2/01/2013

HABIB ABDURRAHMAN ASSEGAF


AL IMAM AL QUTB HABIB ABDURRAHMAN ASSEGAF

Susunan nasabnya adalah Al Imam Al Qutb Abdurrahman Asseggaff bin Muhammad Mauladawilah bin Ali bin Alwi Al Qhoyyur bin Muhammad Faqih Muqaddam bin Ali bin Muhammad Shohib Mirbat bin Ali Kholiqul Qasam…. hingga Ke Rasulullah SAW. Al Imam Al Qutb Abdurrahman Asseggaff adalah generasi ke 22 dari Rasulullah Muhammad S.A.W. Bila kita berbicara mengenai keturunan Assegaf maka kita harus membahas secara singkat mengenai keturunan Al Imam As Sheikh Muhammad Mauladawilah.
Al Imam As Sheikh Muhammad Mauladawilah bin Ali bin Alwi Al Ghuyyur bin Muhammad Faqih Muqaddam, (wafat di Tarim 765 H), mempunyai 4 putra dan 1 putri yaitu:
1. Al Imam Al Qutb Abdurahman Assegaf.
2. Al Imam As Syech Ali, yang merupakan datuk moyang Keluarga Al Hinduan dan Ba’Abud Kharbasani.
3. Al Imam As Syech Abdullah, sempat berketurunan hingga akhirnya terputus pada generasi ke 6.
4. Syarifah Alawiyah. Ke-4 anak-anak Al Imam As Syech Muhammad Mauladawilah ini dari istrinya yang bernama Syarifah ‘Aisyah binti Abubakar Al Wara’ bin Ahmad As Syahid bin Muhammad Faqih Muqaddam.
5. Al Imam As Syech Alwi, yang merupakan datuk moyang Kelurga Al Muqebel, Al bin Yahya, Al Mauladawilah, Al Bahsin Mahar dan Maulachela dari istri yang bernama Syarifah Zainab binti Hasan At Turabi bin As Syech Ali bin Muhammad Faqih Muqaddam Al Faqih.
Al Imam Al Qutb Abdurrahman Asseggaff wafat di Tarim 819 H, mempunyai 13 orang putra dan 7 orang putri, yaitu:
As Syech Ahmad, wafat di Tarim tahun 829 H. Semua anaknya perempuan yaitu:
1. Syarifah Fathimah.
2. Syarifah Aisah.
3. Syarifah Bahiyah.
4. Syarifah Alawiyah.
As Syech Al Imam Umar Al Muhdhor Al Akbar, wafat di Tarim tahun 833 H, mempunyai 4 orang putri, yaitu :
1. Syarifah Aisyah, ibunda dari As Syech Al Qutb Abubakar Al ‘Adni bin Abdullah Al Idrus Al Akbar.
2. Syarifah Fathimah.
3. Syarifah Alawiyah.
4. Syarifah Maryam, serta seorang putra yang wafat dalam usia belia.
As Syech Al Imam Muhammad, wafat di Tarim 826 H, memiliki 2 orang putra dan 3 putri yaitu:
1. Alwi, memiliki anak kemudian terputus.
2. Abdullah, berketurunan kemudian terputus pada generasi ke 7.
3. Syarifah Zainab Al Kubro.
4. Syarifah Zainab As Sughro.
5. Syarifah Mariyam.
As Syech Al Imam Ja’far, mempunyai putra 1 orang dan 2 orang putri yaitu :
1. Abdullah, terputus pada generasi ke 2.
2. Syarifah Alawiyah.
3. Syarifah Fathimah.
As Syech Al Imam Hasan Al Majzdub, wafat tahun 806 H dan mempunyai satu orang putri.
As Syech Al Imam Syech, wafat di Tarim 869 H keturunannya terputus.
As Syech Al Imam Abubakar As Sakran, wafat di Tarim 821 H, mempunyai 6 orang putra dan 7 putri ,mereka adalah:
1. Muhammad Al Akbar, tidak berlanjut.
2. Muhammad Al Asghor, tidak berlanjut.
3. Hasan, tidak berlanjut.
4. As Syech Al Qutb Abdullah Al Idrus Al Akbar, datuk dari pada keluarga Al Idrus.
5. As Syech Al Imam Ali Assakran, datuk dari pada Assegaf Al Waht, Assegaf Al Masyaich, Al Banahsan, Shahabuddin (Al Hadi, Al Masyhur, Az Zhahir), Al Faqih Assegaff (dalam ilmu nasab dipanggil Bafaqih Madinah).
6. As Syech Al Imam Ahmad Assakran, datuk dari pada Assegaf Al Qutban, Assegaf Al Ali bin Abdullah, Al Musawa dan Al Munawar.
7. Syarifah Bahiya.
8. Syarifah Fathimah.
9. Syarifah Maryam.
10. Syarifah Alawiyah.
11. Syarifah Aisyah.
12. Syarifah Khadijah.
13. Syarifah Zainab.
As Syech Al Imam Abdullah, wafat tahun 857 H, mempunyai 13 orang putra yaitu:
1. Husin, terputus pada generasi ke 5.
2. Abdul Kadir, terputus pada generasi ke 2.
3. Abdulwahab, terputus pada generasi ke 3.
4. Umar, terputus.
5. Ahmad, terputus pada generasi ke 3.
6. Muhammad Hamdun, terputus pada generasi pertama.
7. Alwi.
8. Syaich, keturunannya adalah Assegaf Al Fakhir.
9. Abdullah, keturunannya adalah Assegaf Al Agil Assu’udi
10. Hasan, keturunannya Assegaf Al Hasyim.
11. Ibrahim.
12. Abdurrahman, keturunannya adalah As Syech Abubakar bin Salim (Al Hamid, Bin Jindan, Bufteim, Al Muhdhor, Al Khiyed, Al Khamur, Al Haddar), Al bin Agil dan Al Athas.
13. Abubakar Basyameleh, datuk dari keluarga Basyameleh. Keluarga ini tidak ada di Indonesia.
As Syech Al Imam Agil, wafat di Tarim tahun 871 H, keturunannya adalah Al Ba’Aqil dan Assegaf.
As Syech Al Imam Ibrahim, wafat di Tarim 875 H, keturunannya adalah Assegaf Al Baiti.
As Syech Al Imam Ali, wafat di Tarim tahun 840 H, keturunannya adalah Assofie Assegaf.
As Syech Al Imam Alwi, wafat di Tarim tahun 826 H, keturunannya adalah Assegaf Al Ahmad Maulamaryamah (Maula Gheisha dan Bahlega Assegaf).
As Syech Al Imam Husin, wafat di Tarim tahun 892 H, keturunannya adalah Assegaf Al Bahsin dan Al Musawa Bahsin.
Syarifah Maryam, ibu dari As Syech Al Imam Abubakar Al Jufrie datuk dari kelurga Al Jufrie.
Syarifah Fathimah, ibu dari As Syech Muhammad bin Ahmad bin Hasan Al Wara’.
Syarifah Bahiyah, saudara kandung As Syech Al Imam Hasan Al Majzdub
Syarifah Asma’, saudara kandung As Syech Al Imam Husin.
Syarifah Aisyah, ibunda dari As Syech Abdurrahman Maulachela bin Abdullah bin Alwi bin Muhammad Mauladawilah.
Syarifah Alawiyah Al Kubro, ibu dari Syarifah Maryam binti Umar Syanah.
Syarifah Alawiyah As Sughro, ibunda dari putra-putra As Syech Muhammad Ar Rakhilah bin Umar bin Ali Ba’mar.
 
Karomah Al-Habib Abdurrahman as-Saqaf
Beliau mendapat julukan As-Saqqaf, yang berarti atapnya para wali dan orang-orang shalih pada masanya.Ulama dari Tarim, Hadramaut ini dikenal sebagai wali yang bertabur karamah. Salah satunya adalah sering dilihat banyak orang sedang hadir di tempat-tempat penting di Makkah. Ulama ini juga dikenal sebagai ulama yang kuat bermujahadah. Beliau pernah tidak tidur selama 33 tahun. Dikabarkan, dia sering bertemu dengan Nabi SAW dan sahabatnya dalam keadaan terjaga setiap malam Jum’at, Senin dan Kamis, terus-menerus.
Habib Abdurrahman As-Saqqaf adalah seorang ulama besar, wali yang agung, imam panutan dan guru besar bagi para auliya al-‘arifin. Ia dilahirkan di kota Tarim, Hadramaut pada 739 H. Ibunya bernama Aisyah binti Abi Bakar ibnu Ahmad Al-Faqih Al-Muqaddam.
Pada suatu hari, salah seorang santri yang bernama Muhammad bin Hassan Jamalullail saat di masjid merasa sangat lapar sekali. Waktu itu, sang santri malu untuk mengatakan tentang keadaan perutnya yang makin keroncongan. Rupanya sang guru itu tahu akan keadaan santrinya. Ia kemudian memanggil sang santri untuk naik ke atas loteng masjid. Anehnya, di hadapan beliau sudah terhidang makanan yang lezat.
“Dari manakah mendapatkan makanan itu?” tanya Muhammad bin Hassan Jamalullail.“Hidangan ini kudapati dari seorang wanita,” jawabnya dengan enteng. Padahal, sepengetahuan sang santri, tidak seorangpun yang masuk dalam masjid.
Bila malam telah tiba, orang yang melihatnya seperti habis melakukan perjalanan panjang di malam hari, dikarenakan panjangnya shalat malam yang beliau lakukan. Bersama sahabatnya, Fadhl, pernah melakukan ibadah di dekat makam Nabiyallah Hud AS berbulan-bulan. Dia dan sahabatnya itu terjalin persahabatan yang erat. Mereka berdua bersama-sama belajar dan saling membahas ilmu-ilmu yang bermanfaat.
 
Banyak auliyaillah dan para sholihin mengagungkan Habib Abdurrahman As-Saqqaf. Ia tidaklah memutuskan suatu perkara terhadap seseorang, kecuali setelah mendengar isyarat dari Yang Maha Benar untuk melakukan sesuatu. Berkata As-Sayyid Al-Jalil Muhammad bin Abubakar bin Ahmad Ba’alawy, “Ketika Habib Abdurrahman telah memutuskan suatu perkara bagiku, maka hilanglah seketika dariku rasa cinta dunia dan sifat-sifat yang tercela, berganti dengan sifat-sifat yang terpuji.”
Sebagaimana para auliya di Hadramaut, ia juga suka mengasingkan diri untuk beribadah di lorong bukit An-Nu’air dan juga sekaligus berziarah ke makam Nabi Hud AS. Seorang muridnya yang lain bernama Syeikh Abdurrahim bin Ali Khatib menyatakan,“Pada suatu waktu sepulangnya kami dari berziarah ke makam Nabi Hud a.s. bersama Habib Abdurrahman, beliau berkata, “Kami tidak akan shalat Maghrib kecuali di Fartir Rabi’. Kami sangat heran sekali dengan ucapan beliau. Padahal waktu itu matahari hampir saja terbenam sedangkan jarak yang harus kami tempuh sangat jauh. Beliau tetap saja menyuruh kami berjalan sambil berzikir kepada Allah SWT. Tepat waktu kami tiba di Fartir Rabi’, matahari mulai terbenam. Sehingga kami yakin bahwa dengan karamahnya sampai matahari tertahan untuk condong sebelum beliau sampai di tempat yang ditujunya.”
 
Diriwayatkan pula pada suatu hari beliau sedang duduk di depan murid-murid beliau. Tiba-tiba beliau melihat petir. Beliau berkata pada mereka: “Bubarlah kamu sebentar lagi akan terjadi banjir di lembah ini”. Apa yang diucapkan oleh beliau itu terjadi seperti yang dikatakan.
Suatu waktu Habib Abdurrahman As-Saqqaf mengunjungi salah seorang isterinya yang berada di suatu desa, mengatakan pada isterinya yang sedang hamil, ”Engkau akan melahirkan seorang anak lelaki pada hari demikian dan akan mati tepat pada hari demikian dan demikian, kelak bungkuskan mayatnya dengan kafan ini.”
Habib Abdurrahman bin Muhammad As-Saqqaf kemudian memberikan sepotong kain. Dengan izin Allah isterinya melahirkan puteranya tepat pada hari yang telah ditentukan dan tidak lama bayi yang baru dilahirkan itu meninggal tepat pada hari yang diucapkan oleh beliau sebelumnya.
Pernah suatu ketika, ada sebuah perahu yang penuh dengan penumpang dan barang tiba-tiba bocor saja tenggelam. Semua penumpang yang ada dalam perahu itu panik. Sebahagian ada yang beristighatsah (minta tolong) pada sebahagian wali yang diyakininya dengan menyebut namanya. Sebahagian yang lain ada yang beristighatsah dengan menyebut nama Habib Abdurrahman As-Saqqaf. Orang yang menyebutkan nama Habib Abdurrahman As-Saqqaf itu bermimpi melihat beliau sedang menutupi lubang perahu yang hampir tenggelam itu dengan kakinya, hingga selamat. Cerita itu didengar oleh orang yang kebetulan tidak percaya pada Habib Abdurraman As-Saqqaf. Selang beberapa waktu setelah kejadian di atas orang yang tidak percaya dengan Habib Abdurrahman itu tersesat dalam suatu perjalanannya selama tiga hari. Semua persediaan makan dan minumnya habis. Hampir ia putus asa. Untunglah ia masih ingat pada cerita istighatsah dengan menyebut Habib Abdurrahman As-Saqqaf, yang pernah didengarnya beberapa waktu yang lalu. Kemudian ia beristighatsah dengan menyebutkan nama beliau. Dan ia bernazar jika memang diselamatkan oleh Allah SWT dalam perjalanan ini ia akan patuh dengan Habib Abdurrahman As-Saqqaf. Belum selesai menyebut nama beliau tiba-tiba datanglah seorang lelaki yang memberinya buah kurma dan air. Kemudian ia ditunjukkan jalan keluar sampai terhindar dari bahaya.
Karamah yang lain dari Habib Abdurrahman As-Saqqaf, juga dibuktikan oleh salah seorang pelayan rumahnya. Salah seorang pelayan itu suatu ketika di tengah perjalanan dihadang oleh perampok. Kendaraannya dan perbekalannya kemudian dirampas oleh seorang dari keluarga Al-Katsiri. Pelayan yang merasa takut itu segera beristighatsah menyebut nama Habib Abdurrahman untuk minta tolong dengan suara keras. Ketika orang yang merampas kendaraan dan perbekalan sang pelayan tersebut akan menjamah kenderaan dan barang perbekalannya tiba-tiba tangannya kaku tidak dapat digerakkan sedikitpun. Melihat keadaan yang kritikal itu si perampas berkata pada pelayan yang dirampas kendaraan dan perbekalannya. “Aku berjanji akan mengembalikan barangmu ini jika kamu beristighatsah sekali lagi kepada syeikhmu yang kamu sebutkan namanya tadi,” kata sang perampok. Si pelayan segera beristighatsah mohon agar tangan orang itu sembuh seperti semula. Dengan izin Allah tangan si perampas itu segera sembuh dan barangnya yang dirampas segera dikembalikan kepada si pelayan. Waktu pelayan itu bertemu dengan Habib Abdurrahman As-Saqqaf, beliau berkata, “Jika beristighatsah tidak perlu bersuara keras, karena kami juga mendengar suara perlahan.”
Itulah beberapa karamah yang ditujukan kepada ulama yang bernama lengkap Habib Abdurrahman As-Saqqaf Al-Muqaddam Ats-Tsani bin Muhammad Maulad Dawilah bin Ali Shahibud Dark bin Alwi Al-Ghuyur bin Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad bin Ali bin Muhammad Shohib Mirbath bin Ali Khali’ Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Al-Imam Al-Muhajir Ahmad bin Isa, dan terus bersambung nasabnya sampai Rasulullah SAW.
 
Julukan As-Saqqaf berasal dari kata as-saqfu (atap), yang berarti atapnya para wali dan orang-orang shalih pada masanya. Itu menandakan akan ketinggian ilmu dan maqam yang tinggi, bahkan melampaui ulama-ulama besar di jamannya. Dia juga mendapat julukan Syeikh Wadi Al-Ahqaf dan Al-Muqaddam Ats-Tsani Lis Saadaati Ba’alwi (Al-Muqaddam yang kedua setelah Al-Faqih Al-Muqaddam). Sejak itu, gelar Assaqqaf diberikan pada beliau dan seluruh keturunannya.
 
Sejak kecil ia telah mendalami berbagai macam ilmu dan menyelami berbagai macam pengetahuan, baik yang berorientasi aql (akal) ataupun naql (referensi agama). Ia menghafal Al-Qur’an dari Syeikh Ahmad bin Muhammad Al-Khatib, sekaligus mempelajari ilmu Tajwid dan Qira’at. Ia juga berguru kepada Asy-Syeikh Muhammad ibnu Sa’id Basyakil, Syeikh Muhammad ibnu Abi Bakar Ba’ibad, Syeikh Muhammad ibnu Sa’id Ka’ban, Syeikh Ali Ibnu Salim Ar-Rakhilah, Syeikh Abu Bakar Ibnu Isa Bayazid, Syeikh Umar ibnu Sa’id ibnu Kaban, Syeikh Imam Abdullah ibnu Thohir Addu’ani dan lain-lain.
Dia mempelajari kitab At-Tanbih dan Al-Muhadzdzab karangan Abi Ishaq. Ia juga menggemari kitab Ar-Risalah Al-Qusyairiyah dan Al ’Awarif karya As-Samhudi. Tak ketinggalan ia juga mempelajari kitab-kitab karangan Imam Al-Ghazali seperti Al-Basith, Al-Wasith, Al-Wajiz, Al-Khulashoh dan Ihya Ulumiddin. Serta kitab karangan Imam Ar-Rofi’iy seperti Al-‘Aziz Syarh Al-Wajiz dan Al-Muharror.
Habib Abdurrahman As-Saqqaf selalu membaca Al-Qur’an setiap siang dan malamnya dengan 8 kali khataman, 4 di waktu malam dan 4 di waktu siang. Yang di waktu siang beliau membacanya 2 kali khatam dari antara setelah Subuh sampai Dhuhur, 1 kali khatam dari antara Dhuhur sampai Ashar (itu dibacanya dalam 2 rakaat shalat), dan 1 kali khataman lagi setelah shalat Ashar.
 
Setiap kali menanam pohon kurma, beliau membacakan surat Yasin untuk setiap pohonnya. Setelah itu dibacakan lagi 1 khataman Al-Qur’an untuk setiap pohonnya. Setelah itu baru diberikan pohon-pohon kurma itu kepada putra-putrinya.
 
Beliau wafat di kota Tarim pada hari Kamis, 23 Sya’ban tahun 819 H (1416 M). Ketika mereka hendak memalingkan wajah beliau ke kiblat, wajah tersebut berpaling sendiri ke kiblat. Jasad beliau disemayamkan pada pagi hari Jum’at, di pekuburan Zanbal Tarim.
 
Semoga Allah SWT selalu meridhoinya dan memberi kita semua manfaat dengannya. Allahumma Amin.
 
Ya Allah, curahkan dan limpahkanlah keridhoan atasnya dan anugerahilah kami dengan rahasia-rahasia yang Engkau simpan padanya, Amin
Sumber: Naqobatul Asyrof Al-Qubro

HABIB UMAR AL MUHDHOR


HABIB UMAR AL MUHDHOR
Beliau adalah anak lelaki dari Syeikh Abdurrahman As-Seggaf. Beliau seorang wali besar yang mempunyai karamah luar biasa. Karamahnya banyak diceritakan orang.

Sebagian dari karamah beliau ialah semua harta bendanya dibiarkan begitu saja tanpa dijaga sedikitpun. Anehnya siapa saja yang berani mengganggunya pasti terkena bencana seketika itu juga. Sampaipun jika ada seekor binatang yang berani mengganggu tanamannya tanpa pengetahuan beliau, binatang itu akan mati seketika itu juga.

Diriwayatkan ada seekor burung gagak yang makan pohon kurmanya. Burung itu segera dihalaukannya. Tidak lama kemudian, burung gagak itu pun kembali makan pohon kurma beliau. Dengan izin Allah burung gagak itu tersungkur mati seketika itu juga.

Sebagian pelayan beliau ada yang mengadukan tentang banyaknya kijang yang menyerang kebun beliau dan tetangga beliau banyak yang mentertawakannya. Beliau menyuruh pelayannya berseru untuk menyuruh semua kijang yang berada di kebun beliau segera meninggalkan tempat menuju ke kebun tetangga beliau yang mentertawakannya. Dengan izin Allah semua kijang itu menyingkir pindah ke kebun tetangga yang mentertawakan beliau. Terkecuali hanya seekor kijang saja yang tidak mahu berpindah. Dengan mudah kijang tersebut dipegang oleh beliau dan disembelih.

Salah seorang pelayan beliau bercerita: “Ayah saudaraku mempunyai anak perempuan yang cantik. Setiap kali dipinang orang anak perempuan itu selalu menolak pinangannya. Aku mengadukan hal itu kepada Sayid Umar Al-Muhdhor. Jawab beliau: “Anak perempuan ayah saudaramu itu tidak akan berkahwin selain dengan engkau, dan engkau akan menapatkan seorang anak lelaki daripadanya”. Aku rasa apa yang dikatakan oleh Sayid Umar Al-Muhdhor itu tidak mungkin akan terjadi pada diriku yang sefakir ini. Dengan izin Allah aku pun dipinang oleh anak perempuan ayah saudaraku itu. Aku kahwin dengan anak perempuan ayah saudaraku dan mendapatkan seorang anak lelaki seperti yang dikatakan oleh Sayid Umar Al-Muhdhor”.

Seorang datang mengadu pada beliau: “Kalung isteriku dicuri”. Sayid Umar Al-Muhdhor berkata: “Katakan pada orang banyak di sekitarmu, siapa yang merasa mengambil kalung itu hendaknya segera dikembalikan, kalau tidak dalam waktu tiga hari ia akan mati dan kalung tersebut akan kamu temui pada baju pencuri itu”. Perintah beliau dijalankan oleh lelaki tersebut. Tapi tidak seorangpun yang mengaku perbuatannya. Setelah tiga hari ia dapatkan orang yang mencuri kalung isterinya itu mati. Waktu diperiksa ia dapatkan kalung isterinya itu berada dalam pakaian si mayat sebagaimana yang dikatakan oleh Sayid Umar.

Pernah beliau memberi kepada kawannya segantang kurma yang ditempati dalam keranjang. Setiap hari orang itu mengambilnya sekadar untuk memberi makan keluarganya. Segantang kurma itu diberi berkat oleh Allah sehingga dapat dimakan selama beberapa bulan. Melihat kejadian itu si isteri tidak tahan untuk tidak menimbangnya. Waktu ditimbang ternyata hanya segantang saja seperti yang diberikan oleh Sayid Umar Al-Mudhor. Anehnya setelah ditimbang kurma itu hanya cukup untuk beberapa hari saja. Waktu keluarga itu mengadukan kejadian itu pada Sayid Umar beliau hanya menjawab: “Jika kamu tidak timbang kurma itu, pasti akan cukup sampai setahun”.

Doa beliau sangat mujarab, banyak orang yang datang pada beliau untuk mohon doa. Ada seorang wanita yang menderita sakit kepala yang berpanjangan. Banyak doktor dan tabib yang dimintakan pertolongannya. Namun tidak satupun yang berhasil. Si wanita itu menyuruh seorang untuk memberitahukan penderitaannya itu kepada Sayid Umar Al-Muhdhor. Beliau berkunjung ke rumah wanita yang sakit kepala itu dan mendoakan baginya agar diberi sembuh. Dengan izin Allah wanita itu segera sembuh dari penyakitnya.

Ada seorang lelaki yang mengadu pada beliau bahawa ia telah kehilangan wang yang berada di dalam pundi-pundinya. Beliau berdoa kepada Allah mohon agar wang lelaki itu dikembalikan. Dengan izin Allah pundi-pundi itu dibawa kembali oleh seekor tikus yang menggondolnya.Karamah beliau banyak sekali sehingga sukar untuk disebutkan semua.

Beliau meninggal dunia di kota Tarim pada tahun 833 H dalam keadaan bersujud waktu melaksanakan solat Dhuhur. Beliau dimakamkan di perkuburan Zanbal.

Semoga Allah SWT selalu meridhoinya dan memberi kita semua manfaat dengannya. Allahumma Amin.

Ya Allah, curahkan dan limpahkanlah keridhoan atasnya dan anugerahilah kami dengan rahasia-rahasia yang Engkau simpan padanya, Amin

HABIB ABU BAKAR AS SAKRAN



HABIB ABU BAKAR AS SAKRAN

Beliau berasal dari keturunan Al-Ba’alawi. Habib Abu Bakar putra dari Habib Abdurrahman Asseggaf.
Beliau adalah seorang wali Allah yang mempunyai berbagai macam karamah yang luar biasa. Sebahagian dari karamahnya pernah diceritakan bahawasanya pernah ada dua orang yang datang ke kota Tarim (Hadhramaut) dengan maksud mengunjungi setiap orang terkemuka dari keluarga Al-Ba’alawi yang berada di kota tersebut. Setibanya di suatu masjid jami’ keduanya dapati Syeikh Abu Bakar sedang bersolat di masjid tersebut. Setelah solat Jumaat selesai keduanya menunggu keluarnya Syeikh Abu Bakar dari masjid. Namun beliau tetap duduk beribadat dalam masjid sampai hampir matahari terbenam. Kedua orang itu merasa lapar, tapi keduanya tidak berani beranjak dari masjid sebelum bertemu dengan Syeikh Abu Bakar. Tidak lama kemudian, Syeikh Abu Bakar Asseggaf menoleh kepada mereka berdua sambil berkata: “Ambillah apa yang ada dalam baju ini”. Keduanya mendapati dalam baju Syeikh itu sepotong roti panas. Roti tersebut cukup mengenyangkan perut kedua orang tersebut. Bahkan masih ada sisanya. Kemudian sisa roti itu barulah dimakan oleh Syeikh Abu Bakar Assakran ”.

Ada seorang diceritakan telah meminang seorang gadis. Syeikh Abu Bakar ketika mendengar berita tersebut telah memberikan komentarnya: “Pemuda itu tidak akan mengahwini gadis itu, ia akan kawin dengan ibu gadis tersebut”. Apa yang diceritakan oleh Syeikh Abu Bakar tersebut ternyata benar, kerana tidak lama kemudian ibu gadis itu diceraikan oleh suaminya. Kemudian pemuda itu membatalkan niat untuk mengahwini gadis tersebut. Bahkan sebagai gantinya ia meminang ibu gadis tersebut.

Diceritakan pula bahwa ada serombongan tetamu yang berkunjung di Kota Tarim tempat kediaman Syeikh Abu Bakar Asseggaf. Tetamu itu tergerak di hatinya masing-masing ingin makan bubur gandum dan daging. Tepat waktu rombongan tetamu itu masuk ke rumah Syeikh Abu Bakar, beliau segera menjamu bubur gandum yang dimasak dengan daging.Kemudian sebahagian dari rombongan tersebut ada yang berkata: “Kami ingin minum air hujan”. Syeikh Abu Bakar berkata kepada pembantunya: “Ambillah bejana itu dan penuhilah dengan air yang ada di mata air keluarga Bahsin”. Pelayan itu segera keluar membawa bejana untuk mengambil air yang dimaksud oleh saudagarnya. Ternyata air yang diambil dari mata air keluarga Bahsin itu rasanya tawar seperti air hujan.

Pernah diceritakan bahawasanya ada seorang Qadhi dari keluarga Baya’qub yang mengumpat Syeikh Abu Bakar Asseggaf. Ketika Syeikh Abu Bakar mendengar umpatan itu, beliau hanya berkata: “Insya-Allah Qadhi Baya’qub itu akan buta kedua matanya dan rumahnya akan dirampas jika ia telah meninggal dunia”. Apa yang dikatakan oleh Syeikh Abu Bakar tersebut terlaksana sama seperti yang dikatakan.

Ada seorang penguasa yang merampas harta kekayaan seorang pelayan dari keluarga Bani Syawiah. Pelayan itu minta tolong kepada Syeikh Abu Bakar Asseggaf. Pada keesokkan harinya penguasa tersebut tiba-tiba datang kepada pelayan itu dengan mengembalikan semua harta kekayaannya yang dirampas dan dia pun meminta maaf atas segala kesalahannya. Penguasa itu bercerita: “Aku telah didatangi oleh seorang yang sifatnya demikian, demikian, sambil mengancamku jika aku tidak mengembalikan barangmu yang kurampas ini”. Segala sifat yang disebutkan oleh penguasa tersebut sama seperti yang terdapat pada diri Syeikh Abu Bakar.

Diceritakan pula oleh sebagian kawannya bahawasanya pernah ada seorang ketika dalam suatu perjalanan di padang pasir bersama keluarganya tiba-tiba ia merasa haus tidak mendapatkan air. Sampai hampir mati rasanya mencari air untuk diminum. Akhirnya ia teringat pada Syeikh Abu Bakar Asseggaf dan menyebut namanya minta pertolongan. Waktu orang itu tertidur ia bermimpi melihat seorang penunggang kuda berkata padanya: “Telah kami dengar permintaan tolongmu, apakah kamu mengira kami akan mengabaikan kamu?” Waktu orang itu terbangun dari tidurnya, ia dapati ada seorang Badwi sedang membawa tempat air berdiri di depannya. Badwi itu memberinya minum sampai puas dan menunjukkannya jalan keluar hingga dapat selamat sampai ke tempat tujuan.

Semoga Allah SWT selalu meridhoinya dan memberi kita semua manfaat dengannya. Allahumma Amin.

Ya Allah, curahkan dan limpahkanlah keridhoan atasnya dan anugerahilah kami dengan rahasia-rahasia yang Engkau simpan padanya, Amin

HABIB HASAN BIN SOLEH AL BAHR AL JUFRI



HABIB HASAN BIN SOLEH AL BAHR AL JUFRI

Beliau lahir di Khali Rasyid, Hadramaut pada 1191 H/1771 M. Sejak berusia dua tahun ia telah yatim, ditinggal ayahandanya, Saleh bin Bahr Al-Jufri. Ia kemudian diasuh oleh ibu dan kakeknya, Sayid Idrus bin Abubakar Al-Jufri di Dzi Ishbah.
 
Sejak kecil, ia tinggal di lingkungan yang mencintai ilmu pengetahuan agama dengan semangat beribadah yang kuat. Mula-mula belajar membaca Al-Quran kepada Syekh Abdurrahman Ba Suud, kemudian belajar menghafal kitab suci itu di bawah bimbingan Syekh Abdullah bin Saad.
Setelah itu ia berguru ke sejumlah ulama, seperti Habib Umar bin Zein bin Smith, Habib Umar bin Ahmad bin Hasan Al-Hadad, Habib Alwi bin Saggaf bin Muhammad bin Umar Assegaf. Belakangan, ia juga belajar kepada Habib Umar bin Saggaf bin Muhammad bin Umar Assegaf di Seiwun. Di sana pula akhirnya ia mendapatkan jodoh.
 
Beliau dikenal sebagai pribadi yang mempunyai keluhuran budi dan kasih sayang terhadap sesama makhluk Allah.
Suatu malam sekelompok orang berkerumun di depan pintu sebuah rumah.
“Siapa yang berkerumun di depan pintu itu?” tanya tuan rumah.
“Mereka adalah fakir miskin yang menantikan sisa-sisa makan malam,” jawab salah seorang pembantunya.
Maka tuan rumah itu pun segera memerintahkan pembantunya untuk mengundang dan menjamu mereka.
Tuan rumah tersebut memang dikenal dermawan, ramah, dan lemah lembut. Dialah Habib Hasan bin Soleh Al-Bahr Al-Jufri, seorang ulama besar dan wali yang termasyhur di Hadramaut.
 
Ketika dewasa ia sering berdakwah melalui beberapa majelis taklim keliling di Syibam, kemudian berdakwah di kota-kota lain. Tapi itu tidak berlangsung lama, karena penduduk Syibam saat itu tengah mengalami kemunduran dan kelalaian. Karena itu ia pun terpaksa hijrah dari Syibam menuju Dzi Ishbah.
Di belakang hari ia dijuluki Al-Bahr (yang artinya “laut”, maksudnya “lautan ilmu”) berkat kedalaman dan keluasan ilmu agamanya. Ketika mengkaji kitab Mukhtashar at-Tuhfah langsung dari pengarangnya, Syekh Ali bin Umar bin Qadhi Bakhsir, ia banyak mengoreksi beberapa hal, padahal umurnya baru 20 tahun.
 
Kedalaman ilmu itu juga tampak ketika Sayid Abdurrahman bin Sulaiman Al-Ahdal, seorang mufti dari Zabid, memintanya menulis risalah yang menjelaskan sifat salat kaum mukarabin, orang yang selalu berusaha mendekatkan diri kepada Allah dengan sebisa mungkin melaksanakana segala ibadah sunah. Permintaan itu ia penuhi dalam risalah Shalatul Muqarrabin, yang membuat kagum para ulama dan sufi, terutama di Hijaz – nama Arab Saudi kala itu.
 
Sebagai ulama yang berpegang teguh pada sunnah Nabi, ia selalu berusaha meniti jejak para ulama salaf. Misalnya dengan selalu menunaikan salat berjemaah di masjid meskipun letaknya jauh dari rumah di pinggiran kota Dzi Ishbah. Atas permintaan penduduk, juga untuk menghemat waktu dan mengurangi kesulitan perjalanan, ia kemudian pindah ke dalam kota.
 
Semangatnya untuk mengamalkan salat sunah Rawatib, salat sunah yang dikerjakan secara tetap sebelum dan sesudah salat fardu, dan salat sunah yang lain, memang sangat tinggi. Antara lain, dari salat Khusuf (Gerhana Bulan), salat Kusuf (Gerhana Matahari), sunah setelah wudu, salat Duha delapan rakaat, hingga salat Witir 11 rakaat di akhir malam – semuanya ia kerjakan dengan tekun.Tentu saja salat wajib lima waktu selalu ia kerjakan secara berjemaah pula. Ia juga lazim membaca setengah dari jumlah surah Al-Quran dalam salat Tahajud. Kadang kala malah khatam dalam satu rakaat. Ulama yang sangat mengutamakan salat ini juga sering melakukan puasa Nabi Dawud (sehari puasa sehari tidak), baik sedang di rumah maupun bepergian, sehat ataupun sakit.
 
Ahli Ibadah
Beliau juga sering membaca surah Yasin 40 kali dalam satu majelis dan dalam satu atau dua rakaat salat. Di antara wirid yang digemarinya ialah membaca surah Al-Ikhlash sebanyak 90.000 kali dalam satu rakaat salat.
Ia telah menunaikan ibadah haji lebih dari tujuh kali dan sering melakukan tawaf malam hari sambil membaca Al-Quran sampai fajar – kadang malah sampai mengkhatamkannya. Sebagaimana dituturkan Sayid Ahmad bin Ali Al-Junaid dalam perjalanan dari Mekah ke Medinah pada 1233 H/1813 M, pada saat puasa Habib Hasan setiap malam hanya sahur dengan beberapa teguk air, lalu menunaikan salat Tahajud.
 
Menurut salah seorang anaknya, Abdullah bin Hasan, walaupun sang ayah sedang sakit parah dan hanya bisa terbaring di tempat tidur, ketika waktu salat sunah yang biasa dilakukannya telah tiba, Habib Hasan bangun kemudian memukul kedua pahanya sambil berkata, ”Bangunlah wahai jiwa yang buruk! Jangan kau halangi aku untuk menunaikan wiridku!” Ia lalu mengambil air wudu untuk salat sunah sambil memegang Al-Quran. Usai salat, ia terjatuh dan tubuhnya kembali panas.
 
Meskipun dikenal sebagai ahli ibadah, dengan rendah hati ia berkata, “Kekerasan hati dan kelalaian telah mengalahkanku, sehingga tidak tersisa lagi padaku selain tawakal kepada Allah, serta prasangka baik kepada-Nya, dan pada sifat-sifat-Nya yang Pengasih dan Penyayang. Adapun amalan-amalanku buruk. Jika ada amalku yang baik, itu berkat kemurahan, rahmat, dan karunia Allah SWT belaka.”
 
Selain dikenal sebagai ahli ibadah, orang mengenalnya pula sebagai pribadi berbudi luhur dan penuh kasih sayang terhadap sesama makhluk. Seperti diceritakan oleh Habib Ahmad bin Ali Al-Junaid, yang menemaninya dalam perjalanan ke Mekah lalu berziarah ke makam Rasulullah SAW di Medinah. Dalam perjalanannya ke Medinah, mereka dirampok. Tapi Habib Hasan tidak mencegahnya.
“Mengapa Sayid tidak mencegahnya?” tanya Habib Ahmad.
Maka jawab Habib Hasan, “Cobaan ini tidak terlalu berat bagiku, kecuali mereka mengambil Al-Quran yang kubawa. Ini memang cobaan Allah. Dan cobaan Kekasih tidak menyakitkan.”
 
Ketika saudara kandung Habib Ahmad Al-Junaid, yaitu Habib Umar Al-Junaid, yang kaya, meninggal dunia, ia berwasiat kepada Habib Ahmad agar memberi uang senilai 500 riyal kepada Habib Hasan. Tapi, ketika uang tersebut diserahkan, Habib Hasan justru berkata, ”Ini adalah dosa yang siksanya akan disegerakan.” Lalu ia langsung membagi-bagikan uang tersebut kepada orang-orang yang dapat memanfaatkannya demi ketaatan mereka kepada Allah SWT.
 
Kasih sayangnya tidak hanya terhadap orang-orang di sekitarnya, tapi juga kepada seekor anjing liar yang banyak mengganggu penduduk karena sering melahap hewan piaraan. Mendengar pengaduan penduduk, ia berkata,
”Anjing itu bertingkah demikian karena kalian menelantarkannya dan tidak memberi makan. Bawa kemari anjing itu, lalu berilah makan dia hingga kenyang.”
Habib Hasan sangat menaruh perhatian pada anjing tersebut, dengan menempatkannya dalam sebuah kandang yang bersih dan memberinya makanan. Setiap hari ia selalu bertanya kepada pembantunya bagaimana keadaan anjing yang dipeliharanya itu.
 
Usai menunaikan salat Jumat di sebuah masjid di Syibam, Habib Hasan melihat seekor burung kecil jatuh dari sarangnya di atas masjid ke lantai. Melihat anaknya jatuh, induknya menjerit-jerit. Habib Hasan rupanya terharu, ia pun tak kuasa lagi menahan air matanya. Maka ia pun lalu minta para jemaah keluar sebentar, agar si induk burung dapat mengambil anaknya dengan leluasa kembali ke sarangnya.
 
Ia juga sangat peduli pada fakir miskin. Ketika menikahkan salah seorang putrinya, Habib Hasan melihat kerumunan orang di bawah jendela lonteng. “Siapa yang berkerumun di sana itu?” tanyanya.
“Mereka fakir miskin yang menantikan sisa-sisa makan malam,” jawab pembantunya. Maka ia pun segera memerintahkan menjamu mereka, padahal hanya tersedia makanan yang dipersiapkan untuk para tamu pernikahan.
”Tidak apa-apa, hidangkan saja makanan itu,” ujarnya.
 
Habib Hasan mendapat gelar Aljufri, sebagaimana para pendahulunya. Tokoh yang pertama mendapat gelar Aljufri ialah Habib Abubakar bin Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Ustadzil A’dzam Al-Faqih Al-Muqaddam. Julukan itu ada riwayatnya. Ketika masih kecil, ia disapa oleh sang kakek, Al-Imam Abdurrahman Assegaf bin Muhammad Mawla Dawilah, “Ahlan bil Jufrah!” (Selamat datang, anak kambing kecilku).
Sang kakek memanggil cucunya dengan panggilan “anak kambing” karena tubuh cucunya yang gendut dan lucu seperti anak kambing yang sehat. Menurut seorang ahli bahasa, jufri berarti anak kambing usia empat bulan. Ada pula yang mengatakan, sebutan jufri itu digunakan karena dahulu kakek mereka menulis buku tentang jufr dan sering mengulang-ulang kata jufri.
 
Habib Hasan bin Soleh Al-Bahr Al-Jufri, yang berbudi luhur dan penuh kasih sayang, wafat pada waktu Dhuha, hari Rabu, 23 Zulkaidah 1273 H/1853 M, di Dzi Ishbah. Jenazahnya dimakamkan dekat makam ibundanya di tengah musalah di samping rumahnya.
 
Semoga Allah SWT selalu meridhoinya dan memberi kita semua manfaat dengannya. Allahumma Amin.
 
Ya Allah, curahkan dan limpahkanlah keridhoan atasnya dan anugerahilah kami dengan rahasia-rahasia yang Engkau simpan padanya, Amin.
Disarikan dari buku Shalat Para Wali karya Habib Hasan bin Soleh Al-Bahr Al-Jufri terjemahan Habib Novel Muhammad Alaydrus terbitan Putera Riyadi,Solo

HABIB ABDULLOH BIN ABU BAKAR ALAYDRUS



HABIB ABDULLOH BIN ABUBAKAR ALAYDRUS AKBAR  
(SHOHIBUL RATIB ALAYDRUS)
                                           
Beliau adalah penyusun ratib Alaydrus yang sering dibaca dibeberapa majlis ta’lim, marga beliau bergelar Alaydrus yang artinya ketua orang-orang tashawuf.
 
Beliau lahir di tarim pada tanggal 10 zulhijah tahun 811 H ayah beliau bernama Habib Abu Bakar Asyakran ibunya bernama Mariam dari seorang Zuhud bernama Syeikh ahmad bin Muhamaad Barusyaid.
 
Imam Habib Abdulloh bin abubakar alaydrus akbar seorang wali qutub( imamnya para wali) dan seorang ahli sufi .Sejak kecil beliau gemar sekali membaca karya-karya ulama termasyhur seperti kitab Ihya ulumudin karangan Imam Gozhali hingga beliu hampir hapal karena seringnya membacanya. Namun Beliau Ra selalu tawadhu’ beliau selalu duduk diatas tanah dan senantiasa sujud ditanah sebagai rasa bahwa diri nya tidak ada apa-apanya di hadapan Alloh SWT, kerap kali beliau mengangkat sendiri barang-barang keperluannya dan tidak memperkenankan orang lain untuk membantu membawanya. Beliau selalu berjalan ketempat-tempat yang jauh untuk ta’lim kepada seorang ulama jika merasa haus beliu meminum air hujan .
 
Menurut cerita Imam Habib Abdulloh bin Abubakar Alaydrus selalu menjalankan puasa-puasa sunah selama dua tahun dan berbuka hanya dengan 2 butir kurma. Kecuali pada malam-malam tertentu diamana ibunya datang membawakan makanan kepada beliau. Lantas beliau memakannya sebagai penghormatan kepada ibunya. Beliu melakukan puasa tersebut untuk mengekang Hawa nafsunya, karena dari sumber makanan , perut terlalu kenyang bisa menyebabkan orang malas untuk beribadah dan selalu menuruti hawa nafsunya.                                           
 
Beliau berguru kepada Ulama-ulama besar seperti ;
-Syech Muhammad bin Umar ba’alawi
-Syeck Sa’ad bin Ubaidillah bin Abi Ubei
-Syech Abdulloh Bagasyin
-Syech Abdulloh Bin Muhammad Bin Amar
-Al Iman syech Umar muhdhor (mertua nya seorang ulama ahli sufi)
Beliau Ra menikah dengan anak gurunya Al imam Habib umar muhdor yang bernama Syarifah Aisyah karena Habib Umar Muhdor mendapat Isyarat dari Para pendahulunya untuk menikahkan anaknya dengan Habib Abdulloh bin abubakar alaydrus. dan Beliau dianugrahkan delapan anak empat putra dan empat putri.
 
Beberapa Ulama memuji Al iman Habib Abdulloh Bin Abubakar Alaydrus didalam karangannya diantaranya Al Yafie dalam kitab Uqbal Barahim al musyarokah , muridnya Al imam Habib Umar bin abdurrahman Ba’alawi dalam kitabnya Al Hamrah mereka menceritakan tentang manaqib ,kewaliaan dan karomah-karomah beliau RA yang terjadi sebelum dan sesudah beliu RA dilahirkan.
 
Sebagian para awliya bermmimpi bertemu dengan Rosululloh SAW dan memuji Al Imam Habib abdulloh Bin Abubakar Alaydrus Akbar dengan sanadnya ” ini anakku…ini ahli warisku…..ini darah dagingku…..ini rahasiaku…..ini ahli waris sunnahku….orang-orang besar akan mempelajari ilmu tharekat darinya”
diantara yang mengambil dan belajar tharekat dari Beliau RA adalah Habib Ali bin abu bakar Asyakran,habib Umar Ba’alawi,dll.
 
NASEHAT-NASEHAT BELIAU YANG TERTUANG DALAM KITAB ALKIBRATUL AHMAR:
•    Peraslah jasadmu dengan mujahadah (memerangi hawa nafsu dunia) sehingga keluar minyak kemurnian.
•    Barangsiapa yang menginginkan keridhoan ALLAH hendaklah mendekatkan diri kepada ALLAH SWT, karena keajaiban dan kelembutan dari ALLAH SWT pada saat di akhir malam.
•    Siapapun dengan kesungguhan hati mendekatkan diri pada ALLAH maka terbukalah khazanah ALLAH
•    Diantara waktu yang bernilai tinggi merupakan pembuka perbendaharaan Ilahi diantara Zuhur dan Ashar, Maghrib dan Isya dan tengah malam terkakhir sampai ba’da Sholat Shubuh.
•    Sumber segala kebaikan dan pangkal segala kedudukan dan keberkahan akan dicapai melalui ingat mati, kubur dan bangkai
•    Keridhoan ALLAH dan RosulNya terletak pada muthalaah (mempelajari dan memperdalam) Al-Qur’an dan Hadits serta kitab-kitab agama Islam.
•    Meninggalkan dan menjauhi ghibah (menggunjingkan orang) adalah raja atas dirinnya, menjauhi namimah (mengadu domba) adalah ratu dirinya, baik sangka kepada orang lain adalah wilayah dirinya, duduk bercampur dalam majlis zikir adalah keterbukaan hatinya
•    Kebaikan seluruhnya bersumber sedikit bicara (tidak bicara yang jelek) didalam bertafakur tentang Ilahi dan ciptaaNya terkandung banyak rahasia
•    Jangang kau abaikan sedekah setiap hari sekalipun sekecil atom, perbanyaklah membaca Al-Qur’an setiap siang dan malam hari.
•    Ciri-ciri orang yang berbahagia adalah mendapatkan taufik dalam hidupnya banyak ilmu dan amal serta baik perangai tingkah lakunya.
•    Orang yang berakal ialah orang yang diam (tidak bicara sembarangan)
•    Orang yang takut kepada ALLAH ialah orang yang banyak sedih (merasa banyak bersalah)
•    Orang yang roja’ (mengharap ridho ALLAH) ialah orang yang melakukan ibadah
•    Orang mulia ialah orang yang bersungguh-sungguh dalam kebaikan dalam ridha ALLAH SWT yang didambakan dalam hidupnya
•    Orang yang bertaubat ialah yang banyak menyesali perbuatannya, menjauhi pendengarannya yang tidak bermanfaat dan mendekatkan diri kepada ALLAH terutama di masa sekarang.
Karya Beliau selain penyusun Raatib Alaydrus adalah kitab Alkibritul Ahmar dan syarahnya dalam bentuk Syair .
 
Al Iimam Habib Abdulloh Bin Abubakar Alaydrus meninggal dunia pada tanggal 12 romadhon tahun 865 H dalam usia 54 tahun dam di maqomkan di Kota Tarim Hadramaut Yaman.

Semoga Allah SWT selalu meridhoinya dan memberi kita semua manfaat dengannya. Allahumma Amin.
 
Ya Allah, curahkan dan limpahkanlah keridhoan atasnya dan anugerahilah kami dengan rahasia-rahasia yang Engkau simpan padanya, Amin

SHEIKH ABU BAKAR BIN SALIM



Sheikh Abu Bakar bin Salim 

Sheikh Abu Bakar Bin Salim lahir pada hari Sabtu, 23 Jumadil Awal 919 H/9 Agustus 1513 M, di kota Tarim Al Ghanna, Hadromaut, Yaman. Kota tempat kelahirannya adalah suatu kota yang dipenuhi orang-orang soleh dan termashur dengan auliya Allah serta para ulama utama.

Beliau lahir dari pasangan Habib Salim bin Abdullah bin Imam Qutb Abdurrahman Assegaf dan ibunya Syarifah Afifah Thalhah binti Agil bin Ahmad bin Syaikh Abu Bakar Assakran bin Imam Qutb Abdurrahman Assegaf.

Beliau memiliki enam saudara yaitu Sayyid Agil, Sayyid Syaikh, Sayyid Alwi, Sayyid Hussein, Sayyid Abdurrahman, dan Syarifah Aisyah. Sedang Syaikh Abu Bakar memiliki tujuh belas anak. Empat perempuan dan tiga belas laki-laki. Di antara anak laki-lakinya Huseinlah yang di pilih sebagai kalifahnya (pengganti kedudukan orang tua). Habib Husein bin Abu Bakar bin Salim di kenal sebagai guru Habib Umar bin Abdurrahman Al Attos.

Pada masa kecilnya Syaikh Abu Bakar bin Salim mendapat pendidikan agama dari para ulama di Tarim. Beliau sangat menekuni ilmu pengetahuan. Semasa belajar, beliau sudah mengkhatamkan kitab Ihya Ulumuddin karya Imam Ghozali sebanyak 40 kali, dan mengkhatamkan kitab fiqih Syafi'iyah, Al Minhaj karya Imam Nawawi sebanyak 3 kali.

Usai belajar di Tarim, Syaikh Abu Bakar bin Salim pindah ke kota Inat, sebuah kota berjarak sekitar 40 menit perjalanan dengan mobil (dulu di tempuh setengah hari perjalanan dengan jalan kaki). Beliau membeli tanah dan membangun rumah dan masjid di Inat. Di kota inilah beliau mengajar hingga akhir hayatnya. Syaikh Abu Bakar bin Salim sering memberikan wejangan kepada masyarakat setelah sholat Jum'at sampai menjelang ashar di masjid yang di bangunnya.

Syaikh Abu Bakar bin Salim di awal suluknya (perjalanan spiritual menuju Allah SWT melalui tahapan melatih diri dan berjuang melepaskan diri dari belenggu hawa nafsu dan kecintaan pada kebendaan) telah melakukan amalan dan riyadoh (pelatihan spiritual dan kejiwaan dengan melalui upaya membiasakan diri agar tidak melakukan hal-hal yang dapat mengotori jiwa) yang lazim dilakukan kaum sufi.

Pernah selama waktu yang cukup lama beliau berpuasa dan hanya berbuka dengan kurma yang masih hijau. Juga pernah selama 90 hari beliau berpuasa dan melakukan sholat malam di lembah yabhur. Selam 40 tahun beliau sholat subuh di Masjid Ba'isa di kota Lisik dengan wudhu sholat isya'.

Setiap malam beliau berziarah ke tanah pekuburan kaum salihin dan para wali di tarim dan berkeliling untuk melakukan sholat dua rakaat di berbagai masjid di Tarim. Beliau mengakhiri perjalanannya dengan sholat subuh berjama'ah di masjid Ba'isa. Sampai akhir hayatnya beliau tidak pernah meninggalkan sholat witir dan dhuha.

Sepanjang hidupnya beliau berziarah ke makam Nabiyullah Hud AS sebanyak 40 kali. Pada setiap malam selama 40 tahun beliau berjalan kaki dari kota Lisik menuju Tarim untuk melakukan sholat pada setiap masjid di Tarim (di Tarim sekarang ada sekitar 360 masjid). Beliau mengusung ghirbah (tempat air) untuk mengisi  tempat wudhu serta tempat minum bagi para peziarah, juga kolah untuk tempat minum hewan.

Semoga Allah SWT selalu meridhoinya dan memberi kita semua manfaat dengannya. Allahumma Amin.

Ya Allah, curahkan dan limpahkanlah keridhoan atasnya dan anugerahilah kami dengan rahasia-rahasia yang Engkau simpan padanya, Amin

HABIB ABU BAKAR ADNI BIN ABDULLOH ALAYDRUS



Habib Abu Bakar Adni

Abu Bakar Adni bin Habib Abdulloh Alaydrus adalah seorang wali besar jarang yang dapat menyamai beliau di masanya. Beliau termasuk salah seorang imam dan tokoh tasawuf yang terkemuka. Beliau belajar tasawuf dari ayahnya dan dari para imam tasawuf yang terkemuka. Selain itu beliau juga pernah belajar hadis Nabi dari Muhaddis Imam Shakawi.

Sebagian dari karamahnya pernah diceritakan bahawa ketika beliau pulang dari perjalanan hajinya beliau mampir di Kota Zaila' yang waktu itu wali kotanya bernama Muhammad bin Atiq. Kebetulan waktu itu beliau berkunjung kepada wali kota yang katanya kematian isteri yang dicintainya. Syeikh Abu Bakar menyatakan ikut berdukacita dan menyuruhnya untuk tetap bersabar atas musibah yang dihadapinya itu. Rupanya nasihat Syeikh itu rupanya tidak dapat menenangkan hati wali kota itu. Bahkan ia makin menangis sejadi-jadinya sambil menciumi telapak kaki Syeikh Abu Bakar minta doa padanya. Melihat kejadian itu Syeikh Abu Bakar segera menyingkap tutup kain dari wajah wanita yang telah mati itu. Kemudian beliau memanggil mayat itu dengan namanya sendiri. Dengan izin Allah, wanita itu hidup kembali. 

Syeikh Ahmad bin Salim Bafadhal pernah menceritakan pengalamannya bersama Syeikh Abu Bakar: "Pernah aku disuruh Muhammad bin Isa Banajar untuk membawakan hadiah buat Syeikh Abu Bakar Al-Aidrus. Ketika aku beri salam padanya ia telah memberitahukan dahulu apa yang kubawa sebelum kukatakan kepadanya tentang isi hadiah itu. Kemudian Syeikh Abu Bakar berkata: "Berikan kepada si fulan besar ini, berikan pada si fulan demikian dan seterusnya. Ketika Syeikh Umar bin Ahmad Al-Amudi datang berkunjung padanya waktu itu beliau menghormatinya dan mengeluarkan semua makanan yang dimilikinya. Melihat hal itu, Syeikh Umar berkata dalam hatinya: "Perbuatan semacam ini adalah membazir". Dengan segera Syeikh Abu Bakar berkata dengan sindiran: "Mereka itu kami jamu tapi mereka katakan perbuatan itu adalah membazir. Mendengar sindiran itu Syeikh Umar Amudi segera minta maaf.

Termasuk karamahnya jika seorang dalam keadaan bahaya kemudian ia menyebut nama Syeikh Abu Bakar memohon bantuannya. Dengan segera Allah akan menolongnya.
Kejadian semacam itu pernah dialami oleh seorang penguasa bernama Marjan bin Abdullah. Ia termasuk bawahannya bernama Amir bin Abdul Wahab. Katanya: "Ketika aku sampai di tempat pemberhentian utama di kota San'a, tiba-tiba kami diserang oleh sekelompok musuh. Kawan-kawanku berlarian meninggalkan aku. Melihat aku sendirian, musuh mula menyerang aku dari segala penjuru. Di saat itulah aku ingat pada Syeikh Abu Bakar Al-Aidrus dan kupanggil namanya beberapa kali. Demi Allah di saat itu kulihat Syeikh Abu Bakar datang dan memegang tali kudaku dan menghantarkan aku sampai ke tempat tinggal. Setelah aku sampai di rumahku, kudaku yang penuh luka ditubuhnya mati".

Syeikh Dawud bin Husin Alhabani pernah bercerita: "Ada seorang penguasa di suatu daerah yang hendak menganiaya aku. Waktu sedang membaca surah Yaasin selama beberapa hari untuk memohon perlindungan dari Allah, tiba-tiba aku bermimpi seolah-olah ada orang berkata: "Sebutlah nama Abu Bakar Al-Aidrus". Tanyaku: "Abu Bakar Al-Aidrus yang manakah, aku belum pernah mengenalnya". Jelas orang itu: "Ia berada di Kota Aden (Hadhramaut)." setelah kuucapkan nama itu, Allah menyelamatkan aku dari gangguan penguasa itu. Waktu aku berkunjung ke tempat beliau, kudapati beliau memberitahu kejadian yang kualami itu padaku sebelum aku menceritakan cerita pada beliau".

Sayid Muhammad bin Ahmad Wathab juga bercerita tentangnya: "Pernah aku pergi ke negeri Habasya (Ethiopia). Di sana aku dikeronok oleh gerombolan dan dirampas kudaku serta hartaku. Hampir mereka membunuhku. Kemudian aku menyebut nama Syeikh Abu Bakar Al-Aidrus mohon pertolongan sebanyak sebanyak tiga kali. Tiba-tiba kulihat ada seorang lelaki besar tubuhnya, datang menolongku dan mengembalikan kuda beserta hartaku yang dirampas. Orang itu berkata: "Pergilah ke tempat yang kami inginkan".

Semoga Allah SWT selalu meridhoinya dan memberi kita semua manfaat dengannya. Allahumma Amin.

Ya Allah, curahkan dan limpahkanlah keridhoan atasnya dan anugerahilah kami dengan rahasia-rahasia yang Engkau simpan padanya, Amin