliau of, beliau reciprocate my greeting and say the, “ Jauni, hungry [is] one of estae from the Al-Haq which will not give of except to which He love. If a three-day slave have [do] not eat, He/She of berfirman, ‘ For the shake of thou Me have borne with. For the shake of My supremacy, I Will feed up the thou [of] a mouthful for the shake of a mouthful and I Will drink the thou a draught for the shake of a draught’. My moment will converse the, beliau wigwag to me to be kept quiet, and later;then say, “ If a slave thrusted upon [by] disaster by Allah later;then he [do] not narrate its adversity to others, hence he will get two reward. However if he narrate [it] to others, hence he will get one reward.” Afterwards beliau ask me to near by and give a talk on something behind back, newly I intend to converse the, beliau say, “ Keep quiet and [do] not narrate more especial and better than poorness’”.

Pass away of Sheikh Abdul Qodir Jailani.

At even age 91 year of masehi beliau pass away precisely at date of 11 Year-End Rabiul 561 Hijriyah. Beliau buried [in] Baghdad and maqam of a lot of people pilgrimage from various country. Hopefully Allah SWT always ridhoand give us all benefit with the nya. Allahumma Amen.

Ya Allah, pouring and overflowing ridho for him and award the us with the secret which Thou keep it, Amen.