AL IMAM AL QUTB HABIB ABDURRAHMAN ASSEGAF
Susunan nasabnya adalah Al Imam Al Qutb Abdurrahman Asseggaff bin Muhammad Mauladawilah bin Ali bin Alwi Al Qhoyyur bin Muhammad Faqih Muqaddam bin Ali bin Muhammad Shohib Mirbat bin Ali Kholiqul Qasam…. hingga Ke Rasulullah SAW. Al Imam Al Qutb Abdurrahman Asseggaff adalah generasi ke 22 dari Rasulullah Muhammad S.A.W. Bila kita berbicara mengenai keturunan Assegaf maka kita harus membahas secara singkat mengenai keturunan Al Imam As Sheikh Muhammad Mauladawilah.
Al Imam As Sheikh Muhammad Mauladawilah bin Ali bin Alwi Al Ghuyyur bin Muhammad Faqih Muqaddam, (wafat di Tarim 765 H), mempunyai 4 putra dan 1 putri yaitu:
1. Al Imam Al Qutb Abdurahman Assegaf.
2. Al Imam As Syech Ali, yang merupakan datuk moyang Keluarga Al Hinduan dan Ba’Abud Kharbasani.
3. Al Imam As Syech Abdullah, sempat berketurunan hingga akhirnya terputus pada generasi ke 6.
4. Syarifah Alawiyah. Ke-4 anak-anak Al Imam As Syech Muhammad Mauladawilah ini dari istrinya yang bernama Syarifah ‘Aisyah binti Abubakar Al Wara’ bin Ahmad As Syahid bin Muhammad Faqih Muqaddam.
5. Al Imam As Syech Alwi, yang merupakan datuk moyang Kelurga Al Muqebel, Al bin Yahya, Al Mauladawilah, Al Bahsin Mahar dan Maulachela dari istri yang bernama Syarifah Zainab binti Hasan At Turabi bin As Syech Ali bin Muhammad Faqih Muqaddam Al Faqih.
Al Imam Al Qutb Abdurrahman Asseggaff wafat di Tarim 819 H, mempunyai 13 orang putra dan 7 orang putri, yaitu:
As Syech Ahmad, wafat di Tarim tahun 829 H. Semua anaknya perempuan yaitu:
1. Syarifah Fathimah.
2. Syarifah Aisah.
3. Syarifah Bahiyah.
4. Syarifah Alawiyah.
As Syech Al Imam Umar Al Muhdhor Al Akbar, wafat di Tarim tahun 833 H, mempunyai 4 orang putri, yaitu :
1. Syarifah Aisyah, ibunda dari As Syech Al Qutb Abubakar Al ‘Adni bin Abdullah Al Idrus Al Akbar.
2. Syarifah Fathimah.
3. Syarifah Alawiyah.
4. Syarifah Maryam, serta seorang putra yang wafat dalam usia belia.
As Syech Al Imam Muhammad, wafat di Tarim 826 H, memiliki 2 orang putra dan 3 putri yaitu:
1. Alwi, memiliki anak kemudian terputus.
2. Abdullah, berketurunan kemudian terputus pada generasi ke 7.
3. Syarifah Zainab Al Kubro.
4. Syarifah Zainab As Sughro.
5. Syarifah Mariyam.
As Syech Al Imam Ja’far, mempunyai putra 1 orang dan 2 orang putri yaitu :
1. Abdullah, terputus pada generasi ke 2.
2. Syarifah Alawiyah.
3. Syarifah Fathimah.
As Syech Al Imam Hasan Al Majzdub, wafat tahun 806 H dan mempunyai satu orang putri.
As Syech Al Imam Syech, wafat di Tarim 869 H keturunannya terputus.
As Syech Al Imam Abubakar As Sakran, wafat di Tarim 821 H, mempunyai 6 orang putra dan 7 putri ,mereka adalah:
1. Muhammad Al Akbar, tidak berlanjut.
2. Muhammad Al Asghor, tidak berlanjut.
3. Hasan, tidak berlanjut.
4. As Syech Al Qutb Abdullah Al Idrus Al Akbar, datuk dari pada keluarga Al Idrus.
5. As Syech Al Imam Ali Assakran, datuk dari pada Assegaf Al Waht, Assegaf Al Masyaich, Al Banahsan, Shahabuddin (Al Hadi, Al Masyhur, Az Zhahir), Al Faqih Assegaff (dalam ilmu nasab dipanggil Bafaqih Madinah).
6. As Syech Al Imam Ahmad Assakran, datuk dari pada Assegaf Al Qutban, Assegaf Al Ali bin Abdullah, Al Musawa dan Al Munawar.
7. Syarifah Bahiya.
8. Syarifah Fathimah.
9. Syarifah Maryam.
10. Syarifah Alawiyah.
11. Syarifah Aisyah.
12. Syarifah Khadijah.
13. Syarifah Zainab.
As Syech Al Imam Abdullah, wafat tahun 857 H, mempunyai 13 orang putra yaitu:
1. Husin, terputus pada generasi ke 5.
2. Abdul Kadir, terputus pada generasi ke 2.
3. Abdulwahab, terputus pada generasi ke 3.
4. Umar, terputus.
5. Ahmad, terputus pada generasi ke 3.
6. Muhammad Hamdun, terputus pada generasi pertama.
7. Alwi.
8. Syaich, keturunannya adalah Assegaf Al Fakhir.
9. Abdullah, keturunannya adalah Assegaf Al Agil Assu’udi
10. Hasan, keturunannya Assegaf Al Hasyim.
11. Ibrahim.
12. Abdurrahman, keturunannya adalah As Syech Abubakar bin Salim (Al Hamid, Bin Jindan, Bufteim, Al Muhdhor, Al Khiyed, Al Khamur, Al Haddar), Al bin Agil dan Al Athas.
13. Abubakar Basyameleh, datuk dari keluarga Basyameleh. Keluarga ini tidak ada di Indonesia.
As Syech Al Imam Agil, wafat di Tarim tahun 871 H, keturunannya adalah Al Ba’Aqil dan Assegaf.
As Syech Al Imam Ibrahim, wafat di Tarim 875 H, keturunannya adalah Assegaf Al Baiti.
As Syech Al Imam Ali, wafat di Tarim tahun 840 H, keturunannya adalah Assofie Assegaf.
As Syech Al Imam Alwi, wafat di Tarim tahun 826 H, keturunannya adalah Assegaf Al Ahmad Maulamaryamah (Maula Gheisha dan Bahlega Assegaf).
As Syech Al Imam Husin, wafat di Tarim tahun 892 H, keturunannya adalah Assegaf Al Bahsin dan Al Musawa Bahsin.
Syarifah Maryam, ibu dari As Syech Al Imam Abubakar Al Jufrie datuk dari kelurga Al Jufrie.
Syarifah Fathimah, ibu dari As Syech Muhammad bin Ahmad bin Hasan Al Wara’.
Syarifah Bahiyah, saudara kandung As Syech Al Imam Hasan Al Majzdub
Syarifah Asma’, saudara kandung As Syech Al Imam Husin.
Syarifah Aisyah, ibunda dari As Syech Abdurrahman Maulachela bin Abdullah bin Alwi bin Muhammad Mauladawilah.
Syarifah Alawiyah Al Kubro, ibu dari Syarifah Maryam binti Umar Syanah.
Syarifah Alawiyah As Sughro, ibunda dari putra-putra As Syech Muhammad Ar Rakhilah bin Umar bin Ali Ba’mar.
Al Imam As Sheikh Muhammad Mauladawilah bin Ali bin Alwi Al Ghuyyur bin Muhammad Faqih Muqaddam, (wafat di Tarim 765 H), mempunyai 4 putra dan 1 putri yaitu:
1. Al Imam Al Qutb Abdurahman Assegaf.
2. Al Imam As Syech Ali, yang merupakan datuk moyang Keluarga Al Hinduan dan Ba’Abud Kharbasani.
3. Al Imam As Syech Abdullah, sempat berketurunan hingga akhirnya terputus pada generasi ke 6.
4. Syarifah Alawiyah. Ke-4 anak-anak Al Imam As Syech Muhammad Mauladawilah ini dari istrinya yang bernama Syarifah ‘Aisyah binti Abubakar Al Wara’ bin Ahmad As Syahid bin Muhammad Faqih Muqaddam.
5. Al Imam As Syech Alwi, yang merupakan datuk moyang Kelurga Al Muqebel, Al bin Yahya, Al Mauladawilah, Al Bahsin Mahar dan Maulachela dari istri yang bernama Syarifah Zainab binti Hasan At Turabi bin As Syech Ali bin Muhammad Faqih Muqaddam Al Faqih.
Al Imam Al Qutb Abdurrahman Asseggaff wafat di Tarim 819 H, mempunyai 13 orang putra dan 7 orang putri, yaitu:
As Syech Ahmad, wafat di Tarim tahun 829 H. Semua anaknya perempuan yaitu:
1. Syarifah Fathimah.
2. Syarifah Aisah.
3. Syarifah Bahiyah.
4. Syarifah Alawiyah.
As Syech Al Imam Umar Al Muhdhor Al Akbar, wafat di Tarim tahun 833 H, mempunyai 4 orang putri, yaitu :
1. Syarifah Aisyah, ibunda dari As Syech Al Qutb Abubakar Al ‘Adni bin Abdullah Al Idrus Al Akbar.
2. Syarifah Fathimah.
3. Syarifah Alawiyah.
4. Syarifah Maryam, serta seorang putra yang wafat dalam usia belia.
As Syech Al Imam Muhammad, wafat di Tarim 826 H, memiliki 2 orang putra dan 3 putri yaitu:
1. Alwi, memiliki anak kemudian terputus.
2. Abdullah, berketurunan kemudian terputus pada generasi ke 7.
3. Syarifah Zainab Al Kubro.
4. Syarifah Zainab As Sughro.
5. Syarifah Mariyam.
As Syech Al Imam Ja’far, mempunyai putra 1 orang dan 2 orang putri yaitu :
1. Abdullah, terputus pada generasi ke 2.
2. Syarifah Alawiyah.
3. Syarifah Fathimah.
As Syech Al Imam Hasan Al Majzdub, wafat tahun 806 H dan mempunyai satu orang putri.
As Syech Al Imam Syech, wafat di Tarim 869 H keturunannya terputus.
As Syech Al Imam Abubakar As Sakran, wafat di Tarim 821 H, mempunyai 6 orang putra dan 7 putri ,mereka adalah:
1. Muhammad Al Akbar, tidak berlanjut.
2. Muhammad Al Asghor, tidak berlanjut.
3. Hasan, tidak berlanjut.
4. As Syech Al Qutb Abdullah Al Idrus Al Akbar, datuk dari pada keluarga Al Idrus.
5. As Syech Al Imam Ali Assakran, datuk dari pada Assegaf Al Waht, Assegaf Al Masyaich, Al Banahsan, Shahabuddin (Al Hadi, Al Masyhur, Az Zhahir), Al Faqih Assegaff (dalam ilmu nasab dipanggil Bafaqih Madinah).
6. As Syech Al Imam Ahmad Assakran, datuk dari pada Assegaf Al Qutban, Assegaf Al Ali bin Abdullah, Al Musawa dan Al Munawar.
7. Syarifah Bahiya.
8. Syarifah Fathimah.
9. Syarifah Maryam.
10. Syarifah Alawiyah.
11. Syarifah Aisyah.
12. Syarifah Khadijah.
13. Syarifah Zainab.
As Syech Al Imam Abdullah, wafat tahun 857 H, mempunyai 13 orang putra yaitu:
1. Husin, terputus pada generasi ke 5.
2. Abdul Kadir, terputus pada generasi ke 2.
3. Abdulwahab, terputus pada generasi ke 3.
4. Umar, terputus.
5. Ahmad, terputus pada generasi ke 3.
6. Muhammad Hamdun, terputus pada generasi pertama.
7. Alwi.
8. Syaich, keturunannya adalah Assegaf Al Fakhir.
9. Abdullah, keturunannya adalah Assegaf Al Agil Assu’udi
10. Hasan, keturunannya Assegaf Al Hasyim.
11. Ibrahim.
12. Abdurrahman, keturunannya adalah As Syech Abubakar bin Salim (Al Hamid, Bin Jindan, Bufteim, Al Muhdhor, Al Khiyed, Al Khamur, Al Haddar), Al bin Agil dan Al Athas.
13. Abubakar Basyameleh, datuk dari keluarga Basyameleh. Keluarga ini tidak ada di Indonesia.
As Syech Al Imam Agil, wafat di Tarim tahun 871 H, keturunannya adalah Al Ba’Aqil dan Assegaf.
As Syech Al Imam Ibrahim, wafat di Tarim 875 H, keturunannya adalah Assegaf Al Baiti.
As Syech Al Imam Ali, wafat di Tarim tahun 840 H, keturunannya adalah Assofie Assegaf.
As Syech Al Imam Alwi, wafat di Tarim tahun 826 H, keturunannya adalah Assegaf Al Ahmad Maulamaryamah (Maula Gheisha dan Bahlega Assegaf).
As Syech Al Imam Husin, wafat di Tarim tahun 892 H, keturunannya adalah Assegaf Al Bahsin dan Al Musawa Bahsin.
Syarifah Maryam, ibu dari As Syech Al Imam Abubakar Al Jufrie datuk dari kelurga Al Jufrie.
Syarifah Fathimah, ibu dari As Syech Muhammad bin Ahmad bin Hasan Al Wara’.
Syarifah Bahiyah, saudara kandung As Syech Al Imam Hasan Al Majzdub
Syarifah Asma’, saudara kandung As Syech Al Imam Husin.
Syarifah Aisyah, ibunda dari As Syech Abdurrahman Maulachela bin Abdullah bin Alwi bin Muhammad Mauladawilah.
Syarifah Alawiyah Al Kubro, ibu dari Syarifah Maryam binti Umar Syanah.
Syarifah Alawiyah As Sughro, ibunda dari putra-putra As Syech Muhammad Ar Rakhilah bin Umar bin Ali Ba’mar.
Karomah Al-Habib Abdurrahman as-Saqaf
Beliau mendapat julukan As-Saqqaf, yang berarti atapnya para wali dan orang-orang shalih pada masanya.Ulama dari Tarim, Hadramaut ini dikenal sebagai wali yang bertabur karamah. Salah satunya adalah sering dilihat banyak orang sedang hadir di tempat-tempat penting di Makkah. Ulama ini juga dikenal sebagai ulama yang kuat bermujahadah. Beliau pernah tidak tidur selama 33 tahun. Dikabarkan, dia sering bertemu dengan Nabi SAW dan sahabatnya dalam keadaan terjaga setiap malam Jum’at, Senin dan Kamis, terus-menerus.
Habib Abdurrahman As-Saqqaf adalah seorang ulama besar, wali yang agung, imam panutan dan guru besar bagi para auliya al-‘arifin. Ia dilahirkan di kota Tarim, Hadramaut pada 739 H. Ibunya bernama Aisyah binti Abi Bakar ibnu Ahmad Al-Faqih Al-Muqaddam.
Pada suatu hari, salah seorang santri yang bernama Muhammad bin Hassan Jamalullail saat di masjid merasa sangat lapar sekali. Waktu itu, sang santri malu untuk mengatakan tentang keadaan perutnya yang makin keroncongan. Rupanya sang guru itu tahu akan keadaan santrinya. Ia kemudian memanggil sang santri untuk naik ke atas loteng masjid. Anehnya, di hadapan beliau sudah terhidang makanan yang lezat.
“Dari manakah mendapatkan makanan itu?” tanya Muhammad bin Hassan Jamalullail.“Hidangan ini kudapati dari seorang wanita,” jawabnya dengan enteng. Padahal, sepengetahuan sang santri, tidak seorangpun yang masuk dalam masjid.
Bila malam telah tiba, orang yang melihatnya seperti habis melakukan perjalanan panjang di malam hari, dikarenakan panjangnya shalat malam yang beliau lakukan. Bersama sahabatnya, Fadhl, pernah melakukan ibadah di dekat makam Nabiyallah Hud AS berbulan-bulan. Dia dan sahabatnya itu terjalin persahabatan yang erat. Mereka berdua bersama-sama belajar dan saling membahas ilmu-ilmu yang bermanfaat.
Beliau mendapat julukan As-Saqqaf, yang berarti atapnya para wali dan orang-orang shalih pada masanya.Ulama dari Tarim, Hadramaut ini dikenal sebagai wali yang bertabur karamah. Salah satunya adalah sering dilihat banyak orang sedang hadir di tempat-tempat penting di Makkah. Ulama ini juga dikenal sebagai ulama yang kuat bermujahadah. Beliau pernah tidak tidur selama 33 tahun. Dikabarkan, dia sering bertemu dengan Nabi SAW dan sahabatnya dalam keadaan terjaga setiap malam Jum’at, Senin dan Kamis, terus-menerus.
Habib Abdurrahman As-Saqqaf adalah seorang ulama besar, wali yang agung, imam panutan dan guru besar bagi para auliya al-‘arifin. Ia dilahirkan di kota Tarim, Hadramaut pada 739 H. Ibunya bernama Aisyah binti Abi Bakar ibnu Ahmad Al-Faqih Al-Muqaddam.
Pada suatu hari, salah seorang santri yang bernama Muhammad bin Hassan Jamalullail saat di masjid merasa sangat lapar sekali. Waktu itu, sang santri malu untuk mengatakan tentang keadaan perutnya yang makin keroncongan. Rupanya sang guru itu tahu akan keadaan santrinya. Ia kemudian memanggil sang santri untuk naik ke atas loteng masjid. Anehnya, di hadapan beliau sudah terhidang makanan yang lezat.
“Dari manakah mendapatkan makanan itu?” tanya Muhammad bin Hassan Jamalullail.“Hidangan ini kudapati dari seorang wanita,” jawabnya dengan enteng. Padahal, sepengetahuan sang santri, tidak seorangpun yang masuk dalam masjid.
Bila malam telah tiba, orang yang melihatnya seperti habis melakukan perjalanan panjang di malam hari, dikarenakan panjangnya shalat malam yang beliau lakukan. Bersama sahabatnya, Fadhl, pernah melakukan ibadah di dekat makam Nabiyallah Hud AS berbulan-bulan. Dia dan sahabatnya itu terjalin persahabatan yang erat. Mereka berdua bersama-sama belajar dan saling membahas ilmu-ilmu yang bermanfaat.
Banyak auliyaillah dan para sholihin mengagungkan Habib Abdurrahman As-Saqqaf. Ia tidaklah memutuskan suatu perkara terhadap seseorang, kecuali setelah mendengar isyarat dari Yang Maha Benar untuk melakukan sesuatu. Berkata As-Sayyid Al-Jalil Muhammad bin Abubakar bin Ahmad Ba’alawy, “Ketika Habib Abdurrahman telah memutuskan suatu perkara bagiku, maka hilanglah seketika dariku rasa cinta dunia dan sifat-sifat yang tercela, berganti dengan sifat-sifat yang terpuji.”
Sebagaimana para auliya di Hadramaut, ia juga suka mengasingkan diri untuk beribadah di lorong bukit An-Nu’air dan juga sekaligus berziarah ke makam Nabi Hud AS. Seorang muridnya yang lain bernama Syeikh Abdurrahim bin Ali Khatib menyatakan,“Pada suatu waktu sepulangnya kami dari berziarah ke makam Nabi Hud a.s. bersama Habib Abdurrahman, beliau berkata, “Kami tidak akan shalat Maghrib kecuali di Fartir Rabi’. Kami sangat heran sekali dengan ucapan beliau. Padahal waktu itu matahari hampir saja terbenam sedangkan jarak yang harus kami tempuh sangat jauh. Beliau tetap saja menyuruh kami berjalan sambil berzikir kepada Allah SWT. Tepat waktu kami tiba di Fartir Rabi’, matahari mulai terbenam. Sehingga kami yakin bahwa dengan karamahnya sampai matahari tertahan untuk condong sebelum beliau sampai di tempat yang ditujunya.”
Sebagaimana para auliya di Hadramaut, ia juga suka mengasingkan diri untuk beribadah di lorong bukit An-Nu’air dan juga sekaligus berziarah ke makam Nabi Hud AS. Seorang muridnya yang lain bernama Syeikh Abdurrahim bin Ali Khatib menyatakan,“Pada suatu waktu sepulangnya kami dari berziarah ke makam Nabi Hud a.s. bersama Habib Abdurrahman, beliau berkata, “Kami tidak akan shalat Maghrib kecuali di Fartir Rabi’. Kami sangat heran sekali dengan ucapan beliau. Padahal waktu itu matahari hampir saja terbenam sedangkan jarak yang harus kami tempuh sangat jauh. Beliau tetap saja menyuruh kami berjalan sambil berzikir kepada Allah SWT. Tepat waktu kami tiba di Fartir Rabi’, matahari mulai terbenam. Sehingga kami yakin bahwa dengan karamahnya sampai matahari tertahan untuk condong sebelum beliau sampai di tempat yang ditujunya.”
Diriwayatkan pula pada suatu hari beliau sedang duduk di depan murid-murid beliau. Tiba-tiba beliau melihat petir. Beliau berkata pada mereka: “Bubarlah kamu sebentar lagi akan terjadi banjir di lembah ini”. Apa yang diucapkan oleh beliau itu terjadi seperti yang dikatakan.
Suatu waktu Habib Abdurrahman As-Saqqaf mengunjungi salah seorang isterinya yang berada di suatu desa, mengatakan pada isterinya yang sedang hamil, ”Engkau akan melahirkan seorang anak lelaki pada hari demikian dan akan mati tepat pada hari demikian dan demikian, kelak bungkuskan mayatnya dengan kafan ini.”
Habib Abdurrahman bin Muhammad As-Saqqaf kemudian memberikan sepotong kain. Dengan izin Allah isterinya melahirkan puteranya tepat pada hari yang telah ditentukan dan tidak lama bayi yang baru dilahirkan itu meninggal tepat pada hari yang diucapkan oleh beliau sebelumnya.
Pernah suatu ketika, ada sebuah perahu yang penuh dengan penumpang dan barang tiba-tiba bocor saja tenggelam. Semua penumpang yang ada dalam perahu itu panik. Sebahagian ada yang beristighatsah (minta tolong) pada sebahagian wali yang diyakininya dengan menyebut namanya. Sebahagian yang lain ada yang beristighatsah dengan menyebut nama Habib Abdurrahman As-Saqqaf. Orang yang menyebutkan nama Habib Abdurrahman As-Saqqaf itu bermimpi melihat beliau sedang menutupi lubang perahu yang hampir tenggelam itu dengan kakinya, hingga selamat. Cerita itu didengar oleh orang yang kebetulan tidak percaya pada Habib Abdurraman As-Saqqaf. Selang beberapa waktu setelah kejadian di atas orang yang tidak percaya dengan Habib Abdurrahman itu tersesat dalam suatu perjalanannya selama tiga hari. Semua persediaan makan dan minumnya habis. Hampir ia putus asa. Untunglah ia masih ingat pada cerita istighatsah dengan menyebut Habib Abdurrahman As-Saqqaf, yang pernah didengarnya beberapa waktu yang lalu. Kemudian ia beristighatsah dengan menyebutkan nama beliau. Dan ia bernazar jika memang diselamatkan oleh Allah SWT dalam perjalanan ini ia akan patuh dengan Habib Abdurrahman As-Saqqaf. Belum selesai menyebut nama beliau tiba-tiba datanglah seorang lelaki yang memberinya buah kurma dan air. Kemudian ia ditunjukkan jalan keluar sampai terhindar dari bahaya.
Karamah yang lain dari Habib Abdurrahman As-Saqqaf, juga dibuktikan oleh salah seorang pelayan rumahnya. Salah seorang pelayan itu suatu ketika di tengah perjalanan dihadang oleh perampok. Kendaraannya dan perbekalannya kemudian dirampas oleh seorang dari keluarga Al-Katsiri. Pelayan yang merasa takut itu segera beristighatsah menyebut nama Habib Abdurrahman untuk minta tolong dengan suara keras. Ketika orang yang merampas kendaraan dan perbekalan sang pelayan tersebut akan menjamah kenderaan dan barang perbekalannya tiba-tiba tangannya kaku tidak dapat digerakkan sedikitpun. Melihat keadaan yang kritikal itu si perampas berkata pada pelayan yang dirampas kendaraan dan perbekalannya. “Aku berjanji akan mengembalikan barangmu ini jika kamu beristighatsah sekali lagi kepada syeikhmu yang kamu sebutkan namanya tadi,” kata sang perampok. Si pelayan segera beristighatsah mohon agar tangan orang itu sembuh seperti semula. Dengan izin Allah tangan si perampas itu segera sembuh dan barangnya yang dirampas segera dikembalikan kepada si pelayan. Waktu pelayan itu bertemu dengan Habib Abdurrahman As-Saqqaf, beliau berkata, “Jika beristighatsah tidak perlu bersuara keras, karena kami juga mendengar suara perlahan.”
Itulah beberapa karamah yang ditujukan kepada ulama yang bernama lengkap Habib Abdurrahman As-Saqqaf Al-Muqaddam Ats-Tsani bin Muhammad Maulad Dawilah bin Ali Shahibud Dark bin Alwi Al-Ghuyur bin Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad bin Ali bin Muhammad Shohib Mirbath bin Ali Khali’ Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Al-Imam Al-Muhajir Ahmad bin Isa, dan terus bersambung nasabnya sampai Rasulullah SAW.
Suatu waktu Habib Abdurrahman As-Saqqaf mengunjungi salah seorang isterinya yang berada di suatu desa, mengatakan pada isterinya yang sedang hamil, ”Engkau akan melahirkan seorang anak lelaki pada hari demikian dan akan mati tepat pada hari demikian dan demikian, kelak bungkuskan mayatnya dengan kafan ini.”
Habib Abdurrahman bin Muhammad As-Saqqaf kemudian memberikan sepotong kain. Dengan izin Allah isterinya melahirkan puteranya tepat pada hari yang telah ditentukan dan tidak lama bayi yang baru dilahirkan itu meninggal tepat pada hari yang diucapkan oleh beliau sebelumnya.
Pernah suatu ketika, ada sebuah perahu yang penuh dengan penumpang dan barang tiba-tiba bocor saja tenggelam. Semua penumpang yang ada dalam perahu itu panik. Sebahagian ada yang beristighatsah (minta tolong) pada sebahagian wali yang diyakininya dengan menyebut namanya. Sebahagian yang lain ada yang beristighatsah dengan menyebut nama Habib Abdurrahman As-Saqqaf. Orang yang menyebutkan nama Habib Abdurrahman As-Saqqaf itu bermimpi melihat beliau sedang menutupi lubang perahu yang hampir tenggelam itu dengan kakinya, hingga selamat. Cerita itu didengar oleh orang yang kebetulan tidak percaya pada Habib Abdurraman As-Saqqaf. Selang beberapa waktu setelah kejadian di atas orang yang tidak percaya dengan Habib Abdurrahman itu tersesat dalam suatu perjalanannya selama tiga hari. Semua persediaan makan dan minumnya habis. Hampir ia putus asa. Untunglah ia masih ingat pada cerita istighatsah dengan menyebut Habib Abdurrahman As-Saqqaf, yang pernah didengarnya beberapa waktu yang lalu. Kemudian ia beristighatsah dengan menyebutkan nama beliau. Dan ia bernazar jika memang diselamatkan oleh Allah SWT dalam perjalanan ini ia akan patuh dengan Habib Abdurrahman As-Saqqaf. Belum selesai menyebut nama beliau tiba-tiba datanglah seorang lelaki yang memberinya buah kurma dan air. Kemudian ia ditunjukkan jalan keluar sampai terhindar dari bahaya.
Karamah yang lain dari Habib Abdurrahman As-Saqqaf, juga dibuktikan oleh salah seorang pelayan rumahnya. Salah seorang pelayan itu suatu ketika di tengah perjalanan dihadang oleh perampok. Kendaraannya dan perbekalannya kemudian dirampas oleh seorang dari keluarga Al-Katsiri. Pelayan yang merasa takut itu segera beristighatsah menyebut nama Habib Abdurrahman untuk minta tolong dengan suara keras. Ketika orang yang merampas kendaraan dan perbekalan sang pelayan tersebut akan menjamah kenderaan dan barang perbekalannya tiba-tiba tangannya kaku tidak dapat digerakkan sedikitpun. Melihat keadaan yang kritikal itu si perampas berkata pada pelayan yang dirampas kendaraan dan perbekalannya. “Aku berjanji akan mengembalikan barangmu ini jika kamu beristighatsah sekali lagi kepada syeikhmu yang kamu sebutkan namanya tadi,” kata sang perampok. Si pelayan segera beristighatsah mohon agar tangan orang itu sembuh seperti semula. Dengan izin Allah tangan si perampas itu segera sembuh dan barangnya yang dirampas segera dikembalikan kepada si pelayan. Waktu pelayan itu bertemu dengan Habib Abdurrahman As-Saqqaf, beliau berkata, “Jika beristighatsah tidak perlu bersuara keras, karena kami juga mendengar suara perlahan.”
Itulah beberapa karamah yang ditujukan kepada ulama yang bernama lengkap Habib Abdurrahman As-Saqqaf Al-Muqaddam Ats-Tsani bin Muhammad Maulad Dawilah bin Ali Shahibud Dark bin Alwi Al-Ghuyur bin Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad bin Ali bin Muhammad Shohib Mirbath bin Ali Khali’ Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Al-Imam Al-Muhajir Ahmad bin Isa, dan terus bersambung nasabnya sampai Rasulullah SAW.
Julukan As-Saqqaf berasal dari kata as-saqfu (atap), yang berarti atapnya para wali dan orang-orang shalih pada masanya. Itu menandakan akan ketinggian ilmu dan maqam yang tinggi, bahkan melampaui ulama-ulama besar di jamannya. Dia juga mendapat julukan Syeikh Wadi Al-Ahqaf dan Al-Muqaddam Ats-Tsani Lis Saadaati Ba’alwi (Al-Muqaddam yang kedua setelah Al-Faqih Al-Muqaddam). Sejak itu, gelar Assaqqaf diberikan pada beliau dan seluruh keturunannya.
Sejak kecil ia telah mendalami berbagai macam ilmu dan menyelami berbagai macam pengetahuan, baik yang berorientasi aql (akal) ataupun naql (referensi agama). Ia menghafal Al-Qur’an dari Syeikh Ahmad bin Muhammad Al-Khatib, sekaligus mempelajari ilmu Tajwid dan Qira’at. Ia juga berguru kepada Asy-Syeikh Muhammad ibnu Sa’id Basyakil, Syeikh Muhammad ibnu Abi Bakar Ba’ibad, Syeikh Muhammad ibnu Sa’id Ka’ban, Syeikh Ali Ibnu Salim Ar-Rakhilah, Syeikh Abu Bakar Ibnu Isa Bayazid, Syeikh Umar ibnu Sa’id ibnu Kaban, Syeikh Imam Abdullah ibnu Thohir Addu’ani dan lain-lain.
Dia mempelajari kitab At-Tanbih dan Al-Muhadzdzab karangan Abi Ishaq. Ia juga menggemari kitab Ar-Risalah Al-Qusyairiyah dan Al ’Awarif karya As-Samhudi. Tak ketinggalan ia juga mempelajari kitab-kitab karangan Imam Al-Ghazali seperti Al-Basith, Al-Wasith, Al-Wajiz, Al-Khulashoh dan Ihya Ulumiddin. Serta kitab karangan Imam Ar-Rofi’iy seperti Al-‘Aziz Syarh Al-Wajiz dan Al-Muharror.
Habib Abdurrahman As-Saqqaf selalu membaca Al-Qur’an setiap siang dan malamnya dengan 8 kali khataman, 4 di waktu malam dan 4 di waktu siang. Yang di waktu siang beliau membacanya 2 kali khatam dari antara setelah Subuh sampai Dhuhur, 1 kali khatam dari antara Dhuhur sampai Ashar (itu dibacanya dalam 2 rakaat shalat), dan 1 kali khataman lagi setelah shalat Ashar.
Dia mempelajari kitab At-Tanbih dan Al-Muhadzdzab karangan Abi Ishaq. Ia juga menggemari kitab Ar-Risalah Al-Qusyairiyah dan Al ’Awarif karya As-Samhudi. Tak ketinggalan ia juga mempelajari kitab-kitab karangan Imam Al-Ghazali seperti Al-Basith, Al-Wasith, Al-Wajiz, Al-Khulashoh dan Ihya Ulumiddin. Serta kitab karangan Imam Ar-Rofi’iy seperti Al-‘Aziz Syarh Al-Wajiz dan Al-Muharror.
Habib Abdurrahman As-Saqqaf selalu membaca Al-Qur’an setiap siang dan malamnya dengan 8 kali khataman, 4 di waktu malam dan 4 di waktu siang. Yang di waktu siang beliau membacanya 2 kali khatam dari antara setelah Subuh sampai Dhuhur, 1 kali khatam dari antara Dhuhur sampai Ashar (itu dibacanya dalam 2 rakaat shalat), dan 1 kali khataman lagi setelah shalat Ashar.
Setiap kali menanam pohon kurma, beliau membacakan surat Yasin untuk setiap pohonnya. Setelah itu dibacakan lagi 1 khataman Al-Qur’an untuk setiap pohonnya. Setelah itu baru diberikan pohon-pohon kurma itu kepada putra-putrinya.
Beliau wafat di kota Tarim pada hari Kamis, 23 Sya’ban tahun 819 H (1416 M). Ketika mereka hendak memalingkan wajah beliau ke kiblat, wajah tersebut berpaling sendiri ke kiblat. Jasad beliau disemayamkan pada pagi hari Jum’at, di pekuburan Zanbal Tarim.
Semoga Allah SWT selalu meridhoinya dan memberi kita semua manfaat dengannya. Allahumma Amin.
Ya Allah, curahkan dan limpahkanlah keridhoan atasnya dan anugerahilah kami dengan rahasia-rahasia yang Engkau simpan padanya, Amin
Sumber: Naqobatul Asyrof Al-Qubro
Sumber: Naqobatul Asyrof Al-Qubro